Jangan ge-er dulu deh para kompasianer, kalau saya menyebut bahwa istri saya luluh, leleh dan lunak karena kompasiana, itu bukan berarti cintanya kepada saya memudar, lalu terbagi dengan cintanya kepada kompasiana. Cintanya kepada saya, suaminya, justru semakin membuncah dan menggelegak penuh gairah ( srupuutt... hmmm...susu jahe buatan istri saya memang yang paling enak, terima kasih sayang ). Dan ini juga tidak berarti bahwa hati istri saya sekeras batu atau wataknya se-kaku baja. Sungguh, istri saya adalah wanita lemah lembut, pengertian dan penuh kasih sayang. Jadi kalau saya menyebut bahwa kompasiana telah sukses "meluluhkan" istri saya itu ada ceritanya, dan sekarang mari bersama-sama mengencangkan ikat pinggang dan duduk dengan rileks untuk mendengarkan kisah kita bersama ini. Lho...kok kisah kita ??? Iya, sebab saya yakin ada banyak kompasiana yang juga memiliki kisah seperti saya. Begini ceritanya...
Dua hari yang lalu, siang, dirumah sambil duduk bercengkerama, saya dan istri dikagetkan oleh bunyi ketukan pintu. Setelah saya buka, seorang pengantar paket lengkap dengan atribut jaket kebesarannya berdiri menyodorkan sebuah bungkusan berwarna coklat atas nama saya, paket. Saya menandatangani lembar penerima, menerima paket lalu mengucapkan terima kasih. Istri saya menyongsong, berjalan lemah gemulai, lalu bertanya " Apa mas ? ", duh suaranya itu lho...merdu sekali. Saya mengangkat dua bahu bersamaan tanda juga sama-sama tidak tahunya. Kamipun, saya dan istri, duduk berdampingan lalu membuka bungkusan itu. Ternyata, sebuah buku bersampul hijau muda dengan latar gambar "lambang Negara" bertuliskan " CINTA INDONESIA SETENGAH" dan gambar "love" berwarna merah menyala. Sebuah buku kompilasi kompasiana berjudul "CINTA INDONESIA SETENGAH". Dalam hati saya terkejut, wah ternyata beneran toh ini, ternyata buku yang berisi kompilasi tulisan warga kompasiana ini jadi juga diterbitkan, wah...wah...ternyata beneran. Bukan maksud saya untuk meremehkan lho, sungguh saya benar-benar terkejut juga bangga karena sama sekali tidak pernah saya sangka bahwa tulisan-tulisan saya dan ribuan kompasianer lainnya di "blog keroyokan" ( begitu Mas Akbar Pitopang menyebut Kompasiana ) ini mendapat apresiasi dengan diterbitkan menjadi sebuah buku. Sungguh saya benar-benar terkejut sekaligus bangga.
Lalu dengan sedikit wibawa yang dibuat-buat, saya berkisah kepada istri tercinta bahwa dahulu, jauh sebelum saya mempersuntingnya, tahun 2010, saya sudah bergabung bersama kompasiana. Sebuah wahana bagi saya untuk belajar menulis sekaligus sebagai tempat "pelampiasan" atas status jomblo saya yang kian menahun ( jujur saja...anda mungkin juga seperti saya he he he... ). Juga saya ceritakan keikutsertaan saya mendaftarkan artikel untuk diseleksi dalam sebuah program penerbitan buku. Lalu, singkat saja ya, soalnya ( maaf ) saya juga sudah mulai kehabisan kata-kata untuk merangkai cerita, artikel saya diterima dan lolos seleksi. Meski hanya satu artikel, sekarang saya punya buku yang didalamnya ada sebuah artikel dengan nama penulis : nama saya. Rasanya seperti...sesuatu. Tak sabar saya dan istri membolak-balik halaman buku dan setelah ketemu, istri saya membaca dengan tenang artikel tulisan saya, suami tercintanya. Saya tahu bahwa artikel saya yang meski hanya satu di dalam buku itu adalah yang paling baik dan paling bagus, kalau tidak mengapa wajah istri saya berseri-seri bercampur haru bahagia penuh bangga ? Sambil menatap saya ia berkata " wah hebat...ternyata suamiku seorang penulis ", lalu sebuah kecupan mesra mendarat di kening saya. Mmmuach... ( ayo yang masih menjomblo, segera menikah ). Nah, lalu dimana letak luluhnya istri saya oleh kompasiana ? Begini... Sejak menikah tahun 2012 lalu, saya menjadi jarang sekali menulis, termasuk di kompasiana. Dikarenakan begitu sayangnya, istri melarang saya untuk berlama-lama di depan laptop. Disamping tidak baik untuk kesehatan mata, juga karena banyaknya pekerjaan yang terbengkalai. Memang salah saya juga sih, jika sudah berada di depan laptop dan online, pasti dan pasti menjadi lupa waktu. Jadi istri saya sering marah-marah jika saya sudah terlalu lama menghadap laptop, tapi sungguh marahnya istri saya ini benar-benar karena cinta kok. Praktis dalam kondisi yang terbatas ( waktunya ) itu, susah bagi saya untuk menelorkan karya-karya hebat saya. ( susu jahe di gelas ternyata mulai dingin, pantas saja saya mulai melantur ). Tapi sekarang tidak lagi, istri saya tidak lagi marah meski saya berlama-lama berduaan dengan laptop lama yang baterainya drop hasil hibah dari adik saya. Bahkan sekarang segelas susu jahe hangat selalu menyusul setiap saya menyalakan laptop di pagi hari. Meski sebenarnya saya lebih banyak berselancar membaca berita, membuang waktu sekedar update status dan bukannya menulis seperti yang dibayangkan istri saya, hi hi hi... ( menulis kan butuh kebijaksanaan pikiran, sayang ). Kini istri saya "luluh" hatinya untuk tidak lagi membatas-batasi waktu saya berada di depan laptop. Bahkan saya disupport-nya, didukungnya dan didorongnya untuk lebih banyak melahirkan tulisan-tulisan yang enak dibaca dan dicerna serta yang paling penting tidak membuat pembacanya mengalami gangguan pencernaan. Seperti pagi ini, segelas susu jahe hangat datang bersamaan seiring tangan saya menekan tombol "ON" pada laptop diatas meja. Lalu disusul seuntai senyum manis... " Mas, ngomong-ngomong artikel yang diterima kemarin itu dapat honor ngga ? ". Tanya istri kepada saya. " Dapat dong...lumayanlah untuk jajan seminggu". Jawab saya. Senyum di wajah istri semakin lebar, ia lalu mengedip-ngedipkan matanya, dan sambil sedikit tertawa berkata " bagi doooong... ". Wah...wah...wah...keceplosan nih. Salam kompasiana.
Obrolan seputar wirausaha, Disini
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI