Mohon tunggu...
Jaahil Murokkab
Jaahil Murokkab Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hanya satu yang bisa benar-benar aku pahami dari hidup ini, bahwa aku semakin memahami ketidak-pahaman,\r\n\r\nSuatu saat kita semua akan berteriak,\r\nBahwa Kitalah Penjahatnya...!!!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kajian Cinta di Batas Ketinggian

6 Maret 2012   23:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:25 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Once Upon Time, Setelah melewati meeting panjang yang benar-benar melelahkan, kebingungan untuk menghibur dan mengistirahatkan isi kepala yang berakhir di warung kopi di seputaran Kampus Hijau STAIN Parepare, langkah kaki saya akhirnya berakhir di Sekretariat alias Basecamp MISPALA COSMOSENTRIS salah satu Organisasi Internal Mahasiswa STAIN Parepare. Seraya melepas lelah yang tak kunjung hilang, sebuah film sedang diputar oleh seorang kawan di Komputernya. Akhirnnya kuputuskan untuk menontonya. Film itu berjudul Vertical Limit.
Film ini bercerita tentang sekumpulan pendaki gunung dan tebing yang tengah menaklukan gunung terdahsyat di muka bumi, Himalaya. Dengan berbagai motif, ada yang karena uang, ada yang karena hobi, ada yang karena dendam. Diawali dengan sebuah cerita tentang sebuah keluarga yang sama-sama mencintai mendaki tebing, namun berakhir tragis dengan kematian sang ayah dan sekelompok pendaki lainnya. Lebih parah lagi, sang ayah, Royce Garret mati ditangan pisau sang anak, Peter Garret yang dipaksa olehnya untuk memotong tali agar pengait masih mampu menaham beban. Peristiwa ini menyebabkan kakak adik Peter dan Anne tidak bertegur sapa sekian lama. Peter yang hidup dihantui rasa berdosa atas kematian ayahnya, dan Anne yang membenci kakaknya yang dia anggap telah membunuh ayah mereka.
Cerita lalu bergeser ke gunung Himalaya, sekian tahun kemudian. Sekelompok pendaki berkumpul, atas inisiatif seorang milyader yang ingin meluncurkan perusahaan penerbangannya di puncak gunung. Dan disinilah berbagai cerita berlanjut. Sang milyader yang keras kepala memaksakan diri terus naik dalam kondisi cuaca yang ekstrim, sehingga mereka terjebak. Peter, yang mengetahui adik terkasihnya, Anne terjebak bersama sang Milyader, mengorganisir tim penyelamatan yang beranggotakan dirinya sendiri, Mogomentry Wick sang legenda Himalaya, Malcom dan Cyril, sepasang adik kakak yang unik, Kareem; seorang Muslim yang baik karena saudaranya Hasan ikut terjebak, dan Monique, seorang perawat yang perkepribadian unik.
Khas film Holiwood, film ini sarat aksi yang menguras adrenalin. Dan satu lagi, sarat nilai. Banyak sekali pesan dalam film ini. Namun, kali ini saya ingin melihat dari satu sudut lain : Cinta.
Ya..
Cinta yang menyebabkan Ayah Peter memaksa Peter memotong tali yang menggantung nasib mereka di tebing tinggi. Dia rela mati, mengurangi beban tali yang menggantung nasib mereka, agar kedua anaknya dapat melanjutkan hidup mereka. Cinta seorang ayah kepada anak-anaknya.
Cinta yang menghilangkan trauma Peter bertahun-tahun mendaki setelah sekian lama tidak berani menyentuh tebing setelah kematian ayahnya. Cinta seorang kakak kepada adiknya. Cinta yang membuat Wick bertahan selama 4 tahun, menunggu moment kembalinya orang yang dia yakin telah menyebabkan kematian istrinya. Cinta seorang suami kepada istrinya. Kecintaan  pada hobi mereka sebagai pendaki gunung pula lah yang mempertemukan Peter dengan Monique. Cinta pada lawan jenis.
Dan cinta pula yang menyebabkan Hakeem, seorang Muslim Pakistan tetap menjalankan ritual sholat di puncak dingin Himalaya, dalam perjalanan penyelamatkan 3 pendaki gunung yang terjebak. Cinta kepada Tuhan
Cinta membuat orang pantang menyerah. Menciptakan dendam yang tak terpadamkan.
Cinta bisa sangat indah. Bisa sangat menyeramkan.
So. Apakah kita masih memiliki cinta? Cinta seperti apa yang masih kita miliki?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun