Kenapa banyak pandangan masyarakat luas bahwa Indonesia negara miskin? Tulisan ini setelah diskusi saya dengan salah satu warga Kompasiana yang sangat saya hormati, tentunya saya tidak ingin memberikan namanya disini. tetapi spirit beliau membuat saya tergugah untuk menapis pandangan yang ada selama ini. Yaitu bahawa negara Indonesia kita dan rakyanya adalah miskin.
Oleh sebab itu mari kita teliti kata MISKIN? apa arti MISKIN itu? dan dari mana kata MISKIN ini dalam kosa kata di Indonesia.
Miskin adalah bagian dari huruf M yang sedang popular di jaman teknologi sekarang ini, seperti mobile,mana, motor,makan,minum,maling, dan banyak lagi. Kosa kata Indonesia M adalah salah satu yg terkenal sekali. Kalau M adalah Primadonanya huruf yang dipakai sehari2.
Miskin dalam kosa kata Indonesia atau Malayu adalah tidak memiliki apa2. Tetapi kalau kita mencari2 di google banyak sekali artinya, di Idaho,AS adalah nama perusahaan daur ulang, ada nama belakang orang(last name), nama kota, nama hotel/motel, menurut wiktionary.org dalam bahasa Arab Turkish nya, berarti Ł
Ų³ŁŁŁ (miskin) (unfortunate)tidak beruntung, tidak memiliki apa2, tidak sukses, tidak berdaya.
Kenapa sebagian dari masyarakat memiliki pandangan seperti ini?
Padahal Miskin yang sebenarnya adalah mengartikan bahwa karena tidak berutung mereka menjadi miskin. Lalu pertanyaan kembali muncul kenapa banyak masyarakat menyamakan ratakan kata miskin?
Banyak masyarakat tahu bahwa Indonesia kaya akan alamnya, kaya akan masyarakatnya, cantiq, ganteng, pandai, penuh keramahan, hatinya bersih.
Saya jadi teringat perjalanan saya sebagai tukang becak membawa saya ke daerah terpencil di daerah Papua. Di satu dusun terpencil disana, saya berjumpa dengan warga yang ramah tamah, walaupun dalam perawakan fisiknya mereka menurut banyak orang yang belum mengenal suku aborigin atau papua aburigin atau african aborigin, tentunya menyeramkan sekali.
Salah satu tetua dari mereka menjelaskan keadaan hidup mereka, bahwa "This is our way of life, bersatu dengan nature so kindly give us rain dan fish and land. We took what we can to eat and for our family."
"Kenapa tidak memiliki kapal2 yang besar dan membuat bisnis yang besar?", saya tanya.
Beliau mengatakan, "Kami disini sudah cukup hidup seperti ini, cara tradisionil ini membuat kami bahagia."