Mohon tunggu...
Hidayat J. Hadian
Hidayat J. Hadian Mohon Tunggu... profesional -

Senang melihat dunia dari lubang kunci ...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membela Pikiran

13 Oktober 2011   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:00 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Membela Pikiran

Ada kejanggalan dalam fungsi pikiran yang dituang dalam artikel "Merenungkan Pikiran Erotis"(kompas,sabtu,20-12-08). Di sana pikiran ditempatkan dalam posisi inisiator yang justru mereduksi peran pikiran yang sebatas fasilitator. Pikiran pun tersudut menjadi biang keladi tindak laku cabul manusia.

Mosi pemojokan pikiran memang didukung konvensi bahasa. Ungkapan "pikiran cabul", "pikiran kotor", atau dalam artikel rubrik ini,"pikiran erotis", lumrah kita dengar. Karena pikiran dipahami sebagai "data base" aksimesum inilah, sampai-sampai para legislator harus memeras otak untuk "mengkerangkeng" pikiran. Usaha yang hampir sia-sia (jika tidak dikatakan tidak berguna sama sekali). Selain control pikiran tidak mungkin, juga salah sasaran.

Tentang pikiran

Pencapaian tertinggi umat manusia diperoleh dari hasil pemikiran dan mengkomunikasikannya. Manusia adalah hewan yang berfikir. Disadari atau tidak, Kita berfikir dalam berbagai kegiatan. Saat memecahkan soal sekolah, melamun, atau dalam upaya menjaga hubungan baik dengan tetangga, dan banyak lagi. Semua kegiatan manusia melibatkan pikiran.

Psikologi memberitahu kita bahwa secara simplistis pikiran terbagi dua; pikiran proposisional dan pikiran imaginer. Dua tipe ini berhubungan secara komplementer. Sehingga tidak mungkin bagi kita untuk mencecahnya ke dalam dua jalan yang berselisih. Keduanya bekerjasama dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia.

Saat berfikir secara proporsional, adakalanya pikiran kita diorganisasikan oleh susunan ingatan jangka panjang. Pikiran tentang keinginan menelepon teman, semisal, menyebabkan memori tentang percakapan yang telah Anda lakukan di rumah, yang selanjutnya menyebabkan pikiran tentang keinginan memberi kado tahun baru. Namun, pengorganisasian pikiran tidak hanya lewat memori. Jenis pengorganisasian lain yang terbukti ampuh membawa peradaban manusia ke puncak pencapaiannya adalah penalaran. Dalam kasus ini, pikiran membuat konsep dan kategori untuk digunakan lagi sebagai blok pembangun pikiran itu sendiri dalam mengklasifikasikan objek. Jadilah apa yang saat ini kita kenal sebagai proposisi. Yakni, sebuah pernyataan yang mengekspresikan suatu klaim faktual.

Deret pikiran kita acapkali berbentuk argumen, di mana salah satu proposisi koheren dengan suatu klaim yang ingin ditarik. Sedangkan proposisi lain adalah penalaran klaim, atau dasar kesimpulan tersebut. Kita mengenal tipe pikiran seperti ini dengan bentuk dan corak warnanya, sebagai logika. Yang pada tahap selanjutnya berevolusi menjadi matematika." matematika adalah bentuk dewasa dari logika," demikian ucap Russel.

Adapun pikiran imaginer adalah representasi visual manusia tentang realitas yang tampak. Manusia memvisualkan apa yang pernah dialaminya, atau apa yang "ingin" ia alami, dengan berpijak pada pengalamannya. Seorang anak petani di desa terpencil mengkhayal tentang masa jayanya berupa sawah luas dan kerbau yang beranak pinak. Sementara anak yang tinggal di kota berkhayal tentang mobil mewah dan rumah bagus. Seperti Minke muda yang membayangkan dirinya memadu kasih dengan ratu Wilhemina dalam Bumi Manusia, yang berbeda dengan imajinasi teman sebayanya.

Namun tidak semua proses imajinasi dilakukan secara sadar. Jika "sadar" yang kita maksudkan di sini adalah tingkat kesiagaan seseorang terhadap sebuah rangsangan, baik internal ataupun eksternal. Sebaliknya menurut Freud, yang dominan dalam diri manusia justru adalah dorongan alam tak-sadar. Freud meyakini bahwa, beberapa memori dan keinginan ditekan ke alam tak-sadar manusia, dan mempengaruhi perilaku manusia walaupun manusia tidak menyadarinya.

Ketidaksadaran ini berlaku bagi dua tipe pikiran manusia. Maka, adakalanya manusia sadar sedang menggunakan pikirannya, kadang-dan ini yang paling dominan-tidak sadar. Pada tahap selanjutnya, sesekali manusia sadar bahwa pikiran hanya alat, dan lebih seringnya tidak. Karena ketidaksadaran inilah, beragam ungkapan yang memojokan pikiran muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun