Dua anggota DPR Wa Ode Nurhayati dan Angelina Sondakh saat ini sama-sama berstatus sebagai tersangka kasus korupsi. Tapi perbedaan yang mencolok adalah Angie ‘hanya’ dicekal ke luar negeri, sedangkan Wa Ode ditahan di satu sel bersama 30-an tahanan Rutan Pondok Bambu Jakarta.
Sepertinya, di sini Wa Ode kurang beruntung di hadapan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa saja ‘diskriminasi’ yang diterima Wa Ode?
Pertama, penetapan status tersangka atas Wa Ode agak ‘berlebihan’, karena yang bersangkutan diduga tidak secara langsung menerima suapuang Rp 6 miliar dari pengusaha Fahd A Rafiq terkait penetapan tiga kabupaten di Aceh, sebagai daerah penerima dana PPID. Apalagi, uang itu diberikan oleh seorang bernama Haris Suharman melalui transfer ke rekening staf pribadi Wa Ode, Sefa Yolanda. Idealnya, sebelum proses hukum ini digelar di pengadilan, Sang Pemberi dan Penerima suap sebaiknya ‘diamankan’ melalui program perlindungan saksi. Dalam menentukan kasus ini sebagai kasus korupsi, penyidik seharusnya memiliki bukti-bukti kuat pada persidangan.
Kedua, penahanan tersangka Wa Ode di Rutan Pondok Bambu merupakan tindakan yang tak manusiawi bagi seorang Anggota DPR, apalagi Wa Ode disatukan dengan 30-an tahanan kriminal lainnya. Jika memang Wa Ode dianggap bisa melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau saksi, maka sebaiknya yang bersangkutan ditahan di sel khusus koruptor. Sebagai seorang ibu yang memiliki anak balita, Wa Ode seharusnya diberikan kemudahan mengasuh anaknya.
Ketiga, seluruh akses keuangan pribadi Wa Ode diblokir, karena dianggap sebagai barang bukti. Menurut saya, sebaiknya cukup rekening bank yang dianggap sebagai bukti transfer kasus ini sajalah yang diblokir. Saya tak dapat membayangkan betapa sulitnya seorang Wa Ode bertahan di dalam penjara tanpa adanya dana menjelang proses hukum ini bergulir ke pengadilan. [Baca tulisan saya: OMG! Wa Ode Ditahan!]
Kini, Wa Ode dan Angie sama-sama dipecat dari Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Lantas, bagaimana dengan kondisi Angie saat ini?
Pertama, sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK kemarin, tak ada satu manusia di Planet Bumi ini yang mengetahui keberadaan Angie. Sehari sebelumnya, Angie menggelar acara tahlilan satu tahun meninggalnya Sang Suami, Adjie Masaid. Tak sampai 24 jam dipantau dari media, Angie langsung menghilang meski dicekal oleh pihak Imigrasi.
Kedua, Angie tiba-tiba muncul di hadapan publik, tap sebatas curhatnya di halaman blog. Sepertinya, Angie lebih mampu menghadapi proses hukumnya di depan layar komputer daripada berhadapan langsung dengan jurnalis. Menurut saya, KPK seharusnya tetap menahan Angie, dan tidak pilih kasih menerapkan hukum. Angie dan Wa Ode sama-sama memiliki anak yang masih kecil (balita). Jadi, jika tersangka korupsi seperti Angie dan Wa Ode ditahan, maka sebaiknya dibuat ruang tahanan khusus untuk mereka.
Ketiga, seluruh fasilitas DPR masih diterima oleh Angie. Kalau saya ditanya kenapa rekening pribadi Angie tidak diblokir seperti yang dialami oleh Wa Ode, ya saya cuma bisa mengalihkan pertanyaan ini ke KPK.
Nah, itulah tiga perbedaan Angie dan Wa Ode. Publik diperhadapkan pada dua contoh tersangka koruptor yang bagi saya, dibedakan satu sama lain. Mudah-mudahan, tulisan ini bisa menjadi langkah baru bagi KPK untuk memperbaiki diri dan sistem.
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on :
|Â Kompasiana | Website | Facebook | Twitter |Â Blog |Â Posterous |Â Company |Â Politics |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H