Mohon tunggu...
Jack Soetopo
Jack Soetopo Mohon Tunggu... -

Pensiunan Tk Becak, berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara yang kini tinggal di Denpasar, Bali.\r\nemail jacksoetopo@gmail.com, jack.soetopo@facebook.com or Please dial (571) 306-1588 or tinggalkan Pesan...................\r\ndiscoveramericaindonesia.blogspot.com\r\njacksoetopo.newsvine.com\r\n” What we think determines who we are. Who we are determines what we do. The actions of men or women are the best interpreters of their thoughts.”\r\nOur Thought determine our destiny. Our destiny determines our legacy.By John Locke.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Permen: Peluang Bisnis yang Menarik

29 Januari 2014   03:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:22 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_308900" align="alignnone" width="200" caption="permen jahe (detikfood.com)"][/caption] Denpasar, Jan 29, 2014 Sebagai seorang lulusan panti asuhan, saya dari dahulu sangat mengagumi bisnis membuat, mengolah, distribusi, retailer PERMEN. Permen atau sewaktu saya masih kecil, disebut gula-gula jahe, dan gulali. Bahkan sudah di export sejak tahun 1778, oleh penjajah Belanda ke Eropa, sebanyak lebih dari 5 ton. Di jaman pergolakan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, menurut legenda, para pejuang, mereka selalu mengantungi permen jahe, sebagai cara untuk terus bertahan dalam perang griliya, selain mesiu, nasi bungkus, dan kitab suci. [caption id="attachment_308901" align="alignnone" width="370" caption="yes24.co.id"]

1390941101276745675
1390941101276745675
[/caption] Kalau ke toko-toko pedagang China, dan tukang penjaja permen yang biasa disebut Bing Tang. Bentuknya seperti sate Madura, tetapi isinya mangga, klengkeng, aren, jambu, berry, sawo, salak, nangka, yang dilulur dengan cairan gula, ada yang gula jawa, gula putih, ada gula aren, dan coklat. Ada juga permen dari Sulawesi, yang biasa disebut permen kelapa muda campur jahe. Setelah saya pindah ke AS, saya menemukan banyak sekali permen2 mulai dari permen dari Itali, Prancis, Belanda (mirip Permen Indonesia), permen China, permen Jepang yang biasa disebut Ame. Ada permen maple, permen karamel, permen gummy, permen peppermint. Di tugaskan ke Jakarta, saya dan akhirnya memiliki anak, suka sekali dengan permen jahe, gulali, permen Sugus, permen karet, permen coklat, Bing Tang, dan yang paling mantap adalah permen manisan, dari Bogor, sampai ke Cianjur. Permen adalah bisnis yang sangat bagus sekali, karena menggunakan semua bahan dari dalam negeri. Mulai dari Nira, Aren, kayu manis, cabe, paprika, gula, garam, dan lain-lain. Di Purbalingga, masih berdiri pabrik permen dimana perlunya anak-anak sekolah dasar, sehingga mereka bisa belajar, bahwa bisnis permen saja bisa bertahan selama 3 generasi. Jika dikelola dengan sederhana, konservatif, dan kerakyatan. Permen adalah salah satu bisnis yang berkelanjutan, seperti bisnis informasi, bisnis warteg, bisnis transportasi, bisnis pertanian. Bisnis berkelanjutan adalah bisnis yang sudah memiliki pasar kosumennya. Bisnis yang sederhana, tetapi perlu ketekunan. Bisnis yang memiliki loyal konsumen. Bisnis yang memiliki repeat konsumen. Dan memiliki demografi market yang sangat lebar, mulai dari anak balita, sampai manula. Kalau di Indonesia, pasarnya 255 juta jiwa. Walaupun permen gulali bukan bisnis yang memiliki paten, tetapi jika para pembuat permen memiliki ramuan khusus, yang bisa dipatenkan. Oleh sebab itu, saya suka sekali dengan permen. Dan selalu fascinated dengan bisnis permen di Indonesia. Bagi Generasi Muda, pelajaran dari bisnis permen menunjukan bahwa apapun, bisnis yang anda akan lakukan, dasarnya harus Jelas, dan Sederhana. Dan yang terpenting adalah bagaimana mengolah bisnis dengan cara yang konservatif, dalam arti manajemennya yang sesederhana mungkin. Dan Cintailah apa yang anda lakukan, kan enak sambil jual permen bisa makan permen....Hahahaha Salam Permen Jack Soetopo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun