Mohon tunggu...
J. Alamsyah
J. Alamsyah Mohon Tunggu... profesional -

a cup of coffee life

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilih Agama atau Negara ?

14 Februari 2011   01:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:37 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tulisan yang tertunda, karena saya terpaksa menulis artikel lain (Admin:0, EA:1  ???) pada saat hendak memposting artikel ini.

Miris rasanya mendapati kenyataan kehidupan beragama di Negara kita mengalami disorientasi yang begitu akut. Pertikaian, perselisihan hingga adu kekerasan marak kita lakukan atas nama agama. Tidak ada yang salah ketika kita bertindak atas nama agama, yang salah adalah ketika kita bertindak "tidak beragama" kemudian meng-atasnama-kan tindakan kita tersebut dengan"atas nama agama".

Apa yang sesungguhnya sedang kita alami dan hadapi ? Negara yang kita klaim dengan "bhineka tunggal ika" nya ini tiba-tiba begitu mudah tersulut dalam api-api perpecahan. Seolah sekarang kita berada dalam situasi harus memilih satu diantara dua, Agama atau Negara ?  Kita, seperti tidak bisa menjadi umat beragama yang baik sekaligus menjadi warga negara yang baik. Sebaliknya jika kita memilih menjadi warga negara yang baik, kita seperti kesulitan menjadi umat beragama yang baik. Peraturan-peraturan yang ditetapkan negara ini seperti saling-bersilang dengan anjuran agama. Benarkah demikian ?, hingga kita harus memilih satu diantaranya, agama atau negara ? Mengurai benang kusut ini diperlukan banyak masukan dari berbagai pihak, dan ini hanyalah salah satu diantara sekian banyak pemikiran-pemikiran tersebut yang mudah-mudahan bermanfaat.

Sesungguhnya ini terjadi karena kesalahan kita dalam memahami konteks Agama dan Negara. Kita lupa bahwa agama berasal dari Tuhan, dan negara berasal dari kita. Agama adalah panduan hidup, guidelines dan cahaya bagi kita dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sedangkan negara adalah institusi, lembaga yang bertugas menjamin pelaksanaan kehidupan beragama itu agar berlangsung dengan baik sehingga agama bisa menjalankan fungsinya dalam memberi tuntunan hidup. Jadi Agama lebih tinggi dari Negara, dan ini yang kemudian kita lupakan. Kita kemudian menempatkan agama menjadi sama dengan negara, ditambah dengan kebebasan pasca reformasi kita semakin lupa diri yang secara perlahan menyeret kita untuk memperbincangkan, mendiskusikan (sampai disini tidak ada yang keliru), memperdebatkan hingga menghujat agama. Kita dengan mudah dan cepat berdalih bahwa semua kita lakukan atas nama kebebasan yang dijamin oleh Negara.

Kita kehilangan rasa hormat terhadap agama, kita kehilangan makna beragama dan kita kehilangan ruh ajaran agama yang kita anut. Sekarang, agama bagi kita tidak lebih dari sebuah obyek yang bisa kita pakai saat tertentu, bisa diubah sesuai kepentingan dan yang lebih parah bisa kita jadikan alat bagi kepentingan dan keinginan kita. Reformasi dan kebebasan, yang harus kita akui dengan jujur bahwa kita belum sepenuhnya siap dan matang untuk menerimanya, telah membelokkan dan membuat kita keliru dalam menempatkan Agama dalam kehidupan bernegara kita. Jadi, yang pertama kita harus mengembalikan Agama pada kedudukannya. Agama lebih tinggi dari Negara. Kita tidak boleh memberikan ruang bagi siapapun untuk memperdebatkan apalagi menghujat agama kemudian berlindung dibalik asas "kebebasan". Agama adalah keyakinan, dan memperdebatkan keyakinan adalah sesuatu yang sia-sia dan pasti berujung pada konflik serta perpecahan. Tentu kita tetap memberikan ruang bagi jalannya sebuah diskusi (ada perbedaan besar antara diskusi dan perdebatan).Jadi, menjaga kerukunan kehidupan umat beragama adalah dengan cara menjamin dan melindungi Agama itu sendiri dari segala macam gangguan dan ancaman baik dari luar maupun dalam yang mungkin menodai kemurnian dan kesucian ajaran agama tersebut.

Kedua, kita (dalam hal ini negara=pemerintah) harus tegas menjalankan hukum dalam rangka menjaga dan melindungi agama tersebut. Apa yang sekarang kita alami adalah buah dari ketidak-tegasan kita. Kita tidak menindak dengan tegas bahkan membiarkan benih-benih penyimpangan ajaran agama, perdebatan dan penghujatan ajaran agama dan bahkan penistaan ajaran agama. Maka, sekarang negara (baca: pemerintah) harus kembali mengambil dan menjalankan perannya dalam melindungi agama yang diakui oleh negara. Kita harus berani menindak-tegas segala bentuk penyimpangan, penghujatan dan penistaan terhadap ajaran agama yang kita akui keberadaannya bagi bangsa dan negara kita. Kita tidak boleh tertipu dengan "kebebasan dan hak asasi" yang selama ini kita dengungkan. Sebab, ketika melindungi kemurnian ajaran agama sejatinya kita sedang menegakkan Hak Asasi Manusia. Kita tidak akan kembali pada pola orde lama yang sangat represif meski sekilas tampak sama, sebab yang kita lakukan dan tujuan tindakan kita berbeda dengan orde lama.

Kebebasan yang diakui harus benar-benar kita kontrol, tidak boleh ada ruang bagi kita untuk memperdebatkan, menghujat, menyimpangkan dan menistakan ajaran agama yang kita akui dalam kehidupan bernegara. Dan tindakan yang tegas (benar-benar tegas) harus berani kita terapkan terhadap siapapun yang mengganggu kehidupan beragama, menyimpangkan dan menistakan ajaran agama. Bila tidak, kita akan terus berada dalam kondisi yang mengerikan, dimana yang kuat dan besar tidak lagi melindungi dan mengayomi yang kecil dan sedikit, sementara yang kecil dan sedikit tidak lagi menghormati yang kuat dan besar. Dan semua itu kita lakukan atas nama "kebebasan" dan "atas nama agama". Sehingga mudah-mudahan kita tidak harus memilih salah satu, agama atau negara, melainkan kita bisa memilih negara yang menjamin dan melindungi kehidupan beragama.

J. Alamsyah, Kediri, artikelwirausaha.com

Berbagi tak pernah rugi, silakan menyebarluaskan tulisan ini dengan tidak merubah apapun didalamnya

Lihat tulisan lainnya, silakan klik disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun