[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="SHUTTERSTOCK"][/caption]
Pemerintah belum lama ini mengumumkan 26 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mencapai pendapatan tertinggi sepanjang 2010. Tapi beberapa hari sebelumnya, ada berita di kompas.com tentang 15 BUMN yang nyaris ‘bangkrut’. Weleh.. weleh…
Pengumuman Menteri BUMN Mustafa Abubakar tentang 26 perusahaan BUMN yang mencapai pendapatan tertinggi itu, tentunya good news bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pada ranking teratas diraih PT Pertamina (Persero) sebesar Rp 448,8 triliun. Disusul PLN Rp 163,7 triliun, Telkom Rp 68,62 triliun, BRI Rp 50,1 triliun, dan Bank Mandiri Rp 43,8 triliun.
Sedangkan ke-26 perusahaan BUMN lainya yang mempunyai pendapatan terbesar: Pusri, BNI, Bulog, PGN, Garuda Indonesia, Krakatau Steel, Semen Gresik, Jamsostek, Taspen, Antam, Timah, Bukit Asam, Askes, BTN, PPA, Wijaya Karya, Adhikarya, PTPN III, PTPN IV, Perum Pegadaian, KA Indonesia.
Tapi jangan gembira dulu. Bad news-nya adalah sebanyak 15 BUMN lain menghadapi masalah operasional. Bahkan menurut Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Abdul Latief Algaff, beberapa di antara BUMN ini secara teknis sudah bangkrut, karena sudah menunggak gaji dan hak normatif karyawan. Ke-15 BUMN tersebut, antara lain, adalah PT Jakarta Lyod, PT Kertas Leces, PT Industri Sandang Nusantara, Perum Pengangkutan Djakarta (PPD), dan PT Dirgantara Indonesia.
Saya setuju jika Kementerian BUMN harus secepatnya memutuskan nasib BUMN, agar nasib karyawan tidak lagi terkatung-katung. BUMN-BUMN ini harus mendapat perhatian serius, agar nantinya tidak menjadi bom waktu bagi perekonomian. Jaminan masa depan karyawan adalah prioritas. Kasihan anak-istri dan keluarga mereka bisa terlantar, karena belum terima gaji.
Sebuah induk perusahaan besar, biasaya memiliki antisipasi dalam menghadapi masalah seperti ini. Salah satu contohnya adalah merger, akuisisi dan penerapan subsidi silang. Ibarat sebuah rumah tangga, tindakan yang dilakukan adalah menjalin kerja sama.
Sebenarnya tak terlalu sulit mengatasi hal ini. Kuncinya adalah political will dari pemerintah dalam menjembatani setiap persoalan. Jika masalah SDM, maka perlu dilakukan pelatihan. Jika masalah modal, maka diperlukan pinjaman modal atau subsidi silang. Jika masalah strategi persaingan usaha, maka dibutuhkan merger atau akuisisi. So, setiap persoalan pasti ada jawabannya. Persoalan itu jangan ditunda-tunda doong…
Mudah-mudahan Pak Mustafa bisa mengatasi persoalan BUMN yang kere itu. Ada baiknya, tak perlu malu-malu berkonsultasi ke Istana Negara, untuk bertemu Pak Beye atau Pak Budiono. Saya pikir, mereka pasti memiliki solusi strategis dan jitu. Mohon dilaksanakan ya Pak.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H