Mohon tunggu...
Jackson Kumaat
Jackson Kumaat Mohon Tunggu... -

"Politisi muda yang selalu berharap adanya perbaikan hidup bangsa dan negara yang lebih baik dan benar melalui tulisan-tulisan, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang disegani dan negara yang dihormati"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

SH Sarundajang, Setelah Empat Kali Menjadi Gubernur

16 Januari 2012   07:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:49 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SOSOK Sinyo Harry Sarundajang bagi warga di Kawasan Timur Indonesia , bisa dibilang fenomenal. Salah satunya lantaran pernah menjadi gubernur di Maluku Utara, Maluku dan Sulawesi Utara. Ini adalah prestasi yang jarang diperoleh oleh pemimpin di negeri ini.

Sarundajang menjadi pejabat gubernur di Maluku Utara dan Maluku pada 2002, ketika daerah tersebut dilanda konflik SARA. Kala itu, Sarundajang sengaja ditugaskan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri untuk meredam konflik dan mempersiapkan pemilihan kepala daerah.

Kinerjanya di Maluku Utara dan Maluku bukan tanpa hambatan. Kehadirannya justru diawali oleh tantangan yang bisa mangancam nyawanya. Apalagi, Sarundajang adalah seorang Kristen yang harus berperan sebagai mediator di kelompok garis keras Kristen dan Muslim.

Beberapa jam di hari pertama setelah tiba di Kota Ternate, Sarundajang disambut oleh ledakan bom di dekat tempat penginapannya. Sejumlah utusan menemui Sarundajang dan menyatakan penolakan. Ia tak gentar dan bersikukuh membawa amanat perdamaian dari negara. ”Ini tugas negara, saya tak akan mundur. Mati sekalipun saya siap,” ujar Sarundajang menjawab penolakan sejumlah tokoh masyarakat Maluku Utara.

Ada juga tantangan di Ambon. Untuk bisa memimpin Maluku sebagai gubernur, warga di sana memintanya untuk melakukan ‘uji kesaktian’. Di sebuah desa, Sarundajang diminta untuk mencambuk dengan tiga ujung lidi seorang lelaki kebal senjata yang telanjang dada. Apabila bekas  cambukan pada tubuh lelaki kebal itu mengeluarkan darah, maka Sarundajang dianggap memenuhi syarat adat memimpin Maluku.

Kesuksesan Sarundajang membawa misi perdamaian, berbuahkan hasil. Beberapa tokoh terkemuka umat Muslim Maluku, menyebutnya sebagai ‘Panglima Laskar Jihad Maluku’. Sedangkan tokoh Kristen di sana menyapanya sebagai ‘Malaikat Kecil’.

Bagi sebagian kalangan, jabatan dan karier Sarundajang diraih bukan karena koneksitas eksklusif, tetapi karena kualitas, kapasitas dan kompetensi pribadi Sarundajang semata. “Sarundajang itu pemimpin yang lahir dan dibesarkan semata karena kualitas pribadinya dan kapasitas intelektualnya. Dia tidak bergantung pada sebuah kekuatan temporer,” kata wartawan senior, August Parengkuan.

Mungkin, pengalaman dan kiprah itulah yang membawa pria kelahiran Kawangkoan ini kembali ke Sulut dan berhasil memenangkan Pilkada pada 2005.

Ada hal menarik dalam karir politik Sarundajang di tahun 2009, ketika Sulut sedang mempersiapkan World Ocean Conference (WOC) di Manado. Sebagai tuan rumah penyelenggara WOC yang sukses, Sarundajang digosipkan akan menjadi menteri kelautan di periode pemerintahan Pak Beye. Tapi ternyata, justru Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad yang melenggang ke Istana Negara.

Nyatanya, politik itu memang dinamis. Fadel terkena reshuffle pada 2011 lalu, sedangkan Sarundajang kembali terpilih secara mutlak sebagai Gubernur Sulut dalam Pilkada 2011.

Sarundajang juga berhasil membawa Sulut menjadi daerah yang bebas korupsi dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Terbukti, Sulut sudah dua kali meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan tahunan keuangan daerah versi BPK RI. (Baca: WTP II Sulut: Mempertahankan Prestasi Lebih Sulit daripada Meraih Prestasi). Dalam kapasitas saya mewakili Sulut di pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), yang berlangsung di Montana Amerika Serikat 2011, banyak negara sangat berharap Indonesia terbebas dari masalah korupsi sebagai kunci hadirnya investasi asing.

Belum lama ini, Wapres Boediono datang ke Manado dalam rangkaian kegiatan ASEAN Tourism Forum (ATF) 2012. Pada kesempatan itu, Boediono juga menyampaikan apresiasi atas buku-buku karya Sarundajang yang kini menjadi bacaan wajib di sejumlah perguruan tinggi, termasuk UGM Yogyakarta. Kelima buku itu yakni ‘Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara’, ‘Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah’, ‘Birokrasi dalamOtonomi Daerah’, ‘Pilkada Langsung’ dan ‘Geostrategi Sulawesi Utara menuju Pintu Gerbang di Asia Pacific’.

Hari ini, Pak Sarundajang genap berusia 67 tahun, bertepatan dengan launching buku yang kelima itu. Saya sependapat bahwa sebagai pemimpin, menulis adalah bagian dari evaluasi sekaligus proyeksi kinerja masa depan. Mudah-mudahan Sulut akan lebih baik.

Salam Kompasiana!

[caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="Jacko dan Sarundajang: Besama-sama membangun Sulawesi Utara (foto: jackson kumaat)"][/caption]

Jackson Kumaat on :

Kompasiana | Website | Facebook | TwitterBlogPosterousCompanyPolitics |

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun