Pemerintah provinsi Sulawesi Utara kembali menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selama tiga kali berturut-turut sejak 2010. ‘Penghargaan ini bisa dibilang langka di seluruh pemerintah daerah, karena banyaknya kasus korupsi yang melibatkan kepala-kepala daerah.
Pengumuman tersebut disampaikan oleh Ketua BPK Hadi Poernomo di Gedung DPR RI (3/4/2012) pada acara menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) II Tahun Anggaran 2011. Sayangnya, sedikit sekali media massa yang meliput acara ini dan mempublikasikannya, padahal ini adalah good news. Saya hanya menemukan berita ini di Koran Sindo dan okezone.com.
Dari 34 pemda, hanya ada enam pemda provinsi yang memperoleh opini WTP, yakni Riau, Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Sulut). Khusus untuk Sulut, WTP ini adalah ke-3 kalinya yang diperoleh berturut-turut di bawah pimpinan Gubernur SH Sarundajang. Baca tulisan saya sebelumnya: Ketika Sulut Raih Penghargaan dari BPK dan WTP II Sulut: Mempertahankan Prestasi Lebih Sulit daripada Meraih Prestasi.
Sementara itu, dari 516 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) 2010 yang diperiksa BPK pada tahun ini, hanya ada 34 pemerintah kabupaten/kotamadya yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau hanya tujuh persen dari jumlah keseluruhan. Seperti lima tahun terakhir, opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) masih mendominasi pada 2010.
Memang harus diakui, hingga kini belum ada penelitian apakah opini WTP yang diterima oleh pemerintah daerah akan menjamin daerah tersebut bersih dari korupsi. Pun demikian dengan daerah yang menerima opini Tidak Wajar (TW) dari BPK, maka pemda disebut langsung disebut korup. Kita harus sepakat, bahwa pihak yang menentukan ada-tidaknya korupsi adalah aparat penegak hukum.
BPK juga menyoroti banyaknya LKPD yang memperoleh opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) dan TW. Secara total terdapat 131 LKPD (27 persen) yang opininya berada pada status TMP dan TW. Hal ini menunjukkan efektivitas SPI (sistem pengendalian intern) belum optimal.
Lantas, seberapa penting WTP bagi daerah?
Bagi propinsi Sulut, WTP sangat penting sebagai barometer pihak luar yang ingin menjalin hubungan kerja sama. Sejumlah pihak tersebut di antaranya adalah pemda tetangga, investor lokal dan investor asing, yang ingin menjalin kerja sama bisnis. Bagi pihak luar yang ingin menjalin hubungan ekonomi ke pemerintah daerah, biasanya akan mencari tahu latar belakang daerah tersebut. Daerah yang memiliki LKPD berstatus WTP seperti Sulut, tentunya akan menjadi prioritas, karena dianggap lebih aman dan nyaman menjalin hubungan.
Sebaliknya, daerah yang memiliki LKPD berstatus TW akan dihindari. Kalaupun ada pihak yang terpaksa menjalin kerja sama dengan daerah tersebut, maka mereka harus siap dengan resiko bisnis yang lebih tinggi.
Terakhir, saya berharap agar opini WTP yang diberikan BPK terhadap enam propinsi tahun ini khususnya di Sulut, akan memberi harapan baru dalam peningkatan pembangunan di daerah. Saya percaya, kepercayaan yang diberikan untuk ketiga kalinya oleh BPK ini, bisa memacu kinerja yang lebih baik di masa mendatang. (Penulis, Staf Khusus Gubernur Sulut bidang Investasi)
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on :
|Â Kompasiana |Â Website |Â Facebook |Â Twitter |Â Blog |Â Posterous |Â Company |Â Politics |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H