[caption id="attachment_104984" align="aligncenter" width="479" caption="Ketua Rombongan Komisi VIII, Abdul Kadir Karding memperkenalkan diri dan rombongan. Courtesy of: Dirgayuza Setiawan."][/caption]
SAYA tak habis pikir, kok bisa-bisanya rombongan anggota DPR RI dipermalukan oleh para mahasiswa di Australia? Insiden komisi8@yahoo.com yang ditampilkan di situs youtube, justru menampilkan ketololan orang Indonesia di negeri orang.
Saya setuju dengan Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti yang mengatakan bahwa pertanyaan pelajar Australia tentang e-mail anggota Dewan itu menjadi prinsipiil, ketika disoroti dari sisi transparansi dan tata administrasi.
Masak alamat e-mail saja tidak punya? Itu menunjukkan administrasi kacau balau. Apalagi di zaman masyarakat modern seperti sekarang, mengurus e-mail saja tidak becus. Mungkin dianggap sepele, tapi jadi prinsipiil. Bagaimana mau bicara hal yang substansi, untuk yang remeh-temeh tidak selesai.
Rekaman video tersebut langsung dilansir sejumlah media massa di Tanah Air. Awalnya saya tersenyum menahan tawa. Tapi akhirnya saya sangat malu menyaksikan tayangan tersebut. Ketololan demi ketololan terlihat dalam setiap adegan. ternyata kinerja wakil rakyat tak memenuhi harapan banyak kalangan, termasuk orang Indonesia di luar negeri.
Rombongan anggota Dewan yang studi banding tercatat sebanyak 16 orang, empat di antaranya berstatus staf ahli dan pegawai sekretariat DPR. Tapi ke-16 peserta rombongan ini belum termasuk istri dan anak yang turut serta.
Ternyata pertemuan dengan pelajar asal Indonesia pada 3 Mei 201 itu, menjadi mimpi buruk anggota DPR. Mereka bukan cuma disindir, tapi juga dipermalukan lewattayangan video di youtube!
Rasanya, sayang sekali dana yang dikeluarkan untuk studi banding DPR. Tahun ini, Sekretariat Jenderal DPR RI mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 100 miliar untuk membiayai kunjungan kerja para anggota dewan selama tahun 2011. Angka tahun ini tak jauh berbeda dengan alokasi anggaran tahun lalu sebesar Rp 107 miliar. Dan khusus untuk anggota komisi VIII DPR di Australia, menghabiskan anggaran hamper Rp 1 miliar.
Entah apa yang dilakukan rombongan DPR lainnya yang berkunjung ke luar negeri. Sampai detik ini, saya belum melihat hal bermanfaat atas studi banding ini. Saya jadi ingat pernyataan Uchok Sky Khadafi, aktivis Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Menurutnya, sepanjang tahun 2011, DPR mengalokasikan anggaran studi banding ke luar negeri sebesar Rp 105,924 miliar lebih. Nilai ini setara dengan dengan 2.301 beasiswa bagi anak keluarga miskin untuk menempuh pendidikan dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pagu beasiswa untuk anak keluarga miskin dari jenjang SD hingga perguruan tinggi tahun ini hanya Rp 46,038 juta per orang.
Itu artinya, perang sesungguhnya adalah 2.301 anak miskin melawan studi banding anggota DPR. Jika pimpinan DPR bersikap bijaksana mencoret dana studi banding dan dialihkan untuk beasiswa, maka ini adalah investasi negara untuk menciptakan 2.301 orang pintar di negeri ini. Sebanyak 2.301 orang pintar ini, tentunya bisa menggantikan anggota DPR yang tolol di masa yang akan datang. Minimal, mereka mengerti alamat email dan kegunaannya untuk berkomunikasi secara efektif.
Khusus kepada Teguh Iskanto dan Didi Rul, saya menyampaikan terima kasih sudah membedah ketololan anggota DPR, sekaligus membuka wawasan kepintaran kita. Tulisan berjudul Laporan Dialog Antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia dengan Komisi VIII DPR-RI di Melbourne, telah membuka mata hati masyarakat Indonesia.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H