Mohon tunggu...
Jack Soetopo
Jack Soetopo Mohon Tunggu... -

Pensiunan Tk Becak, berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara yang kini tinggal di Denpasar, Bali.\r\nemail jacksoetopo@gmail.com, jack.soetopo@facebook.com or Please dial (571) 306-1588 or tinggalkan Pesan...................\r\ndiscoveramericaindonesia.blogspot.com\r\njacksoetopo.newsvine.com\r\nā€ What we think determines who we are. Who we are determines what we do. The actions of men or women are the best interpreters of their thoughts.ā€\r\nOur Thought determine our destiny. Our destiny determines our legacy.By John Locke.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Malaysia Gunakan Gerakan Gestapo, Apa Benar?

8 Mei 2011   23:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:56 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_106284" align="aligncenter" width="640" caption="Anak2 di boot camp Malaysia, dikaburkan gambarnya(by theStar)"][/caption] Washington DC. 8 Mei 2011. Tulisan ini saya buat untuk menanggapai mengenai peranan Malaysia di ASEAN, kali ini saya mengupas mengenai laporan dari CNN April 20, 2011 mengenai salah satu departemen pendidikan di satu negara Malaysia adalah mengirimkan anak laki-laki yang lemah lembut dan pemalu ke kamp boot untuk mengubah perilaku mereka. Yang membuat kemarahan dari guru dan aktivis di seluruh dunia. Dan juga setelah membaca tulisan yang sangat bagus oleh Julianto Simanjuntak, berjudul,"Mengubah Ketakutan Menjadi Kekuatan." Dimana Departemen Pendidikan Negara Terengganu menagkap 66 anak laki-laki dan mengirimkan mereka ke 'boot camp" bulan ini, sebagai bagian dari program yang katanya untuk membantu anak laki-laki menangani krisis identitas, seperti yang dilaporkan media di negara Asia. Boot camp ini memberikan pelatihan fisik dan kegiatan lainnya dan dirancang untuk mencegah anak laki-laki dari mengembangkan sifat feminin, surat kabar The Star melaporkan, mengutip Razali Daud, direktur departemen pendidikan itu. "Anak-anak yang terlibat dipilih dari sebagian besar sekolah di negara bagian ini," Daud seperti dikutip. "Mereka dengan hati-hati diperiksa sebelum pilihan terakhir dibuat." Daud berkata mungkin ada masalah besar bagi anak-anak tersebut jika perilaku mereka tidak diperhatikan. Dia mengutip beberapa faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini, seperti anak laki-laki dipaksa berpakaian pakaian anak perempuan, "karena orang tua menginginkan anak perempuan" atau anak laki-laki yang "dikelilingi oleh saudara perempuan."nya. Langkah itu bernuangsa homofobia sekali jadinya. Menurut Donna Guest, Wakil Direktur Program Asia-Pasifik dari Amnesty Internasional, menyesalkan tindakan yang "feed to stereotype jenis kelamin dan homophobia." Malaysia adalah negara anggota Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan, dan sebuah artikel di konvensi yang menyerukan negara-negara untuk memastikan bahwa stereotype gender tidak terjadi di tanah Malaysia, katanya. "Memulai sebuah kamp pendidikan ulang (brainwash) atau boot camp jelas2 bertentangan dengan Konvensi PDTP, sehingga mendorong pandangan masyarakat untuk melakukan diskriminasi terhadap semua orang lain karena orientasi seksual mereka." Donna Guest juga mencatat bahwa homoseksualitas adalah ilegal di Malaysia. "Amnesti menentang tidakan ini dan mendesak pemerintah Malaysia untuk mencabut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang,"katanya, menambahkan bahwa"siapa saja yang ditangkap semata-mata untuk menjadi gay kami akan mempertimbangkan sebagai tahanan hati nurani, mereka harus segera dibebaskan non-kondisional." Menteri Malaysia, Pembangunan Perempuan, Keluarga dan Masyarakat, Datuk Seri Sharizat Abdul Jalil menjelaskan bahwa kementerian memandang bahwa kejadian ini ā€œmencemaskan dan sangat memprihatinkanā€, dan mengatakan bahwa boot camp2 tersebut harus ditutup. "Pengalaman merasa di kucilkan berdasarkan karakteristik dasar dari seseorang merupakan pengalaman yang sangat trauma sekali, khususnya untuk remaja-remaja dan anak-anak . Seperti profiling dan diskriminasi yang memiliki dampak psikologis yang serius dan dapat merugikan perkembangan dan kesehatan mental anak-anak, karena mereka dihadapkan langsung serangan serta prasangka (olok2an) dari teman2 sebaya mereka dan anggota keluarga mereka dan masyarakat," katanya. Beliau mengatakan kamp-kamp melanggar Anak Act 2001, yang mengatakan, "Setiap anak berhak atas perlindungan dan bantuan dalam segala situasi tanpa memperhatikan pembedaan apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, asal social atau fisik, mental atau emosional cacat atau status lainnya. " Bersama Kelompok Aksi Kesetaraan Gender, sebuah koalisi organisasi Malaysia, mengatakan hal itu terkejut dengan kejadian tersebut, dan mencatat bahwa " cara mengidentifikasi dan menujuk langsung dimuka umum anak laki-laki yang bersikap pemalu dan lemah lembut sangat diskriminatif mendekati prilaku predator." Dikatakan departemen telah menurunkan arti peranan pendidikan, yang seharusnya mendidik dan mengayomi "memelihara "kepribadian dan bakat anak," "menghormati hak asasi manusia dalam persiapan untuk menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Ellen Kahn, Direktur Kampanye Hak Asasi Manusia Proyek Yayasan Keluarga (HRC.org) dan seorang pekerja sosial profesional, mengatakan "Kejadian ini sangat menyedihkan sekali bahwa anak laki-laki dipaksa mememasuki 'kamp-kamp maskulin' hanya karena beberapa orang dewasa tidak berpikir mereka cukup maskulin. ("Kelompok ini pembela hak-hak lesbian, gay, biseksual dan transgender yang berpusat di Washington DC.) "Hal ini adalah tidak bertanggung jawabnya orang dewasa - khususnya orangtua. Merasa malu dan menghukum anak-anak mereka, dan berupaya untuk mengubah anak-anak hanya menyebabkan kerusakan emosional dan mara bahaya. Kita harus mendengarkan saran dari The American Psychological Association, American Academy of Pediatrics, serta banyak para ahli lainnya, dan tidak lupa memberikan cinta kasih, serta dukungan dan pernyataan yang jelas untuk anak-anak kita terlepas dari ekspresi jenis kelamin atau orientasi seksual." Dalam KTT ke-XVIII ASEAN yang berlangsung di Jakarta tanggal 7-8 Mei, sudah seharusnya Negara2 ASEAN membicarakan mengenai hal ini karena menyangkup hak asasi manusia, wanita, dan anak-anak. Persoalan ini sangat penting dari pada hanya menghabiskan uang dalam berpesta ria, sedangkan masalah yang mendasar tidak dibahas dan dirundingkan serta mengambil konsensus bersama. sumber dilaporkan oleh Joe Sterling, dan wire staf dari CNN. Jack Soetopo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun