kuliner tradisional khas Ciwidey, Jawa Barat, memiliki sejarah panjang yang begitu kaya. Makanan ini awalnya muncul sebagai cara tradisional untuk mengawetkan jeruk, mengingat daerah Ciwidey yang terletak di dataran tinggi memiliki hasil jeruk melimpah.
Kalua jeruk, salah satu produkProses pengolahan kalua jeruk dilakukan dengan teknik khusus, menciptakan manisan dengan cita rasa manis yang khas dan daya tahan lama. Bahan utama yang digunakan adalah jeruk bali yang berdaging tebal. Jeruk ini direbus bersama gula hingga menghasilkan tekstur kenyal dengan rasa manis yang memikat.
Sejarah Kalua Jeruk
Kalua jeruk telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Ciwidey sejak masa kolonial. Pada awalnya, pembuatan manisan ini ditujukan untuk memanfaatkan hasil pertanian yang melimpah sekaligus menghindari pemborosan. Selain itu, kalua jeruk juga sering digunakan dalam berbagai acara adat masyarakat Sunda, menjadikannya bagian penting dari tradisi lokal.
Eksistensi kalua jeruk tak lepas dari sosok Eneh Sutinah, seorang warga yang pertama kali memperkenalkannya di Ciwidey. Pada tahun 1925, Eneh membuka warung di rumahnya untuk menjual kalua jeruk. Awalnya, ia hanya membuat kalua sebagai camilan sederhana, namun rasanya yang unik membuat banyak orang datang membeli. Bahkan, tokoh-tokoh terkenal, termasuk Presiden Soekarno, pernah mencicipi kalua buatan Eneh.
Keunikan dalam Proses Pembuatan
Keistimewaan kalua jeruk terletak pada proses pembuatannya. Kulit jeruk direndam dalam air kapur terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa pahit. Setelah itu, jeruk direbus bersama gula hingga menghasilkan manisan kenyal dengan perpaduan rasa manis dan sedikit asam yang khas.
Selain itu, kalua jeruk dibuat tanpa bahan pengawet tambahan. Kandungan gula yang tinggi berfungsi sebagai pengawet alami, membuat manisan ini mampu bertahan dalam jangka waktu lama. Inilah yang menjadikannya populer di kalangan masyarakat lokal maupun wisatawan.
Diakui sebagai WBTb Jawa Barat
Pada tahun 2024, kalua jeruk secara resmi diakui sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat. Pengakuan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi terhadap nilai budaya dan sejarah yang terkandung di dalamnya.
Kalua jeruk dinilai memiliki nilai sejarah yang tinggi sekaligus menjadi contoh keberhasilan masyarakat Ciwidey dalam menjaga keaslian proses pembuatannya. Selain itu, produk ini juga mencerminkan ketahanan pangan lokal, di mana hasil pertanian dimanfaatkan secara kreatif untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi.
Dengan status WBTb, kalua jeruk kini tak hanya menjadi manisan biasa, tetapi juga produk budaya yang memiliki nilai historis dan ekonomi. Pengakuan ini membuka peluang besar bagi Ciwidey untuk menarik wisatawan yang ingin melihat proses pembuatan kalua jeruk secara langsung.
Selain menjadi oleh-oleh khas, kalua jeruk juga berperan sebagai simbol identitas budaya masyarakat Ciwidey. Keunikan rasa, teknik pembuatan, dan pengakuan budaya menjadikannya bagian penting dari kekayaan kuliner tradisional Indonesia yang patut dilestarikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI