Sejuruh karyawan dan keluarga besar di bank sentral, tampaknya sedang senyum sumringah. Ini lantaran disetujuinya kenaikan gaji Bank Indonesia, mulai dari pejabat tinggi hingga karyawan terendah.
Kini, pegawai Bank Indonesia mendapat kenaikan gaji sebesar 3 persen, karena kinerja karyawan BI yang berhasil menaikkan perekonomian Indonesia. Kenaikan gaji para karyawan BI disebut cost of living adjustment (COLA). Tapi pertanyaannya, perlukah kenaikan gaji mereka saat ini?
Berikut data yang dihimpun untuk gaji karyawan BI pada tahun 2011 sebelum mendapat COLA (Sumber: Kompas):
* Gubernur BI: Rp 153,9 juta
* Deputi Gubernur Senior: Rp 109,7 juta-Rp 164,6 juta
* Deputi Gubernur: Rp 96,8 juta-Rp 115,2 juta
* Direktur BI: Rp 50,2 juta-Rp 72,3 juta
* Deputi Direktur BI: Rp 36,1 juta-Rp 47,4 juta
* Kepala Bagian BI: Rp 25,9-Rp 38,6 juta
* Deputi Kepala Bagian BI: Rp 18,9 juta-Rp 28,9 juta
* Kepala Seksi BI: Rp 12,8 juta-Rp 22,9 juta
* Staf BI Rp 6,1 juta-Rp 15,3 juta
* Pegawai Tata Usaha: BI Rp 3,7 juta-Rp 10,9 juta
* Pegawai Dasar BI: Rp 2,7 juta-Rp 5,2 juta
Menurut saya, kenaikan gaji pegawai BI dan Dewan Gubernur BI tersebut, saat ini belum tepat. Meski Indonesia mengalami kenaikan inflasi sekitar 3 persen, tapi sebagian besar gaji karyawan BI sudah dalam nilai yang cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Apalagi, sebagian pegawai BI menerima fasilitas dan tunjangan lain.
Kalangan DPR yang menyetujui kenaikan gaji pegawai BI itu beralasan, bahwa kenaikan gaji dianggap wajar karena BI ‘berhasil’ melaksanakan tugasnya sebagai bank sentral. Entah, apa saja jenis ‘keberhasilan’ itu, tapi yang jelas, kenaikan gaji pegawai BI tidak sensitif dengan realita yang ada di masyarakat.
Saat ini, publik sangat menantikan pelayanan terbaik dari Pemerintah, mulai di tingkat pusat hingga daerah. Bagi saya, aparatur pemerintahan belum berhasil meningkatkan kinerjanya, sehingga berdampak pada ongkos tambahan dan pungutan liar (pungli). Dengan adanya cost tersebut, maka berdampak pada ‘biaya tambahan’ yang mau tak mau dibebani oleh masyarakat.
Selain itu, masyarakat masih diperhadapkan dengan labilnya politik, yang berdampak pada tingkat kepercayaan. Kondisi ini cukup rawan dan bisa memicu konflik kepentingan, ketika BI mengumumkan kenaikan gaji pegawai mereka.
Dan terakhir, kita masih diperhadapkan oleh persoalan sosial, seperti masalah pendidikan, kesehatan dan pengangguran. Di saat siswa sekolah belajar di halaman karena sekolahnya nyaris ambruk, tentu kabar sukacita BI ini membuat mereka sedih. Ketika masih ada pasien miskin yang belum dilayani secara layak di rumah sakit, ini membuat orang miskin geram. Sedangkan bagi kalangan pengangguran, kabar kenaikan gaji BI ini menyebabkan antrian pelamar pekerjaan di BI sendiri.
Idealnya, kenaikan gaji BI tersebut dibatalkan dan dialihkan untuk kepentingan yang lebih mendesak. Minimal, dana kenaikan gaji itu dijadikan program pemberdayaan masyarakat yang dikelola oleh instansi terkait. Itu adalah sikap yang bijak.
Salam Kompasiana!
Jackson Kumaat on :
|Â Kompasiana | Website | Facebook | Twitter |Â Blog |Â Posterous |Â Company |Â Politics |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H