[caption id="attachment_79593" align="alignleft" width="263" caption="Indonesia Vs Malaysia (ilustrasi)"][/caption]
Dag-dig-dug bagi sebagian kalangan menyelimuti jelang putaran final Piala AFF yang menyanyikan pertandingan kesebelasan Indonesia Vs Malaysia. Turnamen ini dipastikan seru, karena berlangsung dua putaran, yakni di Stadion Bukit Jalil pada 26 Desember 2010 dan di Stadion Gelora Bung Karno pada 29 Desember 2010.
Mungkin banyak orang Indonesia termasuk saya, yang ingin mengekspresikan dukungan untuk Tim Garuda. Kegundahan hati ini sudah mencapai titik puncak, setelah adanya sejumlah kasus hubungan bilateral, yang pada akhirnya banyak merugikan kepentingan Indonesia. Rasa nasionalisme dan patriotisme berkumpul menjadi satu, hanya untuk mendukung kemenangan Indonesia atas Malaysia.
Perlu diakui, hubungan antara dua negara serumpun, Indonesia dan Malaysia, kerap mengalami pasang surut. Konflik yang diwarnai nuansa emosional beberapa kali terjadi menyangkut unsur wilayah negara hingga adat budaya.
Sebuah ‘perang’ Indonesia-Malaysia berawal dari keinginan Malaysia untuk menggabungkan Brunei, Sabah dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu pada tahun 1961. Ketika Konfrontasi Indonesia-Malaysia, Presiden Sukarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia "boneka Inggris" atau salah satu bentuk kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
Hubungan antara Indonesia dan Malaysia juga sempat memburuk pada tahun 2002 ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan di klaim oleh Malaysia sebagai wilayah mereka, dan berdasarkan keputusan Mahkamah Internasional (MI) di Belanda. Padahal, Sipadan dan Ligitan seharusnya merupakan pulau kecil di perairan Kalimantan Timur.
Selain itu, pada 2005 terjadi sengketa mengenai batas wilayah dan kepemilikan Ambalat, yang merupakan wilayah perairan laut seluas 15.235 kilometer persegi yang terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar. Wilayah ini kabarnya cukup kaya dengan minyak mentah.
Pada Oktober 2007 terjadi konflik akan lagu Rasa Sayang-Sayange dikarenakan lagu ini digunakan oleh departemen Pariwisata Malaysia untuk mempromosikan kepariwisataan Malaysia, yang dirilis sekitar Oktober 2007. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menggklaim lagu Rasa Sayange merupakan lagu Kepulauan Nusantara (Malay archipelago).
Namun Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu bersikeras lagu "Rasa Sayange" adalah milik Indonesia, karena merupakan lagu rakyat yang telah membudaya di provinsi ini sejak leluhur, sehingga klaim Malaysia itu hanya mengada-ada. Gubernur berusaha untuk mengumpulkan bukti otentik bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Maluku, dan setelah bukti tersebut terkumpul, akan diberikan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Menteri Pariwisata Malaysia Adnan Tengku Mansor menyatakan bahwa rakyat Indonesia tidak bisa membuktikan bahwa lagu Rasa Sayange merupakan lagu rakyat Indonesia.
Ternyata, tidak ada niat sama sekali dari Malaysia, untuk mengakui keaneka-ragaman Indonesia yang sangat beragam. Juga, tak ada permintaan maaf dari Pemerintah Malaysia, meski banyak bukti menunjukkan Indonesia sebagai otoritas atas klaim Malaysia.
Masih ingat kasus penangkapan patugas patroli Indonesia oleh Malaysia?
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengaku sudah melayangkan sembilan nota protes secara tertulis kepada Pemerintah Malaysia. Tapi hingga kini, Pemerintah Malaysia dan Polis Marin Diraja Malaysia belum menyampaikan permintaan maaf, setelah sempat menangkap dan memperlakukan 3 petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP layaknya tahanan. Mungkin, daya tawar diplomasi Indonesia kecil sekali, sehingga sulit mendesak Malaysia meminta maaf. Tapi, haruskah kita berdiam diri?
Nanti, pada 26 Desember 2010, adalah putaran final Piala AFF leg pertama di Malaysia. Sejumlah tokoh di Malaysia sudah kebakaran jenggot dan justru meminta Indonesia meminta maaf. Malaysia khawatir kemungkinan terjadinya aksi balas dendam suporter Malaysia atas aksi penghinaan terhadap lagu kebangsaan negeri jiran itu, dalam penyisihan grup di Jakarta beberapa waktu lalu. Saat itu, sebagai bagian dari aksi teror terhadap lawan, sebagian penonton di Gelora Bung Karno berbuat gaduh dengan nada menghina saat lagu kebangsaan Malaysia diperdengarkan.
Haruskah Pemerintah RI melalui Menpora Andi Malarangeng meminta maaf jelang kick off? Tidak perlu! Karena aksi penonton di Stadion GBK itu bukan tindakan pemerintah. Itu adalah murni sekelompok penonton, yang terlampau di blow-up oleh media Malaysia yang lebay.
Salam Kompasiana!
[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="STADION 4 TERBESAR DI DUNIA: Bukit Jalil National Stadium terletak di Kuala Lumpur, Malaysia dan mampu menampung 110 ribu penonton. (Sumber: timetotalks.blogspot.com)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H