Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor: 535/ Kpts/KPU/ Tahun 2014 tanggal 22 Juli 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 menetapkan:
a.Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 1 Sdr. H. Prabowo Subianto dan Sdr. Ir. HM Hatta Rajasa sebanyak 62.576.444 (Enam puluh dua juta lima ratus tujuh puluh enam ribu empat ratus empat puluh empat) suara atau sebanyak 46,85% dari suara sah nasional;
b.Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 2 Sdr. Ir. H. Joko Widodo dan Sdr. Drs. HM. Jusuf Kalla sebanyak 70.997.833 (Tujuh puluh juta Sembilan ratus Sembilan puluh tujuh ribu delapan ratus tiga puluh tiga) suara atau sebanyak 53,15% dari suara sah nasional;
Atas keputusan KPU tersebut kubu Prabowo Hatta mengajukan gugatan dan memohon Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan batal dan tidak mengikat terhadap keputusan KPU Nomor 535/ KPTS/KPU/Tahun 2014 karena adanya kecurangan penyelenggara pilpres secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) serta menyatakan perolehan suara yang benar adalah Prabowo Hatta 67.139.153 dan Jokowi JK 66.435.124 dan menetapkan Prabowo Hatta sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
Jika materi gugatan mengenai perbedaan hasil rekapitulasi perolehan suara Prabowo Hatta 67.139.153 dan Jokowi JK 66.435.124 dengan hasil menurut KPU masing-masing 62.576.444 dan 70.997.833; kubu Prabowo Hatta dapat dengan mudah memenangkan gugatan dengan membuat suatu daftar yang menunjukkan bukti di tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan/ desa dan TPS-TPS yang berbeda data C1 nya dengan yang dibuat KPU. Perbedaan hasil rekapitulasi perolehan suara akan dicocokkan melalui rekonsiliasi perolehan suara oleh MK hinggga dapat ditentukan berapa jumlah perolehan masing-masing kubu pasangan presiden dan wakil presiden yang sebenarnya. Sayangnya walaupun dalam gugatan memohon agar MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah Prabowo Hatta 67.139.153 dan Jokowi JK 66.435.124 namun tidak diuraikan di muka persidangan. Dengan demikian akan sulit bagi MK untuk mengabulkan gugatan bahwa perolehan suara yang benar adalah Prabowo Hatta 67.139.153 dan Jokowi JK 66.435.124.
Jika penekanan sengketa pada kecurangan TSM, kubu Prabowo Hatta tidak perlu menyatakan perolehan suara yang benar adalah Prabowo Hatta 67.139.153 dan Jokowi JK 66.435.124 dalam gugatan MK. Kubu Prabowo Hatta cukup menyampaikan laporan kecurangan yang terjadi di TPS-TPS pada saat pemungutan suara yang pernah disampaikan ke Bawaslu atau Panwaslu dan dibuat daftarnya. MK akan melakukan rekonsiliasi perolehan suara dengan acuan berdasarkan suara yang ditetapkan KPU dengan memperhitungkan jumlah suara yang berpengaruh pada perolehan suara yang dapat dibuktikan adanya kecurangan berdasarkan fakta hukum di muka pengadilan.
Apakah kecurangan TSM dapat dibuktikan terjadi pada TPS-TPS atau penyelenggara pilpres dan jumlah suara berpengaruh pada kemenangan pasangan calon presiden dan wakil presiden?
Setelah sidang mendengarkan keterangan saksi dan keterangan ahli, sidang pada hari Senin tanggal 18 Agustus 2014 merupakan sidang terakhir sebelum MK menggelar sidang putusan pada 21 Agustus 2014. Agenda sidang pada 18 Agustus 2014 adalah pengesahan bukti tertulis pada pihak Prabowo Hatta sebagai pemohon dan KPU sebagai termohon. Setelah pengesahan bukti tertulis, masing-masing pihak menyampaikan kesimpulannya kepada panitera MK tanggal 19/8/2014.
Tim hukum KPU yang pada 19 Agustus menyerahkan kesimpulan persidangan perselisihan hasil pemilu (PHPU) presiden dan wakil presiden ke MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu yang luber, jujur dan adil dikuatkan dengan surat Bawaslu nomor 09 tanggal 22 Juli 2014 yang pada pokoknya memberikan apresiasi kepada KPU karena telah melaksanakan pemilu secara transparan, jujur, dan akuntabel. Terkait dengan rekomendasi Bawaslu dan Panwaslu sesuai dengan tingkatannya, Bawaslu menyatakan bahwa KPU RI beserta jajarannya baik KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/ Kota telah melaksanakan rekomendasi Bawaslu. Tidak ada satu pun laporan di Panwaslu yang menyangkut keterlibatan penyelenggara pemilu dalam hal melakukan money politic atau mobilisasi pemilih, atau pelanggaran lainnya.
MK tentunya mempertimbangkan proses yang terjadi di luar sidang dalam melakukan rekonsiliasi perolehan suara dan implikasi hukumnya. Apakah pada masa kampanye pilpres ada kubu pasangan mengkampanyekan agar pemilih menerima saja politik uang, dan jika ada, pihak pasangan yang mana? Apakah pada masa kampanye ada kubu yang menyatakan mudah membeli parpol atau institusi, dan jika ada, pihak pasangan yang mana? Apakah ada laporan kecurangan ke panwaslu atau bawaslu atas pemungutan suara di TPS-TPS sebelum selesainya proses rekapitulasi suara KPU sebagai dasar adanya kecurangan TSM atau hanya dugaan kecurangan TSM yang baru dilaporkan? Apakah gugatan pihak yang menarik diri dapat diterima? Apakah keputusan atas DPKTb tidak akan berpengaruh pada legalitas hasil pemilihan legislatif sebelumnya?
Kita tunggu saja keputusan MK dalam PHPU yang merupakan keputusan final dan mengikat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H