Pada tanggal 15 Juni 2020, Kemendikbud bersama gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 yang diikuti oleh beberapa kementerian telah mengumumkan panduan penyelenggaraan proses belajar mengajar pada tahun ajaran baru.Â
Dalam kegiatan yang dilaksanakan secara live steraming YouTube tersebut, Mas Menteri memberikan beberapa kebijakan dalam dunia pendidikan, salah satunya; pembelajaran tetap dilaksanakan secara online untuk tahun akademik 2020/2021.
Melihat keputusan tersebut, sontak memantik beragam reaksi dari para mahasiswa se-Indonesia raya. Bagaimana tidak? Lhawong kuliah di rumah tiga bulan saja udah pusing banget mikirin tugas. Apalagi semester depan masih lewat daring. Ya mbledos lah kepala baby.
Realitanya, yang semula para mahasiswa hanya sambat masalah kebanyakan tugas dan susah sinyal, kini macam-macam reaksi dan sambat mereka semakin berkembang. Dari pada mati penasaran, berikut beberapa reaksi mahasiswa ketika menyikapi kebijakan kuliah online yang akan dilaksanakan hingga akhir tahun.
Reaksi Mahasiswa Normal
Bagi mahasiswa normal, mengetahui kuliah semester depan masih dilaksanakan secara online adalah suatu kemuakan yang nyaris sempurna. Selain bayang-bayang tugas ramashok yang telah dirasakan pada semester sebelumnya, alasan menjengkelkan lainnya adalah kewajiban membayar biaya kuliah secara full meski tidak menggunakan fasilitas kampus dan seisinya. (Eh, dosen itu termasuk fasilitas kampus nggak ya?)
Kejengkelan tersebut sangat logis dan relistis, sehingga saya nggak perlu menjelaskan itu. Seorang yang tak berpendidikan pun pasti paham bahwa umat manusia sekarang sedang dalam cobaan yang amat berat.Â
Tentang ekonomi, kesedihan, nyawa, dan segala hal yang tidak terduga telah mencengkram seluruh kehidupan umat manusia di penjuru dunia. Tapi kenapa, di lingkup pendidikannya malah mencerminkan orang-orang yang tidak berpendidikan.
Seorang kawan pernah curhat kepada saya perihal kebijakan biaya kuliah ini. Ia merasa kecewa karena hanya mendapat potongan 250 ribu dari proses banding UKT yang telah ia jalani. Padahal proses yang ia lalui sangat ribet bin jelimet, tapi hasilnya tidak sesuai ekspetasi, malah cenderung mengecewakan
Kemudian saya tanya bagaimana reaksi orangtuanya setelah mengetahui itu.
Ia menjawab, "Kalo dari bapakku sih, lebih kayak legowo gitu, ia malah bilang ke aku 'ya sudah nggak papa, memang segitu rezekinya. Berarti Gusti Allah masih percaya sama bapak, kalau bapakmu ini masih bisa bekerja lebih keras lagi'. Ya gimana lagi, pokoknya kan sudah berusaha."
Mendengar pernyataan kawan saya itu, saya langsung geleng-geleng. Memang manusia Indonesia diciptakan Tuhan memiliki jiwa-jiwa yang besar.