[caption id="" align="aligncenter" width="496" caption="Petugas mengganti rumput yang rusak di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Senin (27/12/2010). Rumput rusak karena masuknya suporter ke lapangan hijau saat kericuhan pembelian tiket Final Piala AFF 2010 pada Minggu (26/12/2010) kemarin. (Foto: Dhoni Setiawan/KOMPAS)"][/caption]
Stadion Gelora Bung Karno (GBK) dipastikan akan menjadi saksi bisu keriuhan puluhan ribu penonton, yang menyaksikan pertandingan laga final leg kedua Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Indonesia, pada Rabu besok 29 Desember 2010. Tampaknya, kondisi Timnas Indonesia di ujung tanduk kekalahan, karena harus banyak mencetak gol ke gawang Negeri Jiran.
Mampukah Indonesia memenangkan pertandingan?
Bagi saya, jika ‘hanya’ kemenangan di pertandingan tersebut, pasti ada peluangnya. Terlebih, dukungan suporter Tanah Air akan memberikan semangat ke para pemain di lapangan hijau. Tapi untuk meraih “kemenangan mutlak” dan merebut Piala AFF, itu merupakan sebuah perjuangan berat yang harus dilakukan.
Mungkin banyak orang Indonesia termasuk saya, yang ingin mengekspresikan dukungan untuk Tim Garuda. Kegundahan hati ini sudah mencapai titik puncak, setelah adanya sejumlah kasus hubungan bilateral, yang pada akhirnya banyak merugikan kepentingan Indonesia. (Baca : Kapan Malaysia Meminta Maaf?)
Kekalahan 0-3 Indonesia atas Malaysia di Stadion Bukit Jalil 26 Desember lalu, akan membuat beban mental dan psikologis pemain. Jangankan untuk meraih “kemenangan mutlak” dengan banyak mencetak selisih 4 gol. Untuk mencetak angka seri saja, bagi saya itu merupakan muzizat.
Dan jika kalah? Wah, itu namanya musibah! Entah apa yang akan terjadi nanti, ketika penonton Indonesia menghadapi tim kesayangannya menelan pil pahit kekalahan. Bisa jadi, usai berjibaku mengantri tiket menjelang laga, akan diluapkan saat Malaysia berpesta menerima piala.
So, bagaimanapun juga Indonesia harus memenangkan pertandingan ini. Timnas harus berkonsentrasi penuh, meski kick off akan dimulai dengan hitungan jam dari sekarang. Pelatih dan manajer tim harus menyusun strategi jitu, agar komposisi pemain mantap bergerak di lapangan. Dan yang terpenting, para penonton juga harus menjaga sportivitas dengan tidak melancarkan aksi-balas dendam menggunakan cara curang melalui sinar laser.
Sepertinya tak ada gunanya balas dendam atas aksi penonton Malaysia di Stadion Bukit Jalil. Apalagi polisi akan menindak jika ada suporter yang kedapatan membawa senjata tajam, petasan, kembang api, atau laser ketika masuk ke Stadion GBK. Suporter yang membawa senjata tajam akan ditindak pidana, serta akan mengeluarkan suporter yang kedapatan membawa petasan dan kembang api.
Bagi sebagian penonton yang antri mendapatkan tiket, kemenangan adalah harga mati di Final AFF ini. Malah, kemenangan pertandingan Indonesia atas Malaysia ini adalah salah satu bentuk mempertaruhkan harga diri bangsa.
Tapi bagi saya, Tim Garuda harus memenangkan pertandingan secara mutlak. Bukan sebatas selisih memasukkan 1-2 gol ke gawang lawan, tapi harus menjebol banyak gol ke gawang Malaysia. Dalam sejarah sepak bola ataupun olah raga lainnya, tidak ada pemenang juara kedua yang mampu menoreh sejarah. Dan untuk 29 Desember mendatang, saya sudah tak sabar untuk menginjakkan kaki kembali di GBK Senayan.
Apapun harus dilakukan untuk sebuah kemenangan. Sama seperti yang dilakukan oleh pemain Argentina Diego Maradona ketika memenangkan Piala Dunia tahun 1986. Yang diingat setiap orang adalah kemenangan Argentina dan kontroversi Gol Tangan Tuhan "Hand of GOD". Publik sudah lupa, kesebelasan mana yang juara kedua di final dan kesebelasan mana yang diperdaya oleh Maradona lewat "Hand of God".
Maka dari itu, jangan sampai Malaysia menjuarai Piala AFF. Karena jika Malaysia menang, maka yang akan dikenang adalah Malaysia dan insiden laser. Bukan Indonesia!
Juara kedua atau runner up jarang sekali akan mampu diingat setiap orang. Setiap orang biasanya hanya mampu mengingat pemenang atau juara pertama dalam sebuah pertandingan, dan bukan tim yang kalah di partai final. Sama halnya di dunia bisnis, tak ada yang dikenang jika kalah mengakuisisi saham-saham terkenal. Di pentas politik pun demikian, tak ada yang dikenang jika hanya mampu pemenang kedua di Pemilu.
Dan yang terakhir, “kemenangan sesungguhnya” harus ditoreh oleh Timnas. Kemenangan itu adalah berhasil menjadi tuan rumah yang baik dan kalah ataupun menang dalam pertandingan tersebut. Kita memang kesal dengan aksi pendukung Malaysia, tapi saya enggak setuju kalo kita balas dengan tindakan anarkis, karena mencoreng nama Indonesia kalo anarkis. Saya lebih memilih mendukung secara sportif dengan cara memberikan yel-yel semangat saat Indonesia bertanding.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H