Pendidikan merupakan pilar fundamental dalam kehidupan manusia. Sejak awal peradaban, manusia telah menyadari pentingnya pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan karakter, pengembangan keterampilan, dan persiapan untuk masa depan (Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan 2020-2024, 2020; Sudarmono et al., 2021). Pendidikan berperan penting dalam mengantarkan manusia menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi diri secara maksimal, meraih cita-cita, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang fundamental. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas, tanpa diskriminasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk terus berinvestasi dalam pendidikan agar generasi penerus bangsa dapat menjadi insan yang cerdas, berkarakter, dan siap membangun bangsa dan negara (Patilima, 2021; Rencana Strategis Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan 2020-2024, 2020; Sumiati & Wijonarko, 2020).
Faktor penentu utama dalam mewujudkan pendidikan berkualitas yakni adanya guru yang kompeten. Guru yang kompeten tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mendalam di bidangnya, tetapi juga mampu mengajar dengan efektif dan inspiratif. Guru yang kompeten mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan kreatif, sehingga siswa lebih mudah memahami dan menyerap materi. Guru yang kompeten juga mampu menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan menginspirasi serta menjadi teladan, sehingga siswa lebih termotivasi untuk belajar dan membantu mereka untuk mengembangkan karakter yang baik. Pada akhirnya, guru yang kompeten mampu membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di masa depan (Prasasti, 2016; Satriawan et al., 2021; Sutikno, 2009; Turnip, 2019).
Satu di antara keempat kompetensi yang harus dimiliki guru berdasarkan UU Guru dan Dosen yakni Kompetensi Pedagogik. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam memahami peserta didik, merancang dan melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, dan mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi ini merupakan salah satu kompetensi utama yang harus dimiliki oleh guru untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional. Beberapa indikator kompetensi pedagogik guru yakni mampu memahami karakteristik peserta didik, mampu menyusun silabus dan RPP atau modul pembelajaran, mampu melaksanakan pembelajaran dengan efektif dan menarik, mampu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, mampu mengevaluasi hasil belajar peserta didik secara objektif dan komprehensif, mampu memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik serta mampu menyediakan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar dan berkembang .
Kompetensi pedagogik guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan kurikulum merdeka yakni menyusun modul pembelajaran berbasis proyek (Imania et al., 2022; Rahmawati, 2023). Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) telah menjadi sebuah metode pendidikan yang efektif dalam meningkatkan kompetensi peserta didik. Metode ini memfasilitasi peserta didik untuk belajar dengan cara yang lebih aktif dan kreatif, sekaligus mengasah kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. PjBL adalah pendekatan belajar dimana peserta didik terlibat aktif dalam proyek atau tugas yang memerlukan mereka untuk merancang, merencanakan, menyelidiki, dan menghasilkan produk atau hasil. Proyek tersebut biasanya multidisiplin, membutuhkan pemecahan masalah, pemikiran kritis, dan keterampilan berkomunikasi, serta biasanya berlangsung dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan kegiatan belajar biasa (Azzahra et al., 2023; Indriyani & Ramadhan, 2017; Jafnihirda et al., 2023; Rahmawati, 2023; Ramadhan et al., 2020; Wartika et al., 2021; Wulandari et al., 2023).
Namun demikian, masih terdapat beberapa guru yang mengalami kesulitasn dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka dan belum mahir menyusun modul PjBL, terutama guru di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Beberapa faktor yang menyebabkan kesulitan tersebut yakni, pertama, akses internet dan teknologi terbatas sehingga menyulitkan mereka dalam mendapatkan informasi dan bahan ajar yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Kedua, sekolah di kawasan perbatasan seringkali memiliki keterbatasan sarana dan prasarana, seperti ruang kelas yang memadai, buku pelajaran, dan alat peraga sehingga dapat menghambat proses pembelajaran dan implementasi Kurikulum Merdeka. Ketiga, Â lokasi yang jauh dan kondisi geografis yang sulit di kawasan perbatasan dapat menyulitkan guru untuk mengikuti pelatihan dan mendapatkan dukungan dari pihak lain. Keempat, minimnya pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan dari pemerintah dan pihak lain sehingga kurangnya keterampilan guru menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kebijakan pendidikan.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya seperti LPTK untuk terus meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai program pelatihan dan pengembangan profesional. Menyikapi kondisi tersebut, tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Dosen Jurusan PIIS FKIP Untan merasa perlu dan penting mengadakan pelatihan penyusunan Modul PjBL bagi guru di kawasan perbatasan Indonesia -- Malaysia, khususnya di Kabupaten Sanggau, sebagai upaya meningkatkan kompetensi guru. Guru yang kompeten adalah kunci untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dan generasi penerus bangsa yang cerdas dan berkarakter.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan dalam Pasal 36 bahwa kurikulum terdiri atas kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum. Pada pasal 38 dari peraturan yang sama, disebutkan pula bahwa kerangka dasar kurikulum dan struktur kurikulum menjadi landasan bagi pengembangan kurikulum satuan pendidikan. Dalam konteks Kurikulum Merdeka, kerangka kurikulum dengan demikian merupakan gambaran dasar dan rasional dari Kurikulum Merdeka yang dikembangkan dengan mempertimbangkan landasan yang jelas hingga menghasilkan rumusan tujuan kurikulum yang jelas, termasuk juga struktur kurikulum dan pembelajaran yang jelas. Kerangka Kurikulum Merdeka ini menjadi acuan bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan struktur kurikulum dan implementasinya dalam bentuk operasional atau kurikulum satuan pendidikan. Dengan demikian, kerangka Kurikulum Merdeka terdiri dari (1) tujuan Kurikulum Merdeka, (2) prinsip pengembangan Kurikulum Merdeka, (3) karakteristik pembelajaran Kurikulum Merdeka, dan (4) landasan Kurikulum Merdeka. Keempat elemen kerangka dasar tersebut menjadi landasan utama pengembangan struktur Kurikulum Merdeka.
Lebih lanjut, dalam konteks sistem pendidikan nasional, pengembangan kurikulum tidak lepas dari perumusan kebijakan pendidikan (Kirst & Walker, 1971; Priestley et al., 2021; Trowler, 2003). Di Indonesia, pengembangan kurikulum bukan hanya diwujudkan dalam bentuk kebijakan pendidikan, yakni melalui peraturan menteri yang menjadi dasar dan payung dari implementasi kurikulum, melainkan juga melibatkan perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan lain yang terkait dengan kurikulum. Dalam hal ini Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang diturunkan dari kebijakan sistem pendidikan nasional dirumuskan terlebih dulu sebagai acuan utama dalam pengembangan kurikulum. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 3 terdapat 4 (empat) standar nasional pendidikan yang secara langsung menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum, yaitu (1) standar kompetensi lulusan, (2) standar isi, (3) standar proses, dan (4) standar penilaian pendidikan.
Mengacu pada logika kebijakan pendidikan nasional tersebut, maka pemerintah merumuskan profil pelajar Pancasila sebagai gambaran ideal dari para pelajar Indonesia sebagai respons atas perkembangan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Kurikulum Merdeka dikembangkan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan efektif dalam menumbuhkembangkan cipta, rasa, raga, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila. Dengan kata lain, Kurikulum Merdeka dikembangkan untuk mencapai dan menunjang profil pelajar Pancasila. Berikutnya, Kurikulum Merdeka dikembangkan dengan merumuskan standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian pendidikan. Di sinilah kerangka dasar Kurikulum Merdeka diperlukan dan menjadi acuan dalam mengembangkan struktur kurikulum, termasuk juga menjadi acuan implementasinya.
Kurikulum Merdeka memiliki tujuan untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia serta menumbuhkembangkan cipta, rasa, dan karsa peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila. Dalam hal ini, konsep pelajar sepanjang hayat yang berkarakter Pancasila diwujudkan atau diuraikan dalam profil pelajar Pancasila. Rumusan profil pelajar Pancasila sejatinya mendasarkan pada pertimbangan terjadinya perubahan dalam konteks global yang harus direspons, termasuk terkait dunia kerja, perubahan sosial, budaya, dan politik, dan adanya kepentingan nasional terkait dengan budaya bangsa, nasionalisme, dan agenda pembangunan nasional yang merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
Tujuan tersebut kemudian diejawantahkan dalam bentuk perilaku yang lebih terukur, yaitu dalam profil pelajar Pancasila. Istilah "pelajar" atau learner digunakan dalam penamaan profil merupakan representasi seluruh individu yang belajar, sehingga diharapkan menjadi penuntun arah kompetensi tidak hanya bagi peserta didik, namun juga berbagai unsur yang terlibat dan pemangku kepentingan di dunia pendidikan. Profil Pelajar Pancasila dirumuskan sebagai "Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila".