Mohon tunggu...
jabbar abdullah
jabbar abdullah Mohon Tunggu... lainnya -

Pegiat Komunitas Lembah Pring Biro Mojokerto yang menggemari Ludruk Karya Budaya Mojokerto. MOTTO : "Jangan sampai kebudayaan bunuh diri dengan pedangnya sendiri." (M. Iqbal, Rethinking Islam)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wayang Topeng Jatiduwur; Catatan Singkat

21 September 2013   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:35 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

:: Wayang Topeng Jatiduwur; Catatan Singkat ::

Wayang Topeng Jatiduwur merupakan salah satu dari kekayaan budaya yang dimiliki Jombang yang kondisinya saat ini bisa dikatakan redup tapi tak mati. Meskipun begitu, para pengurinya masih ajeg latihan dengan segala keterbatasannya. Kesenian tradisi yang ber-locus di Ds. Jatiduwur Kec. Kesamben Kab. Jombang ini dihidupi oleh orang-orang tua yang usianya di atas 50 tahunan. Salah satunya, Pak Priyo. Dalam wawancara singkat di rumahnya, pada hari Minggu, tanggal 13 November 2011, pukul 20.00 Wib, dia mengisahkan secara singkat asal-muasal lahirnya kesenian Wayang Topeng Jatiduwur, tak terkecuali peristiwa-peristiwa mitos yang sampai hari ini masih berlelayapan dan “dirawat” di kampung Jatiduwur.

Menurut Pak Priyo, Topeng Jatiduwur hadir di Ds. Jatiduwur pada akhir abad ke-19. Pembuat topengnya bernama Mbah Purwo. Topeng Jatiduwur berjumlah 33 buah dan masih terawat dengan baik di rumah Mbah Hj. Sumarni yang diyakini sebagai keturunan keenam pewaris Topeng Jatiduwur. Sesuai dengan KTP terakhir , Mbah Hj. Sumarni lahir di Jombang pada tanggal 1 Juli 1940. Suaminya bernama (alm) Suwijo. Bersama anaknya yang bernama Sulastri Widyanti, Mbah Hj. Sumarni masih bersetia menjaga dan merawat 33 topeng Jatiduwur. Pada waktu-waktu tertentu, utamanya 1 Syuro, seluruh topeng diruwat dan diupacarai sesuai dengan tradisi yang sebelumnya pernah dilakukan. Kesenian wayang topeng Jatiduwur biasanya ditanggap oleh orang-orang yang punya nadzar (mewajibkan pada diri sendiri suatu perkara yang sebenarnya tidak wajib dilakoni). Dalam pertunjukkannya melibatkan beberapa pemain/ wayang orang yang bertopeng (sesuai kebutuhan lakon) dan seorang dalang serta para pengrawit. Lakon yang diangkat senantiasa merujuk pada cerita Panji, sebab wayang topeng Jatiduwur memang menjadi bagian dari budaya Panji yang berkembang di beberapa daerah, salah satunya di Jombang. Selain itu, ada pula Sandur Manduro yang terletak di daerah Kabuh, Kab. Jombang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun