[caption id="" align="aligncenter" width="619" caption="Kotak transparan bertuliskan "][/caption]
PAK BEYE kabarnya tersinggung dengan aksi pengumpulan koin untuk Presiden SBY. Menurut Menteri Sekretaris Negara, Tulang Sudi Silalahi, Presiden tidak menghendaki koin yang telah dikumpulkan secara sporadis tersebut.
Wajarkah Pak Beye tersinggung?
Tampaknya, itu cuma sekedar ucapan Tulang Sudi, dan bukan reaksi Pak Beye yang sebenarnya. Menurut saya, reaksi sebagian masyarakat yang menggalang aksi pengumpulan koin, tidak akan mempengaruhi masa kepemimpinan Pak Beye hingga 2014 mendatang.
Lha, bagaimana mungkin mengganti presiden di tengah masa pemerintahannya? Undang Undang Pemilu menegaskan, bahwa presiden dan wakil presiden diganti setiap lima tahun. Jadi, tak ada celah yang bisa membuat jabatan presiden lengser.
Bercermin dari kasus Mesir dan Tunisia yang pernah saya tulis sebelumnya, kondisi politik di Tanah Air sangat jauh berbeda. Presiden Tunisia Ben Ali sudah menjabat 25 tahun, sedangkan Presiden Mesir Hosni Mubarak telah menjabat selama 31 tahun. Secara psikologis, rakyat menginginkan perubahan karena sudah bosan dengan kepemimpinan yang cukup lama.
Indonesia saat ini tak mungkin meniru Tunisia dan Mesir. Bahkan sebaliknya, kedua Negara itu meniru Indonesia pada reformasi 1998, yang dipublikasi melalui media massa.
Menurut saya, pernyataan dari Pak Beye bahwa gajinya tak pernah naik selama tujuh tahun, itu cuma sebatas ucapan yang tak memiliki pretense apapun. Pernyataan itu disampaikan Presiden saat berpidato pada Rapat Pimpinan TNI dan Polri pada 21 Januari lalu. Akibatnya, ada pihak-pihak yang salah menafsirkan pernyataan Presiden.
Bisa jadi, pihak yang tersinggung dengan "Koin untuk Presiden" itu sebenarnya adalah lingkaran Ring I di Istana Negara. Mereka tampaknya gelisah dan enggen untuk berurusan dengan uang receh. Padahal, jika dibandingkan dengan Koin Mbak Prita Mulyasari, koin untuk Pak Beye bisa terkumpul lebih banyak jumlanya.
So, sebaiknya petinggi-petinggi di Istana lebih memilih isu yang tepat dan mendidik untuk publik. Ada baiknya membicarakan masalah yang menyangkut kepentingan banyak orang, dan menolak berkomentar untuk isu-isu yang kontra-produktif.
Sama juga dengan institusi DPR RI saat ini. Meski kini didera isu tak sedap terkait kasus korupsi di kalangan DPR periode sebelumnya, sebaiknya DPR tak perlu gerah. Biarkan saja ‘anjing menggonggong, khafilah pasti berlalu’, karena lembaga DPR tak mungkin goyah hingga Pemilu Legislatif 2014.
Dan bagi para pengkritik kebijakan, sebaiknya mawas diri. Pemilih pada Pemilu 2009 tentunya lebih memilik sikap bijak dalam mengkritik, daripada pengkritik yang tak memilih atau Golput. Tapi jika memang para pengkritik mau mengganti Presiden sebelum masa jabatan 2014, sebaiknya mengganti UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Siapa tahu usulan masa jabatan presiden yang 5 tahun, bisa menjadi 2 atau 3 tahun.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H