Sebenarnya Zarathustra adalah nama seorang yang dianggap suci oleh para pengikutnya, meski ia sendiri tidak pernah mengklaim sebagai orang suci apalagi nabi. Ia menganggap dirinya adalah seorang filsuf. Hidup di zaman kekaisaran Persia sekitar seribu tahun sebelum Kristus, atau mungkin lebih awal lagi tidak ada yang benar-benar tahu. Ia berasal dari daerah Iran utara atau sebelah utara Afghanistan juga sekali lagi tidak ada yang benar-benar tahu. Yang jelas ajaran-ajarannya tumbuh berkembang pesat di dalam kekaisaran Persia dan pengikut-pengikutnyalah yang kemudian membentuk mainstream keagamaan Zarathustra menjadi Agama dan sering disebut agama Zoroaster, penganut ajarannya dipanggil Zoroastrian.
Zoroastrianisme mengajarkan bahwa alam semesta terbagi ke dalam 2 kekuatan yang saling tarik-menarik, baik dan buruk, gelap dan terang, siang dan malam, putih dan hitam, kebenaran dan kepalsuan, kehidupan dan kematian. Dan manusia berada ditengah-tengahnya dalam proses tarik-menarik antara dua kekuatan itu. Ketika manusia memilih kejahatan, mereka memberi kekuatan pada kegelapan dan sebaliknya.
Zarathustra melihat drama dunia memberi kekuatan pada dua dewa, bukan satu atau banyak dewa, tetapi dua dewa. Ahura Mazda mewakili prinsip kebaikan dan Ahriman mewakili prinsip kejahatan. Kemudian para Zoroastrian melihat api sebagai simbol ikon yang merepresentasikan Ahura Mazda, yang kemudian mendorong sebagian orang mengatakan Zoroastrian sebagai penyembah api. Menurut Zoroastrian, mereka tidak menyembah api secara per se, bukan api itu yang mereka sembah melainkan Ahura Mazda. Kemudian ajaran Zarathustra berkembang, sebagian pengikutnya terkadang menyebut Ahura Mazda sebagai "Tuhan Maha Bijaksana" dan berbicara seolah-olah ia adalah pencipta alam semesta dan juga yang telah menjadikan dalam alam semesta ini dua kekuatan yang saling tarik-menarik. Disini kita melihat dualisme Zarathustra perlahan beringsut ke arah monoteisme, tapi tidak pernah benar-benar sampai disana. Akhirnya Zoroastrianisme Persia kuno menyakini dua dewa dengan kekuatan yang sama mengendalikan alam semesta. Dan manusia, sekali lagi adalah tali tambang diantara keduanya.
disadur dari buku "Dari Puncak Baghdad" Karya Tamim Ansary, Penerbit Zaman
J. Alamsyah, Kediri, artikelwirausaha.com
Manisnya Usaha Budidaya Ikan Cupang
Senyum Merekah Hasil Budidaya Ikan Gurameh Merah Padang (Hias)
Berbagi tak pernah rugi, silakan menyebarluaskan tulisan ini dengan tidak merubah apapun didalamnya
Lihat tulisan lainnya, silakan klik disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H