Mohon tunggu...
Izzuddin RH Izzul
Izzuddin RH Izzul Mohon Tunggu... -

Memaknai hakikat kehidupan sebagai bentuk pengabdian pada bangsa dan negara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Indahnya Budaya Gotong-Royong di Lombok

9 Juni 2012   02:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:13 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika anda pernah bepergian ke pulau Lombok atau hanya lewat saja, sudah barang tentu di sepanjang jalan anda akan menyaksikan begitu banyaknya tempat–tempat ibadah kaum muslimin, seperti masjid, mushalla, dan langgar. Arsitekturnya juga bagus dan memiliki hazanah keindahan yang tidak kalah dari tempat ibadah lain di negeri ini. Hal itu bisa terwujud karena masih kentalnya budaya gotong-royong pada masayarakat Lombok. Maka tidak heran jika pulau itu dikenal dengan seribu masjid.

Kenapa dijuluki daerah dengan seribu masjid? Karena masyarakat Lombok bukan hanya memiliki jiwa gotong-royong yang tinggi, tetapi juga dikenal dengan budaya beramal. Jadi anda tidak usah heran kenapa di setiap dusun di daerah itu pasti memiliki sebuah mushalla dan masjid, bahkan lebih. Ikhwal itu dikarenakan warisan leluhur berupa jiwa gotong royong masih melekat dan dirawat dengan baik oleh masyarakat Lombok.

Dari sisi ekonomi, masyarakat Lombok belum bisa disebut masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas, bahkan masih banyak warga Lombok yang hidupnya pas-pasan alias miskin. Namun, dari segi kebiasaan beramal untuk amal akhirat jangan ditanya lagi. Bayangkan, ratusan masjid mewah dibangun dengan swadaya gotong-royong. Mulai dari anak-anak hingga orang tua bahu membahu beramal dan membangun rumah ibadah.

Bagi warga yang tidak memiliki uang bisa menyumbangkan tenaganya sebagai pekerja. Ibu-ibu miskin jangan heran kalau mereka memikul pasir, batu, dan menyiapkan makanan bagi warga yang bergotong royong.

Budaya gotong-royong diterapkan juga saat ingin membangun suatu tempat ibadah. Mereka bermusyawarah terkait biaya yang digunakan dan yang lebih mengagumkan lagi, dalam masalah biaya pembangunan masayarakat pulau Lombok tidak menunggu dan mengharapkan adanya bantuan dari pemerintah. Karena biaya pembangunan dikumpulkan dari masyarakat melalui musyawarah dan mufakat. Maka tidak jarang ada para dhu'afa yang menyisihkan sebagian kecil dari hartanya untuk disumbangkan sebagai biaya pembangunan tempat ibadah tersebut.

Sebuah cerita nyata terkait pembangunan suatu mushalla di dusun Nyiur Tebel Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia atau sekarang lebih dikenal dengan Desa Persiapan Nyiur Tebel. Ada sebuah mushalla sederhana yang bernama Syihabul Akhyar yang didirikan sekitar tahun 1960-an dengan arsitektur yang sederhana.

Namun pada tahun 1998 warga Dusun Nyiur Tebel ingin membangun ulang dan memperluas mushalla tersebut, tetapi terkendala perluasan lahan. Di sebelah Selatan berbatasan dengan gang, sebelah Barat terdapat jalan raya, sebelah Timur dan Utara terdapat rumah warga. Keinginan warga untuk perluasan mushalla diungkapkan melalui musyawarah antar-warga. Hasilnya, warga Dusun Nyiur Tebel sanggup membayar ganti rugi kepada pemilik rumah H. Lalu Ayub sebagai pemilik rumah yang berada di sebelah Selatan mushalla Syihabul Akhyar.

Uniknya, sang pemilik rumah hanya meminta ganti rugi harga bangunannya saja, sedangkan tanahnya akan di wakafkan untuk perluasan pembangunan mushalla tersebut. Sungguh berhati mulia orang itu karena ikhlas mewakafkan tanah miliknya untuk perluasan pembangunan mushalla.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun