Mohon tunggu...
Jabal Nur
Jabal Nur Mohon Tunggu... Administrasi - Tottenham Hotspur

Menulis Jurnal Perjalanan di www.saksara.xyz Kerjasama bareng bisa hubungi pariandopi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jaka Menunggu Monalisa

23 April 2019   08:51 Diperbarui: 23 April 2019   08:54 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika orang orang didunia ini menganggap bahwa monalisa adalah lukisan Da Vinci, semua itu tidk benar adanya. Jaka menganggap bahwa Monalisa benar adanya, dia benar benar ada. Hanya dia yang menganggapnya ada. Tidak satupun orang percaya padanya. Monalisa itu terus tumbuh dalam fikirannya. Setiap hari dirinya selalu saja menyebut nama itu, Monalisa.

Sore, selamat sore semuanya. Orang orang di tepi pantai sedang menata keindahan masing masing mata di pelupuk mata itu. Menatap pada senja yang sebentar lagi dibunuh oleh gelap. Temaram akan segera menikam keindahan itu. lalu mati dalam kegelapan, tak ada yang bisa menolongnya. Termasuk Jaka di pelipir pantai. Bukan, dia sedang duduk di tepi pantai. Melipat kaki, sendirian, dia hanya sendirian disana.

Ibu, bapak, anak anak bahkan tua bangke sedang berjalan-jalan santai di pelataran pantai. Sembari menikmati desir desir ombak. Senja, kata orang orang itu sangat indah. Tapi lain dengan Jaka sendiri, menurutnya itu lebih indah lagi. Lebih indah dibanding senyum seorang wanita yang kemudian hilang ditelan kenistaa. Selalu saja seperti itu.

Sore ini Jaka khawatir, khawatir dan takut jika saja Monalisa tak berada disana. Dia begitu merindukan Monalisanya di bibir pantai. Namun apa yang dilakukan Monalisa di bibir pantai pada sore seperti ini ? bukannya Monalisa harus pulang dan berkurung dalam bingkai foto? Tapi Jaka sangat meyakini keberadaan Monalisa di pantai sore ini. Katanya dia benar benar sedang disana.

Desir dan derai ombak mulai menghampiri kaki dan membasahai ujung jemari kaki Jaka yang berbau itu. Jaka mulai was was dan mawas diri akan harapan yang tak kunjung datang. Tak ada yang bisa ditatap terkecuali senja dikejauhan dan tingkah anak adam yang melipir disana. Monalisa tak kunjung datang. Hati Jaka mulai bercampu aduk, antara bahagia dan sedih. Akankah penantian ini benar benar berujung bahagia atau malah berbuah pada kemelaratan selamanya. Dimana, kapan, dan bagaimana.

Angin mulai bertiup dan senja itu mulai habis hilang dibunuh oleh temaram yang tak tau kondisi. Kapanpun itu, semuanya akan dilibas habis dan digilas tak karuan. Termasuk perasaan Jakayang ingin bertemu Monalisanya. Padahal sudah kubicarakan dengannya, dia tak mau juga menuruti perkataanku. Dia benar benar tak mau mendengarkanku. Akhirnya dia benar benar dalam keberadaan yang sesak akan penantian. Sungguh lama. Walau sebenarnya tak berapa lama.

Senja hilang, siapa senja? Entah. Kata orang orang seperti itu. Temaram kini menyelimuti seluruh permukaan pantai. Bukan senja saja yang hilang, orang orang yang sempat berlarian disana juga ikut hilang. Hilang, semuanya hilang. Tidak dengan Jaka, masih menunggu kedatangan wanita cantik itu, katanya. Dan katanya lagi bahwa Monalisa sudah berjanji akan menemuinya di bibir pantai sore ini. Lalu kutanyakan padanya, kapan dia mengatakan itu ? kata Monalisa saat mataku sedang tertutup rapat dama naungan mimpi semalam.

Oh Jaka, sebegitu bodokah dirimu. Seperti inikah dirimu Jaka dengan impian wanitamu itu. Maka kukatakan lagi padanya, dia hanya mimpi di sepertiga malam itu Jaka. Dia masih saja ta percaya itu. dia ingin melanjutkan ceritanya sendiri. Dia ingin menyambung naskah fiksi ini dengan caranya sendiri. Dia berdiri dan beranjak pergi lalu memasang muka masam. Raut wajah itu sungguh menyedihkan. Kaya kamu habis nyaleg, tapi tak terpilih. Dan saya sarankan jangan mengambil kembali uang sumbangan, apalagi sumbangan buat masjid. Loh, kok kesana. Lalu Jaka kemana?

Jaka sedang bepergian dengan Monalisanya. Kok bisa? Kan sudah kubilang tadi bahwa Jaka ingin menuliskan sendiri naskah fiksinya bersama Monalisa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun