Mohon tunggu...
Jack Soetopo
Jack Soetopo Mohon Tunggu... -

Pensiunan Tk Becak, berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara yang kini tinggal di Denpasar, Bali.\r\nemail jacksoetopo@gmail.com, jack.soetopo@facebook.com or Please dial (571) 306-1588 or tinggalkan Pesan...................\r\ndiscoveramericaindonesia.blogspot.com\r\njacksoetopo.newsvine.com\r\n” What we think determines who we are. Who we are determines what we do. The actions of men or women are the best interpreters of their thoughts.”\r\nOur Thought determine our destiny. Our destiny determines our legacy.By John Locke.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Surat Harakiri: Dampak Gempa di Jepang

14 September 2011   19:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57 1063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_131397" align="aligncenter" width="300" caption="Tsunami Japan 2011"][/caption] Seorang petani, kira2 berumur 50 tahun, meninggalkan Surat Harakiri, dipapan tulis adalah salah satu dampak yang sangat mengilu dan teringang jelas diseluruh Jepang. "Seandainya tidak ada pembangkit listrik tenaga nuklir di sini, perjuangan saya akhirnya berakhir, " tulisnya. Beliau adalah salah satu dari banyak petani di daerah yang menjadi korban dari bencana gempa dan tsunami, serta krisis nuklir. Menurut Hiroyuki Ebinara, salah satu anggota Japan Agricultural Cooperatives, yang mengenal secara pribadi petani ini. Dimana, dia mencoba menengok dan menemukan petani ini menggantungkan dirinya di depan gudang milik petani ini. Beliau meninggalkan istri dan 2 anak. "Kami semua dalam situasi yang sama. Masa depan kami dengan kegiatan pertanian sehari-hari sepertinya tidak jelas, terutama karena kami tidak tahu berapa kompensasi yang akan diterima. Kami ingin TEPCO (Tokyo Electric Power Company) atau pemerintah untuk memberikan rencana yang jelas untuk biaya kompensasi. " Seorang petani sayur yang berumur 64 tahun dari Sukagawa City, Fukushima, juga bunuh diri di tengah larangan pertanian dalam krisis nuklir yang sedang berlangsung. Konseling layanan telepon 'Inochi no Denwa' di Sendai, salah satu kota terparah, adalah mempercepat pelayanan sosial untuk menangani kenaikan jumlah pangilan. Kazuko Demura, ketua organisasi, mengatakan, "Setelah gempa bumi dan tsunami, banyak warga benar-benar takut. Dalam pembicaraan ditelepon, semua orang mengatakan mereka ketakutan, terutama warga yang memiliki kesehatan mental. Sebagai contoh, di tempat penampungan, banyak dari mereka tidak dapat tidur, mereka tidak memiliki obat , sehingga kesehatan mental mereka semakin memburuk." Perlu di ingat, Jepang memiliki tingkat bunuh diri tertinggi di dunia - di lebih dari 30.000 kematian per tahunnya selama 13 tahun terakhir ini. Beberapa bulan sejak tsunami, efek secara mental masih sangat besar, kata Kazuko Demura. "Orang-orang berada di luar kesedihan," katanya, "Mereka merasa bersalah tentang apa yang terjadi dengan hidup mereka. Ada beberapa warga secara bertahap merasa tenang, tetapi mereka sering memiliki kilas balik dan tsunami menjadi trauma bagi mereka. Kemudian mereka mulai khawatir tentang masa depan.". Tetapi harapan dan keyakinan untuk bangkit kembali, terus didengungkan oleh Pemerintah dan beberapa organisasi kemanusian. Di seluruh wilayah ini, iklan pada bangunan, bus dan taksi memohon orang-orang Jepang ganbarou - atau Bangkit dan memenuhi tantangan. Konselor di 'Inochi no Denwa' mengatakan bahwa mental, banyak korban masih berjuang untuk berurusan dengan peristiwa 11 Maret, yang mengubah hidup mereka selamanya. Tulisan ini disumbang oleh Henry Sidgwell (voanews.com); Kyung Lah (CNN). Jack Soetopo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun