Mohon tunggu...
Jackson Kumaat
Jackson Kumaat Mohon Tunggu... -

"Politisi muda yang selalu berharap adanya perbaikan hidup bangsa dan negara yang lebih baik dan benar melalui tulisan-tulisan, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang disegani dan negara yang dihormati"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Siapa Takut Twitter?

3 Februari 2012   05:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:07 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layanan sosial media dalam lima tahun terakhir ini, berkembang sangat pesat. Dengan menggunakan fasilitas sosial media melalui internet, komunikasi antar personal langsung terjalin dengan cepat.

Persoalannya, kini ada rencana Pemerintah RI untuk menerapkan sensor pada layanan twitter, salah satu sosial media yang booming karena sangat mudah digunakan. Sama seperti sosial media lain seperti facebook dan blog, lingkup twitter tak terbatas oleh ruang dan waktu.

Kenapa twitter ‘harus’ disensor?

Mungkin, ini adalah ketakutan yang dialami oleh negara-negara berkembang dan dunia ketiga. Negara-negara tersebut selama ini lebih tertinggal dalam hal teknologi dibandingkan dengan negara maju lainnya. Bagi negara yang sistem demokrasinya masih labil, sosial media adalah salah satu fasilitas melampiaskan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Dan faktanya, media twitter dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok pro-demokrasi, dalam menciptakan wacana (profokasi?) sekaligus sarana mengerahkan massa di arena demonstrasi. Twitter setahun terakhir ini digunakan kelompok aktivis dan demonstran di seluruh dunia untuk menyampaikan pesan dan gagasan mereka.

Tahun lalu, twitter disorot ketika pengunjuk rasa anti-pemerintah di Tunisia, Mesir, dan negara-negara Arab lainnya, terkoordinasi secara massal dari jejaring sosial ini. Dan awal tahun ini, twitter diminta Pemerintah India untuk menyensor konten yang terkait mengkritik Pemerintah India.

Kini, Indonesia berada di persimpangan jalan. Meski penyensoran konten di negara-negara tertentu diserahkan kepada otoritas negara, tapi Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, buru-buru menyatakan tidak punya rencana untuk memberlakukan sensor di situs mikroblogging itu.

Saya baru menggunakan twitter sejak dua tahun lalu, sedangkan facebook tiga tahun lalu. Harus saya akui, kedua sosial media ini sangat membantu saya dalam menjalin komunikasi dengan teman, kerabat dan keluarga saya. Bahkan, pada Pemilu 2009 pun, saya menggunakan facebook untuk kepentingan kampanye.

Meski bermanfaat dalam komunikasi di dunia maya, beberapa kali saya mendapat ‘komentar’ dan ‘kicauan’ tak sedap di facebook dan twitter. Tapi sebagian besar saya tanggapi dengan positif dan sebagian lain saya hapus dari daftar pertemanan. Tindakan terakhir itu saya lakukan, jika Sang Pemilik account tidak menampilkan ‘wajah’ sebenarnya alias fiktif.

Jika ditanya apakah saya setuju dengan sensor ini, maka saya jawab sensor itu tak ada gunanya, karena pemilik account media sosial akan mencari jalan lain. Setiap orang yang memiliki ponsel dengan fasilitas internet, tentu akan berkelana mencari informasi yang ingin didapatkan. Sehingga, jika ada konten-konten di twitter yang dihilangkan, maka akan muncul konten-konten lainnya. Apalagi, karakter demonstran di Tanah Air sangat berbeda dengan demonstran di Negara-negara Arab. Kita di sini, cukup bisa bertemu hanya dengan menggunakan pesan singkat SMS atau blackberry massanger (BBM).

Nah, jika taka da sensor dari pemerintah, tentunya, sensor di media sosial sebenarnya itu adalah kita masing-masing. Bagaimana kita bisa memilih teman, foto yang dibagikan dan kicauan itulah ada pada diri kita sendiri. Ini butuh proses menuju sikap bijak dalam berinternet.

Salam Kompasiana!

Jackson Kumaat on :

| Kompasiana | Website | Facebook | Twitter | Blog | Posterous | Company | Politics |

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun