[caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="Saya (paling depan) dan teman-teman tetap bersorak-sorai usai kemenangan Indonesia atas Malaysia (2-1) di Stadion Gelora Bung Karno."][/caption]
Hiruk-pikuk Piala AFF, usai sudah. Meski tampil berjuang keras menang 2-1 pada final kedua di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan Jakarta (29/12/2010), tapi Indonesia gagal menjadi juara. Sedih? Ya, tentu dan itu wajar sebagai manusia normal. Tapi yang terpenting adalah belajar dari kegagalan itu.
Indonesia tidak perlu malu belajar atas sukses Malaysia menjuarai Piala AFF 2010. Meski menang 2-1 pada final kedua di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (29/12/2010), Indonesia gagal menjadi juara. Sukses Malaysia tidak lepas dari keseriusan mereka pada pembinaan usia muda.
Kita tak perlu menyalahkan pemain di lapangan saat laga final leg kedua itu. Gagalnya Indonesia meraih Piala AFF, bukan semata-mata akibat Kapten Firman Utina, yang gagal mengeksekusi penalti pada menit ke-19.
Bagi saya yang terpenting adalah kehebatan suporter Indonesia. Walaupun Timnas gagal meraih angka mutlak sebagai juara, tapi suporter adalah pihak pemenang di Piala AFF. Para penonton di GBK tak anarkis usai pertandingan. Itulah nilai kemenangan AFF.
Seharusnya, para pemain, official, pelatih dan pengurus PSSI tak perlu memasang wajah sedih di depan wartawan usai pertandingan. Manajer Timnas Andi Darussalam Tabussala, yang biasanya ceria dan sering melontarkan guyonan kepada wartawan, berjalan lesu. Wajahnya terlihat gundah. Senyum tipisnya membalas sapaan wartawan, tetapi tak mampu menutupi kekecewaan.
Coba lihat para penonton! Saya dan mungkin ribuan penonton lainnya di Stadion GBK tetap happy dalam kemenangan itu. Kalah selisih gol sehingga menyebabkan gagal meraih Piala AFF, itu soal lain. Yang penting, kemenangan di sebuah arena pertandingan itu penting. Sedangkan selisih gol yang menyebabkan gagal meraih piala, itu ‘hanya’ soal aturan teknis kompetisi. Pertandingan leg kedua itu adalah kemenangan kedua, sedangkan Malaysia hanya memenangkan satu pertandingan di Stadion Bukit Jalil.
Saya bangga menjadi salah satu penonton di Stadion GBK. Meski harus antri menjelang final leg kedua yang memakan korban jiwa, tapi ini adalah sebuah perjuangan berarti bagi dukungan Timnas Indonesia. Saya pun tak mempersoalkan kritik beberapa media yang meramalkan penonton bakal rusuh jika Indonesia kalah oleh Malaysia.
Syahrini, misalnya. Mantan rekan duet Anang Hermansyah itu memutuskan pulang ke rumah, begitu gawang Indonesia dibobol oleh Mohd Safee pada menit ke-54. Indonesia tertinggal 0-1. Syahrini mengaku takut menjadi korban kerusuhan, jika Indonesia kalah. Bisa jadi, penyanyi cantik ini termakan isu yang dipublikasi media massa.
Buktinya, kami have fun saja kok! Tak ada beban para penonton. Kalah ataupun menang, itu adalah soal keberuntungan. Hal yang terpenting adalah semangat juang Timnas RI di lapangan, dan dukungan para suporter RI yang memenuhi seluruh kursi Stadion. Mungkin hanya kursi pemain candangan yang terisi oleh orang Malaysia.
So, marilah kita berbenah diri. Bagi para pemain, teruslah berlatih. Bagi pengurus PSSI, hehehe... sudah banyak kritik yang terlontar rekan-rekan kompasianer lain. (Baca: Saatnya Kembali ke Kenyataan). Dan bagi Menpora Andy Malarangeng, harus lebih giat lagi bekerja.
Meski banyak tim yang kalah tak akan dikenang dalam sejarah, tapi percayalah, saya tetap mengenang dan mengabadikan kemenangan ini.
Salam Kompasiana!
[caption id="" align="aligncenter" width="585" caption="Aksi Suporter mendukung Timnas Indonesia di Ajang Piala AFF 2010. Anarkis? Tentu tidak! (Foto: Banar Fil Ardhi/Kompas)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H