[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="Menanti senja di balkon Hotel Mariott Roma (Foto: dok.pribadi)"][/caption]
Segelas air anggur menemani sore saya, sambil membaca komik Asterix versi bahasa Indonesia. Sambil menahan senyum melihat tingkah-polah Obelix—sahabat Asterix, saya berupaya membandingkan mimik wajah dan postur tubuh dua tokoh kartun itu, dengan orang Italia yang asli di depan mata saya.
Itulah salah satu kegiatan saya di sudut bagunan Hotel Mariott Roma.
Lewat balkon ini, saya bisa melihat warga Roma yang hilir mudik dengan kesibukannya masing-masing. Awalnya saya piker, ada banyak warga Roma yang memiliki kemiripan dengan tokoh Asterix atau Obelix. Ternyata, warga Roma kebanyakan memiliki postur tubuh normal, yang tak memiliki tanda-tanda kerdil ataupun obesitas.
Sama seperti di Venice, kota Roma adalah kota klasik yang kini disulap menjadi kota modern. Pemerintah Italia dan Vatikan tampak serius membangun kota bersejarah ini demi kunjungan wisatawan mancanegara. Baca tulisan saya sebelumnya, 'Mengadopsi Kota Romantis Venice untuk Indonesia'.
Bagi sebagian kalangan, istilah ‘Banyak Jalan Menuju Roma’ adalah istilah yang cukup familiar, terlebih ketika menemui banyak masalah yang sulit diatasi. Konon di jaman dahulu, kota Roma adalah daerah subur yang memiliki kekayaan alam berlimpah, pusat pendidikan dan kebudayaan, sekaligus pusat pemerintahan yang menguasai banyak daerah jajahan.
Walaupun kota Roma telah berdiri sejak tahun 753 SM, nyatanya perlu waktu 500 tahun bagi pemerintah Romawi untuk meneguhkan kekuasaannya hingga melewati semenanjung Italia.
Dalam proses memperluas kekuasaannya, Romawi bersaing denganKartago, sebuah pemerintahan yang didirikan tahun 814 SM oleh bangsa Fenisia atau Venice. Bangsa Roma dan Fenisia berperang dengan direbutnya kota Kartago oleh Romawi pada tahun 146 SM, yang menandai permulaan dari dominasi pemerintahan Romawi di Benua Eropa.
Lantas, kini dimana keberadaan Suku Galia? Entahlah. Tampaknya, sejarah Roma kurang memiliki bukti-bukti otentik tentang tokoh Asterix dan Obelix. Mereka hanyalah tokoh fiktif yang akhirnya menjadi bahan humor di komik.
Beberapa rekan mengatakan, keberadaan ras keturunan suku Gallia tak diketahui secara pasti. Tapi sebagian besar penduduk Eropa mempercayai bahwa keturunan suku Gallia yang masih hidup hingga sekarang. Mereka menjadi ras keturunan Prancis, yang hidup di daerah sepanjang pegunungan Alpen.
Bisa jadi, suku Galia telah punah karena takluk oleh Kekasisaran Romawi atau lenyap karena bencana alam. Tapi yang jelas, semangat juang orang Roma telah berkobar secara turun-temurun, bahkan ke mancanegara. Roma tak cuma menjadi simbol perlawanan menaklukkan musuh, tapi juga menjadi kekuatan dunia sehingga diperhitungkan oleh bangsa-bangsa.
Dan inilah beberapa teguk anggur saya terakhir. Dan lembaran komik terakhir Asterix pun telah selesai saya baca.
Banyak orang selalu ingin menimba ilmu di Roma. Ini ditandai dengan arsitektur gedung dan upaya melestarikan seni musik. Kini, Roma pun tetap menjadi idola banyak orang. Terutama bagi yang doyan makan, seperti saya. Malam pun tiba, kini saatnya memesan Lasagna. ;)
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H