Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Targetkan 8%: "Prabowo (tidak) Mimpi Kali Yeeee...!"

12 November 2024   13:07 Diperbarui: 12 November 2024   17:50 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pexels

Menghadapi ambisi besar menuju pertumbuhan ekonomi 8%, kita harus bertanya: apakah mesin ekonomi kita benar-benar siap? Dengan melihat kenyataan global, dunia saat ini tengah mengalami perlambatan pertumbuhan. Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global di sekitar 2,6%-3,3% dalam beberapa tahun mendatang. Di tengah tren ini, bisakah Indonesia bergerak lebih cepat melampaui batas rata-rata, atau justru akan terbawa arus yang melambat ini?

Selain tantangan global, kita dihadapkan pada masalah internal. Di satu sisi, infrastruktur memang sudah berkembang, tetapi di sisi lain masih ada wilayah yang tertinggal, yang artinya ada "rantai" di mesin ekonomi kita yang belum terhubung dengan baik. Bagaimana kita bisa mencapai kecepatan penuh bila masih ada bagian yang berjalan lambat? Bisakah kita mengatasi ketidakseimbangan ini?

Birokrasi yang lambat juga seringkali menjadi hambatan. Bayangkan mesin dengan suku cadang yang macet — apakah bisa kita perbaiki? Apakah semua kementerian dan lembaga dapat bergerak dalam ritme yang selaras tanpa adanya hambatan prosedural yang menghambat arus ekonomi? Di tengah target ambisius ini, sinergi adalah kunci, namun pertanyaannya adalah: bisakah kita mencapai sinkronisasi yang efektif?

Selanjutnya, tantangan sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sorotan penting. Kebijakan yang ambisius di tingkat pusat harus diterjemahkan dan diimplementasikan dengan cermat di seluruh wilayah. Bagaimana kita dapat memastikan roda ekonomi berputar dengan mulus tanpa adanya "gesekan" antara pusat dan daerah? Apakah mungkin untuk mencapai keselarasan dalam sistem transmisi ini sehingga mesin ekonomi kita bergerak tanpa hambatan?

Dengan semua hambatan ini, target 8% tampaknya seperti memacu kendaraan di medan berat dan berbatu. Pertanyaannya sekarang adalah: dapatkah kita mengatasi rintangan ini dan melesat menuju tujuan? Dan jika jawabannya ya, strategi apa yang dapat memastikan mesin ekonomi kita berjalan dengan daya penuh, tanpa tersendat atau terhenti di tengah jalan?

Mengoptimalkan Mesin Ekonomi Indonesia

Untuk memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia menuju target ambisius 8%, kita harus melihat potensi yang sudah ada dan bagaimana kita bisa mengoptimalkan "mesin" ekonomi kita. Seperti kendaraan yang membutuhkan bahan bakar yang tepat, mesin ekonomi kita memerlukan bahan bakar berupa kebijakan dan proyek strategis yang bisa mempercepat laju roda ekonomi.

Mari kita telaah beberapa elemen penting yang menjadi bagian dari mesin ini.

Hilirisasi Industri: Mempercepat Proses Produksi. Hilirisasi industri adalah kunci untuk mengoptimalkan nilai tambah produk dalam negeri. Saat ini, Indonesia masih bergantung pada ekspor bahan mentah, yang membuat perekonomian kita rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Untuk itu, kita perlu mendorong hilirisasi industri agar produk-produk yang dihasilkan tidak hanya berbentuk bahan mentah, tetapi juga barang jadi dengan daya saing tinggi. Jika kita analogikan dengan mesin, hilirisasi adalah bagian dari transmisi yang memproses energi menjadi output maksimal, mengubah bahan baku menjadi produk bernilai tinggi yang akan memberikan keuntungan lebih besar.

Efek Pembangunan Jalan Tol Sumatera: Mempercepat Aliran Ekonomi. Pembangunan jalan tol Sumatera adalah contoh bagaimana infrastruktur yang kuat dapat memperlancar aliran ekonomi. Jalan tol ini menjadi penghubung antarwilayah, mempermudah distribusi barang, dan mengurangi biaya logistik. Jika kita bayangkan roda ekonomi Indonesia sebagai sebuah kendaraan, jalan tol adalah jalur yang mulus dan cepat yang membuat kendaraan tersebut bisa bergerak tanpa hambatan. Infrastruktur yang kuat akan mengurangi gesekan dan membuat roda ekonomi berputar lebih lancar dan lebih cepat.

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN): Memindahkan Pusat Daya. Pembangunan IKN di Kalimantan Timur bukan hanya soal pemindahan ibu kota, tetapi juga upaya untuk mendistribusikan pusat perekonomian yang lebih merata. IKN dirancang untuk menjadi pusat pemerintahan yang modern, dengan berbagai fasilitas pendukung yang akan membuka peluang ekonomi baru. IKN akan menjadi bagian dari sistem transmisi yang menyebarkan energi ke wilayah-wilayah lain, membantu mempercepat roda ekonomi yang lebih merata di seluruh Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun