Mohon tunggu...
Jackson Kumaat
Jackson Kumaat Mohon Tunggu... -

"Politisi muda yang selalu berharap adanya perbaikan hidup bangsa dan negara yang lebih baik dan benar melalui tulisan-tulisan, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang disegani dan negara yang dihormati"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Korupsi di Kantor Swasta Lebih Mengerikan daripada di Kantor Pemerintahan

18 April 2012   09:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 4022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa bilang kasus korupsi cuma melulu di kantor-kantor pemerintahan? Jangan salah! Justru, kasus korupsi lebih banyak terjadi di kantor-kantor swasta. Berikut ini faktanya.

Bebeapa kawan saya sesama pengusaha yang memiliki perusahaan sekelas multi-nasional, pernah mengeluh kepada saya tentang kondisi internal perusahaan masing-masing. Mereka adalah CEO yang juga pemilik saham mayoritas di perusahaan tersebut. Demi menjaga etika bisnis, saya merahasiakan identitas mereka.

Si A yang memiliki perusahaan X di bidang pertambangan, mengaku kelimpungan menghadapi manajernya yang doyan melakukan mark up (penggelembungan) biaya operasional di lokasi tambang. Padahal, Si A sudah mengingatkan berulang-ulang, agar biaya tetek bengek di luar anggaran yang diajukan tetap dicantumkan, untuk menghindari pos anggaran biaya tak terduga. Walhasil, setiap laporan bulanan, ada saja ‘pos anggaran yang tak jelas’ yang sulit dipertanggungjawabkan. Kerugian ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.

Si B yang memiliki perusahaan Y di bidang advertising, juga merasa pusing meladeni pimpinan lapangan untuk proyek pemasangan papan-papan reklame. Pimpro tersebut kerap mencari pihak ketiga tanpa sepengetahuan Si B. Akibat ‘tender gelap’ tersebut, hasil kerja pemasangan papan-papan reklame tidak memuasakan, sehingga merugikan klien perusahaan. Perusahaan merugi karena klien pindah ke perusahaan lain.

Dan Si C yang memiliki perusahan Z di bidang jasa transportasi rental mobil, kini dibikin stress oleh beberapa anak buahnya yang nakal. Mereka tanpa sepengetahuan Si C menyewakan mobil perusahaan ke pihak lain dengan memanipulasi kop surat perusahaan. Akibatnya, uang pemasukan perusahaan menurun hingga 30 persen. Pegawai di bagian keuangan perusahaan lebih parah, yakni tidak menyetor pajak perusahaan ke kantor pajak tanpa pengetahuan Si C.

Mungkin, tiga contoh di atas adalah kasus kecil permainan level manajer perusahaan, yang seharusnya menjadi ujung tombak meraih laba. Sayangnya, akibat mental korup ini, maka membuat perusahaan pincang karena menurunnya pemasukan. Dan yang lebih terpenting adalah merugikan nama baik perusahaan di hadapan para klien.

Nah, korupsi tak hanya terkait dengan kerugian negara dan badan-badan usaha yang kekayaannya milik negara atau ada penyertaan keuangan negara. Menurut saya, korupsi di kantor-kantor swasta juga dapat memengaruhi kerusakan perkembangan pembangunan negara. Semakin tinggi angka korupsi di kantor-kantor swasta, maka perekonomian sebuah negara kian sulit berkembang.

Saya mencoba mencari tahu kenapa ‘benih-benih’ korupsi cukup banyak di kantor perusahaan swasta. Ternyata, berdasarkan Konvensi PBB Antikorupsi (United Nation Convention Against Corruption/UNCAC), kejahatan korupsi telah diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 7 tahun 2006, tentang penyuapan di sektor swasta, termasuk tindak pidana korupsi. Bahkan, dalam OECD Anti-Bribery Convention, juga sudah diatur soal penyuapan oleh pejabat publik asing yang menyangkut transaksi bisnis internasional.

Sayangnya, ketentuan tentang korupsi di sektor swasta belum dicantumkan dalam RUU Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan belum ada satu peraturan tentang korupsi di sektor swasta. Padahal, dalam melaksanakan bisnis diperlukan adanya kepatuhan, etika, dan kepercayaan di sektor swasta.

Mudah-mudahan, tulisan ini bisa membuka mata hati kita semua, tentang pentingnya memberantas pindak pidana korupsi di manapun, termasuk kantor-kantor perusahan swasta. Saya percaya, kalangan investor lebih memilih negara yang memihak pebisnis. Investor yang akan menanamkan modalnya di negeri ini sangat menyukai negara yang pelayanan publiknya bebas pungutan liar, aturan pembayaran pajak transparan, serta adanya jaminan kepastian hukum terkait kemungkinan sengketa bisnis melalui jalur hukum. Dan sebaliknya, investor sangat tidak suka rantai birokrasi yang berbelit, adanya biaya tambahan dalam pengurusan kepentingan bisnis, serta aparat penegak hukum yang korup.

Salam Kompasiana!

Jackson Kumaat on :

| My Blog | Kompasiana | Website | Facebook | Twitter | Posterous | Company | Politics |

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun