Fungsi dan tujuan tersebut menerangkan dengan jelas bahwa fokus utama proses pendidikan adalah menghasilkan manusia yang berakhlak dan berilmu sehingga dapat dengan cerdas menyaring dan memanfaatkan kemajuan informasi dan teknologi yang ada demi penigkatan kualitas diri dan kemajuan masyarakat secara luas. Peningkatan kualitas pendidikan juga bukan semata-mata miliki masyarakat perkotaan dan modern, tapi menjadi hak seluruh warga Indonesia. Oleh karena itu, menjadi sebuah kewajiban bagi pemerintah agar pendidikan yang berkualitas dapat dengan mudah dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat hingga ke pelosok negeri.
Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas sebagaimana yang diharapkan, tentunya memerlukan dukungan semua pihak mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, kepala sekolah, guru, masyarakat, orang tua siswa dan siswa. Kesemua elemen tersebut memiliki tugas dan wewenang berbeda sesuai porsi masing-masing. Pemerintah pusat melalui menteri pendidikan bertugas merencanakan penyelenggaraan pendidikan dan menyiapkan alokasi dana untuk penyelenggaraan tersebut.Â
Pemerintah daerah menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat. Kepala sekolah bertugas mengatur pengelolaan sekolah masing-masing. Guru dan siswa bertugas melaksanakan pendidikan sesuai kurikulum yang telah ditetapkan. Sedangkan masyarakat dan orang tua siswa bertugas mendukung semua upaya peningkatan kualitas penyelenggaran pendidikan di sekolah, baik berupa dukungan dana dan ide-ide kreatif lainnya.
Namun, memang tidak dapat dipungkiri dari kesemua elemen tersebut, guru memegang porsi yang lebih besar dalam sebuah proses pendidikan di sekolah. Guru menjadi ujung tombak atau penentu keberhasilan sebuah proses pendidikan. Kurikulum yang ditetapkan pemerintah, alokasi dana dalam jumlah besar dan manajemen yang baik dari kepala sekolah akan menjadi sia-sia apabila guru yang mengajar di kelas tidak memiliki kompetensi yang diharuskan sebagai seorang pendidik karena guru merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan pembelajaran sekolah yang terlibat langsung dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan sangat tergantung pada perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Tugas guru bukan semata-mata mengajar (teacher centered), tapi lebih kepada membelajarkan siswa (student centered). (Rusman: 2011)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk menyikapi perubahan sosial yang terjadi diperlukan manusia Indonesia yang cerdas berakhlak; untuk menghasilkan manusia yang cerdas berakhlak diperlukan pendidikan yang berkualitas; dan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas diperlukan guru yang kompeten.Â
Adapun kompetensi seorang guru itu sendiri dibagi menjadi Standar Kompetensi Guru dan Kompetensi Dasar yang harus dikuasai guru sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi guru. Standar kompetensi yang dimaksud dikembangkan secara utuh dalam empat dimensi yakni; (1) kompetensi pedagogik; (2) kompetensi kepribadian; (3) kompetensi sosial; dan (4) kompetensi profesional, dimana keempat kompetensi tersebut memiliki kriteria masing-masing. Standar kompetensi tersebut masih harus ditambah dengan 10 kompetensi dasar yang harus dikuasai guru dalam proses belajar mengajar di kelas, yang meliputi:
- Menguasia bahan/ materi pelajaran;
- Mengelola program pembelajaran;
- Mengelola kelas;
- Menggunakan media dan sumber belajar;
- Menguasai landasan pendidikan;
- Mengelola interaksi pembelajaran;
- Menilai prestasi belajar siswa;
- Mengenal fungsi dan layanan bimbingan dan penyuluhan;
- Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah;
- Memahami dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan pembelajaran (Rusman, 2011:51)
Mengingat kompetensi yang harus dimiliki, tugas dan kewajiban yang diamanahkan serta beban moral yang semakin kompleks dengan majunya masyarakat dan berkembangnya IPTEK, maka sudah sepantasnya bila diberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap guru agar lebih menghayati haknya sebagai seorang guru profesional. Jaminan yang dimaksud berupa jaminan kesejahteraan yang ditopang oleh penghasilan yang memadai, jaminan kesehatan, jaminan untuk mengembangkan kualitas diri dan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan tugasnya. Ketentuan tentang jaminan guru ini juga sudah diatur dalam UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  pasal 40 ayat (1), yang berbunyi:
Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
- penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
- penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;
- pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
- perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan
- kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.
Hal ini juga dipertegas dengan pendapat beberapa pakar pendidikan nasional dan internasional, yakni sebagai berikut:
- Ornstein dan Levine (1984): Profesi guru adalah jabatan yang memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi dalam masyarakat;
- Sanusi et al (1991): Ciri utama sebuah profesi (termasuk guru) antara lain bahwa jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat sehingga memperoleh imbalan yang tinggi pula;
- Robert W. Richey (1974): Ciri profesional jabatan seorang guru antara lain adalah Guru diakui sepenuhnya sebagai suatu karier hidup;
- National Education Association (1948): bahwa profesi keguruan adalah jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen;
- Rusman (2010): profesi keguruan adalah jabatan dengan sistem imbalan yang memadai sehingga anggota profesi dapat hidup dari profesinya. (Rusman, 2011:25-32).
Pemenuhan jaminan sebagai konsekuensi terhadap pengakuan profesi keguruan dan peningkatan kesejahteraan guru telah mulai dilaksanakan dengan diberlakukannya sertifikasi guru baik melalui portofolio maupun jalur pendidikan. Dengan adanya sertifikasi ini, guru yang dinyatakan profesional akan mendapat tunjangan kesejahteraan senilai besaran satu bulan gaji pokok.Â
Dengan kata lain setiap bulan, guru tersebut akan menerima penghasilan dua kali lipat daripada penghasilan mereka sebelum sertifikasi. Peningkatan penghasilan ini akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan guru dan secara langsung peningkatan kualitas guru yang bersangkutan karena tidak dipusingkan dengan persoalan ekonomi dan hanya berfokus pada upaya mencapai tujuan pendidikan dalam proses belajar mengajar di kelas.