Mohon tunggu...
Jacinda Claramuti Purnomo
Jacinda Claramuti Purnomo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fikom Unpad

Currently attracted to creative media

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Katanya 'Kota Kembang', Kok Masih Krisis Lahan Ruang Terbuka Hijau?

2 Juli 2024   18:35 Diperbarui: 2 Juli 2024   18:41 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan Padat Penduduk di Ciumbuleuit.Dokumentasi Pribadi Penulis: Jacinda Clarambar


Ruang Terbuka Hijau (RTH) telah menjadi bagian penting dari pembangunan dan desain perkotaan modern. Pengembangan RTH memiliki banyak manfaat bagi kehidupan perkotaan, baik untuk kelestarian lingkungan maupun kesehatan dan kesejahteraan psikologis masyarakat. Dalam bidang kesehatan mental, RTH telah terbukti meningkatkan kohesi sosial di antara warga kota dan mengurangi tingkat stres. Studi ilmiah menunjukkan bahwa akses ke Secara keseluruhan, kualitas hidup masyarakat sangat dipengaruhi oleh Ruang Terbuka Hijau. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan perhatian yang lebih besar terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk meningkatkan Ruang Terbuka Hijau dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Lalu, bagaimana realitas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung?

Menurut undang-undang No. 26 tahun 2007, Ruang Terbuka HIjau (RTH) Kota Bandung seharusnya paling sedikit 5 ribu hektar untuk luas 16 ribu hektar. Namun, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, RTH Kota Bandung hanya 12%, atau 1 ribu hektar, dari luas 16 ribu hektar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa masih adanya kekurangan lahan Sungguh disayangkan bahwa dapat diketahui masih adanya kekurangan lahan RTH jika dibandingkan dengan luas ideal Kota Bandung yang seharusnya, sungguh ironi. Karena Kota Bandung sendiri dinobatkan sebagai sebutan 'Kota Kembang' namun, sebutan itu tidak merepresentasikan realitas wilayahnya sendiri. 

Apa yang dipasarkan di media sosial dengan keadaan lapangannya tidaklah lagi sejalan, jika dilihat dari kawasan yang padat penduduk terbukti kalau minimnya batas antara jalan dengan rumah. Padahal sudah dicatat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007, Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman untuk mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika. Ruang terbuka hijau dapat didefinisikan sebagai area memanjang, jalur, atau mengelompok yang penggunaannya lebih terbuka, tempat tanaman tumbuh, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang ditanam secara sengaja. Realitasnya? Nihil.

Jika dilihat dari tren selama 5 tahun terakhir, dapat dilihat bahwa tidak adanya kenaikan yang signifikan dari setiap tahunnya. Menurut Open Data Bandung pada 2018 total keseluruhan luas RTH Kota Bandung sebesar 1,08 (ha), 2019 1,085 (ha), 2022 1,090 (ha), dan di tahun 2023 sebesar 1,13 (ha). Mengapa hal ini dapat dinilai tidak adanya kenaikan yang signifikan? Karena jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Bandung yang seharusnya, luas RTH ini masih dikatakan jauh dari harapan ideal. 


Sebagai gambaran jika penduduk Kota Bandung terdapat 2,5 juta penduduk namun luas RTH hanya sebesar 1 ribu hektar, sangat masih jauh dari harapan ideal. Karena Standar Nasional Indonesia (SNI) sendiri memiliki patokan luas agar sebuah kota dikatakan sudah mencukupi kebutuhan. SNI sendiri memiliki patokan jika terdapat 120 ribu penduduk dalam suatu kota, maka minimal dibutuhkan pula 2 ribu hektar sarana Ruang Terbuka Hijau. Dengan hal berikut maka, seperti apa regulasi dari pemerintah yang dapat menunjang isu ini?

Pengadaan RTH dapat dilakukan jika semua penduduk mematuhi aturan yang seharusnya. Misalnya, di pekarangan rumah harus terdapat paling tidak 10% RTH privat dan RTH tidak boleh dicampur dengan lahan lain. Dengan alokasi yang tepat, juga dapat membantu. Kemudian, meskipun harga lahan tanah terus meningkat, dia sendiri berpendapat bahwa sifat RTH adalah keuntungan tetapi tidak keuntungan. Namun, hal ini juga mungkin terjadi jika pemerintah daerah setempat memiliki anggaran yang memadai untuk membeli tanah dan digunakan sebagai RTH publik. 

Jadi kesimpulan bahwa mengapa Kota Bandung tidak dapat memaksimalkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) karena tingginya tingkat konversi lahan dari lahan pertanian, perkebunan, dan zona hijau menjadi permukiman dan hunian. Hal ini menyebabkan perubahan guna lahan yang terus-menerus, sehingga RTH publik tidak dapat dipertahankan dengan efektif. Juga adanya perhatian minim terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur minimal 30% luas wilayah kota harus dialokasikan sebagai RTH. 

Pemerintah Kota Bandung masih kurang memprioritaskan pengembangan RTH, sehingga luas RTH hanya mencapai 12,25% dari total luas wilayah kota, jauh di bawah standar yang ditetapkan. Lahan yang seharusnya dimanfaatkan sebagai RTH digunakan untuk keperluan lain, seperti permukiman dan hunian, sehingga tidak tersedia cukup lahan untuk pengembangan RTH. Karena melihat juga perkembangan jumlah penduduk yang semakin bertambah pesat, tidak sejalan pula dengan lahan yang seharusnya jadi patokan ideal dari tahun ke tahun, maka jika hal ini tidak diupayakan dari sekarang kedepannya akan semakin sulit juga untuk pengadaan lahan Ruang Terbuka Hijau.

Oleh karena itu, untuk meningkatkan RTH di Kota Bandung, perlu adanya kebijakan yang lebih komprehensif dan perhatian yang lebih besar terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah juga perlu membebaskan lahan untuk RTH dan mengubah fungsi lahan non-RTH menjadi RTH untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan menjaga lingkungan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun