Mohon tunggu...
Abdur Rahim
Abdur Rahim Mohon Tunggu... -

Tumbuh diperbukitan, di pedalaman desa Kota Tuban, 28 tahun silam. Sebagai anak gembala, aku tak pernah mencicipi bangku kuliah dan sekolahku hanya Aliyah. Pendidikan terakhirku adalah mondok di Ma’had TeeBee Surabaya dengan program HBQC (Human Boarding Quantum and Competency), menekuni bidang jurnalistik dan tulis-menulis dengan berhidmad menjadi kru Majalah. Tahun 2008 menerbitkan buku filologi (Mbah Djabbar), Februari 2012 menulis Antologi Puisi “Senandung Alam” bersama Lembah Penyair, juga Antologi puisi “Aku dan Pelacur” bersama sanggar Gladakan. Selain itu saya juga menulis biografi (Kiai Abil Fadhol) dengan judul Buku “Syaikh Abil Fadhol: Sang Mutiara langit”. Satu-satunya prestasi yang paling kubanggakan sampai saat ini hanyalah, aku menjadi pemenang diantara jutaan sperma, maka lahirlah aku, Izzuddin Abdurrahim

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Burungku Burung Garudaku

19 Maret 2012   17:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:45 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Burungku

burung garudaku

Dari manakah kau asalmu

Apakah dari negeri dongeng ataukah dari negeri mimpi

Hingga negara kami masih nglindur kini

Burungku

burung garudaku

Dari manakah kau asalmu

Apakah hanya sekedar khayalan

Hingga kami tak sadar-sadar

Burungku

burung garudaku

Mengapa kamu bisu

Apakah karena banyak makan batu

Kerikil dan aspal para pejabat hingga suaramu lenyap

Ataukah gara-gara bensin dan elpigi yang kau santap

Burungku

Burung garudaku

Mengapa kamu tuli

Ketika para pengemis dan pak tani meminta nasi di ladangnya sediri

kau ludahi

pejabat kau jilat

kiai kau kebiri

rakyat kau tipu-tipu dengan gambarmu

yang gagah itu

Burungku burung garudaku

Jikau kau memang nyata dan bukan mimpi

Pukullah genderang dadamu

Keriklah mulutmu dengan tahimu sendiri setiap jum’at legi

Agar kau bisa bernyanyi kembali

Lalu bernyanyilah lagu Indonesia raya

Bukan lagi lagu-lagu duka

Atau kau telah lupa dengan bait-syairnya

Bangunlah garuda

Jika kau benar-benar nyata

Kepakkan sayapmu, terus terbanglah meninggi

Jangan hanya diam diatas tugu kebanggaan

Juga jangan seperti singa dan lain-lainnya

yang berjatuhan dimana-mana

Tirulah burung gereja yang tak mau lagi tinggal di gereja

Ia menyewa masjid-masjid kosong

Mendenangkan shalawat nabi merdu sekali

Melebihi pak ustadz dan kiai juga santri

Yang ikut-ikutan tidur menikmati mimpi

Burungku burunng garudaku

Jangan berpura-pura tidur

Jangan lupa-lupa mendengkur

Atau kau memang benar-benar pulas

Menikmati kursimu yang malas

Jika kau tetap saja tuli

Jika kau Benar-benar membisu

Jika kau sumpal kupingmu dengan batu

Jika kau tetap asyik mendengkur

jika kau Cuma dongeng pelipur

maka biarlah ku ganti dirimu

dengan burung Mbrecew, atau kenari

yang pandai bernyanyi

Surabaya, 14 Februari 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun