''Tidak! Saya tidak akan mengkhianati konstitusi,'' tegas KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur, menjelang lengser dari kursi Presiden, pada 6 Juni 2001.
KUTIPAN pernyataan tersebut dilontarkan mantan Sekretaris Presiden Mahfud MD, ketika mengenang sikap pluralisme seorang Gus Dur. Mahfud mengenang pribadi Gus Dur sebagai Bapak Pluralis di hadapan peserta Seminar Nasional dalam rangka memperingati satu tahun wafatnya KH Abdurrahman Wahid di Hotel Borobudur Jakarta, 10 Januari 2011. Selain sahabat Gus Dur Mahfud MD yang kini menjabat Ketua Komisi Konstitusi, Try Sutrisno dan Sri Sultan Hamengkubuwono X juga memberikan 'testimony' (kesaksian) atas diri Gus Dur semasa hidupnya sebagai tokoh dan guru bangsa yang menghargai pluralisme dan multikulturalisme dengan semangat kebangsaan yang tinggi.
Kala itu, Mahfud berkisah, kalangan politisi sudah sangat yakin, bahwa Gus Dur akan lengser dari jabatan Presiden ke-3 RI. Di tengah situasi demikian, ada kelompok Islam yang memanfaatkan lemahnya posisi Gus Dur.
Mereka meminta waktu untuk bertemu Gus Dur di Istana Negara. Menurut salah satu tokoh Islam itu kepada Mahfud, puluhan juta umat Islam akan melindungi Gus Dur di Istana Negara dan siap berhadapan fisik kepada siapa pun yang menginginkan Gus Dur lengser, termasuk kalangan militer.
''Berikan dekrit presiden yang memberlakukan syariat Islam di negara Indonesia, dan kami siap melindungi Gus Dur,'' kata tokoh itu kepada Mahfud.
Meski mereka berjanji hendak membela Gus Dur agar tidak dijatuhkan, Gus Dur spontan menolak permintaan tersebut. Menurut Gus Dur, apabila dirinya mengeluarkan dekrit, maka dikhawatirkan akan memicu konflik horisontal.
''Ini bahaya, makanya permintaan dekrit itu saya tolak. Lebih baik saya lengser, daripada mengkhianati konstitusi negara,'' kata Gus Dur, yang diucapkan oleh Mahfud.
Bulu kuduk saya sempat merinding mendengarkan kisah tersebut. Saya dan mungkin sebagian Kompasianer tak menyangka, seorang Gus Dur yang memegang teguh agama, berani menolak dekrit. Padahal jika dipikir secara duniawi, dekrit tersebut mampu mempertahankan kekuasaan.
Tapi, itulah Gus Dur...
Jika Gus Dur mengeluarkan dekrit dan memberi kewenangan kepada kelompok Muslim itu, bisa dibayangkan munculnya konflik luar biasa antara Islam dan Militer. Dekrit Presiden seperti itu, juga akan merusak bingkai demokrasi yang telah terbangun sejak reformasi 1998.
Bisa jadi, hanya Presiden Gus Dur yang satu-satunya presiden di dunia merelakan jabatannya ditengah. Gus Dur menolak menggunakan seluruh kekuasaannya untuk mempertahankan jabatan. Gus Dur lebih mengutamakan kepentingan orang banyak, daripada kepentingan kelompok.
Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi untuk kita semua, tentang pentingnya pluralisme di NKRI. Saya jadi ingat sepenggal kalimat Gus Dur, menggapi paham radikal agama.
''TUHAN tidak perlu dibela manusia,'' kata Gus Dur. Terimakasih, Gus. Pluralisme memang bukan hadiah, tapi harus diperjuangkan.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H