Mohon tunggu...
Jasmine RQ Kaur
Jasmine RQ Kaur Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud RI Program Studi Diploma-4 Perhotelan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Festival Bakar Tongkang di Bagansiapiapi

25 Agustus 2020   19:30 Diperbarui: 19 Januari 2021   09:50 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ritual Bakar Tongkang memang sudah melekat bagi masyarakat Bagansiapiapi, Rokan Hilir, Riau

Ritual Bakar Tongkang adalah upacara yang dilakukan masyarakat bagansiapiapi untuk mengenang para leluhur yang telah menemukan Bagansiapiapi dan sebagai wujud syukur kepada dewa Kie Ong Ya. Sempat vakum selama masa pemerintahan orde baru, kini Festival Bakar Tongkang digelar rutin setiap tahunnya dimulai pada tahun 2000. Festival ini merupakan salah satu National Calendar of Event (CoE) dari "100 Wonderful Event" yang ditetapkan oleh Kementrian Pariwisata RI tahun 2020.

Jumlah kunjungan wisatawan Festival Bakar Tongkang pada tahun 2019 meningkat mencapai 76 ribu pengunjung termasuk wisatawan domestik dan mancanegara. 

Ritual Bakar Tongkang ini pertama kali dilakukan oleh para leluhur Bagansiapisiapi yaitu para migran dari Cina yang meninggalkan tanah air mereka kemudian menetap di negeri Lancang Kuning dan bersumpah untuk tidak kembali ke tanah air mereka lalu membakar tongkang yang menjadi tempat mereka berlayar. Ritual ini juga memiliki sejarah bagaimana asal mula Bagansiapiapi. Dalam kebimbangan kehilangan arah saat berlayar, mereka berdoa ke Dewa Kie Ong Ya agar kiranya dapat diberikan penuntun arah menuju daratan. Tidak lama kemudian mereka mengikuti lampu kunang-kunang yang berkedip-kedip yang secara lokal dikenal sebagai 'siapi-api' dengan berpikiran dimana ada api disitulah ada kehidupan dan akhirnya mereka tiba di daratan Selat Malaka.  

Pada puncak festival, pengunjung menanti kemana tiang akan jatuh. Warga setempat percaya bahwa arah di mana tiang utama jatuh apakah menghadap ke laut atau menghadap ke pedalaman akan menentukan nasib mereka di tahun mendatang. Jika tiang jatuh ke laut, mereka percaya bahwa keberuntungan sebagian besar akan datang dari laut, tetapi ketika jatuh di darat, maka keberuntungan untuk tahun itu sebagian besar akan datang dari darat.

Festival ini merupakan salah satu andalan sektor pariwisata Riau dengan banyaknya jumlah wisatawan yang tentunya akan meningkatkan perekenomian masyarakat sekitar. Seperti pada saat festival dan seminggu setelahnya pun wisatawan masih banyak mendatangi Klenteng Ing Hok King yang menjadi klenteng central, berdoa sambil membawa sesembahan dan banyak penjual peralatan berdoa berjejer rapi disekitar klenteng.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun