Mohon tunggu...
Yakobus Mite
Yakobus Mite Mohon Tunggu... Jurnalis - Perubahan itu Kekal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pemerhati Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Rakyat Ngada, Bu'e Wio

23 Desember 2022   20:45 Diperbarui: 23 Desember 2022   20:53 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi Bu'e Wio (Merdeka Mengajar)

Pada zaman dahulu di kampung Dolu hiduplah seorang gadis yang bernama "Bue Wio". Dia tidak menikah sampai usia tuanya. Ia berasal dari keluarga yang hidupnya pas-pasasan. Sekalipun hidupnya membujang namun ia adalah seorang pekerja keras, tidak kenal lelah dan pola waktu dalam menyelesaikan semua pekerjaan termasuk bekerja kebun. Hidupnya betul-betul hanya bergantung pada hasil kebunnya.

Pada suatu hari Bu'e Wio berangkat ke kebun. Dalam perjalanan dia teringat kalau ada sesuatu yang ia lupa, yaitu tempat sirih pinang dan pisau. Akhirnya Bu'e Wio kembali ke kampung untuk mengambil barangnya dan kembali lagi ke kebun. Tetapi sesampainya di tengah jalan, di tempat yang sama ia teringat kalau ada sesuatu yang ia lupa lagi yaitu anak ayam. Dia tidak pernah merasa lelah. Bu'e Wio pun segera kembali ke kampung untuk mengambil anak ayam dan kembali lagi ke kebun. Di kebunnya ada sebuah pondok yaitu tempat untuk beristirahat dan menyimpan hasil panenan.

Sesampainya di kebun Bu'e Wio meletakkan barangnya di dalam pondok dan anak ayamnya diikat di tiang bale-bale di bawah tanah. Sesudah itu Bu'e Wio mulai bekerja. Ia sangat rajin. Panas terik tidak dihiraukannya. Ketika hari semakin panas ia kembali ke pondok. Hari itu juga ia tidak mempunyai makanan untuk dimakan, kebetulan di dalam pondok hanya ada jagung tua dan kestela. Dia menggoreng jagung sebagai makan siangnya. Sesudah makan dia pergi bekerja lagi. Kebunnya lumayan besar, semuanya ada enam petak. Hari itu Bu'e Wio dapat membersihkan kebunnya sebanyak empat petak.

Hari sudah mulai soreh, Bu'e Wio istirahat bekerja dan mulai berkemas untuk kembali ke kampung. Dalam perjalan ke kampung di tempat yang sama seperti paginya ia teringat ada yang lupa yaitu anak ayam lalu iapun kembali lagi ke kebun. Setibanya di kebun, Bu'e Wio membuka pintu dan langsung masuk ke dalam pondoknya. Ketika ia sedang membuka tali ikatan ayam, tiba-tiba masuklah seekor babi hutan yang sangat besar.

Bu'e Wio sangat takut dan cepat-cepat naik ke atas pondok. Anak ayamnya dimakan habis oleh babi hutan. Tak lama kemudian muncul babi hutan lainnya yang besar maupun kecil dalam jumlah yang banyak. Bu'e Wio pun semakin takut dan diapun mencari akal, agar babi hutan tersebut dapat keluar dari dalam pondok. Langkah awalnya dia membuang semua jagung yang ada di atas pondok dan semuanya dimakan habis oleh babi hutan. Yang tersisa di atas pondok hanya kestela dan Bu'e Wio pun membuang kestela itu dan semuanya dimakan habis oleh babi hutan. Bu'e Wio semakin takut dan dia hanya berpasrah pada Tuhan.

Tiba-tiba saja semua babi hutan tersebut menggoyang tiang pondok, karena terus menerus digoyang, akhirnya pondokpun rubuh bersamaan dengan Bu'e Wio. Dengan cepatnya babi hutan menyerbu dan mencabik- cabik tubuh Bu'e Wio. Yang tersisa hanyalah rambut putih, gelang dan tulang-tulangnya. Sudah tiga hari orang-orang di kampung tidak pernah melihat Bu'e Wio. Kebetulan ada seorang bapak yang kebunnya berdekatan dengan Bu'e Wio. Hari itu dia berangkat ke kebun, ketika sampai di kebun ia melihat tulang-tulang berserakan di tanah. Dia mengumpulkan semua tulang belulang, rambut yang sisa serta gelangnya dan membawanya ke kampung. Setelah sampai di kampung ia menceritakan semua yang dilihatnya kepada orang-orang di kampung Dolu.

Keesokan harinya mereka bersama-sama membuat upacara adat untuk menguburkan semua tulang belulang yang tersisa di suatu tempat di Tua Woi lalu mereka memberi nama Rate Bue Wio". Rambut yang sisa tetap tersimpan baik oleh anggota keluarganya dalam "Sa'o Mai Wali suku "Kebo Gawe Lewa". Sebagai balas dendam atau benci terhadap babi hutan, maka keluarga bersama warga kampung Dolu membuat kesepakatan untuk berperang melawan bangsa babi hutan. Setelah tiba saatnya sesuai kesepakatan bersama dalam kampung itu, para tua-tua adat membuat ritual adat lalu kerahkan semua warga dalam kampung Dolu dan sekitarnya untuk berperang melawan babi hutan.

Dalam peperangan itu mereka berhasil membunuh semua babi hutan baik besar maupun kecil yang tersisa hanya satu pasang yang jantan dan betina diberi kesempatan untuk berkembang biak namun ada perjanjian bahwa warga kampung Dolu tetap bermusuhan dengan bangsa babi hutan sehingga sampai sekarang sebagai peringatan akan perjanjian, mereka dibuatlah satu tradisi adat dengan nama "Paru Witu".

Sampai saat sekarang pada setiap bulan Agustus selalu mengadakan tradisi diatas yang ditentukan dan dipimpin oleh tua adat yang merupakan turunan darah lurus dari "Bue Wio" yakni dari suku "Kebo Gawe Lewa" - Sa'o Mai Wali. Sebagai awal dalam tradisi di atas dibuat ritual adat "Leba Manu" (membunuh ayam dengan alat : batu atau sepotong kayu) yang ditemukan oleh sekelompok orang dari dalam suku dan kampung dalam proses tradisi adat tersebut. Sebagai imbas dalam proses ritual adat tersebut tidak hanya warga kampung Dolupore saja namun sampai wilayah Mataloko, Wolokuru, Gisi, Liba dan kampung Wogo yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan suku Kebo Gawe Lewa-Sa'o Maiwali Dolupore.

Ayam-ayam yang ditangkap dan dibunuhnya dalam perjalanan akan dibawa pulang ke "Loka" di Dolupore dibakar, dipotong lalu dimasak dengan cara "Po'o" (daging ayam di masak dengan alat dari bambu muda) setelah masak dimakan tetap dalam ritual adat. Setelah itu barulah mulai dengan kegiatan "Paru Witu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun