Mohon tunggu...
Izzati Annisa
Izzati Annisa Mohon Tunggu... -

Mencoba berbagi dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

New Stage of Life: Reaching Master Degree

22 Oktober 2014   06:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:10 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


Apa yang kita inginkan belum tentu yang kita butuhkan. Apa yang kita butuhkan belum tentu datang di saat yang kita inginkan. Dan jauh sebelum itu semua Allah telah menuliskan segala sesuatunya di Lauh Mahfudh kemudian memberikan semua karunia-Nya itu pasti namun terkadang perlahan agar jadi pelajaran, tak selalu indah namun selalu ada hikmah dibalik cobaan, tepat waktu tanpa sedikitpun keterlambatan, karena setiap makhluk yang diciptakan-Nya sudah pasti dijamin akan memperoleh rezekinya masing-masing. Blang Krueng, 8/10/14

Mungkin paragraf di atas belum cukup mewakili rasa syukur atas segala rahmat dan karunia-Nya atas semua pengalaman yang telah saya alami beberapa waktu belakangan ini. Tapi yang pasti, bukan saja kesempatan besar yang saya akan kisahkan nanti saja yang saya syukuri, melainkan juga rasa syukur atas setiap orang terdekat, teman, kenalan, serta tokoh antagonis yang pernah berperan dalam skenario Allah kali ini.

Cerita ini berawal dari suatu pagi menjelang siang selesai saya sidang, seorang teman berjanji memberikan saya sebuah buku, sebuah novel tepatnya yang cukup tebal namun mampu mengubah pemikiran saya. Saya yang dulunya bercita-cita ingin segera menikah setelah lulus kuliah berubah menjadi cukup bersemangat mengejar mimpi kuliah ke luar negeri. Tapi niat tak jadi menikah itu bukan serta merta gegara si kawan yang cukup baik hati itu, namun memang karena skenario Allah yang lain yang menyadarkan saya bahwa ternyata saya memang tak berjodoh dengan seseorang yang kebetulan kejadiannya juga bertepatan dengan kelulusan kuliah saya jauh sebelum saya menyelesaikan novel hadiah tadi. Oya, perkenalkan nama teman saya itu Carina yang kemudian saya panggil Karin di cerita ini dan di kehidupan asli, hehe.

Novel dari Karin itu halaman awalnya terkesan berat sekali, sehingga saya malas membacanya di samping tebal luar biasa, tau sendiri donk baru siap skripsian malah disodorin yang kelihatan berat itu bawaannya eneg. Tapi saya coba bawa buku itu bersama saya ke dalam sebuah perjalanan ke Pulau Sulawesi, siapa tahu bisa membunuh waktu selama perjalanan di atas awan yang tak kelabu. Ternyata gagal juga sodara-sodara, malah teman saya yang keasyikan membacanya.

Melihat teman saya cukup tertarik dengan novel ini, saya jadi penasaran dan mulai membaca lagi. Ternyata bagian awal yang kelihatan berat itu cuma sedikit, selanjutnya saya jadi terpukau dengan isinya hingga saya tanamkan dalam diri saya bahwa saya harus sekolah ke Eropa, menyaksikan semua yang ada dalam buku ini, saya harus lanjut S2 ke sana, apapun ceritanya, saya nggak mau kerjadulu biar saja banyak yang berkata ba-bi-bu. Saya tak peduli, ini tekad saya, ini hidup saya, dan yang penting mamak saya sangat mendukung hal ini. Ya, hanya berawal dari sebuah buku, tapi sangat berarti bagi saya.

Setelah selesai segala seremonial wisuda lengkap dengan acara makan-makannya, saya pun dimudahkan berkenalan dengan IELTS, sebuah tes bahasa inggris yang menurut saya menjadi salah satu syarat mutlak saya ke Eropa. Mulailah saya berkenalan dengan IELTS, untuk bagian ini saya mau berterimakasih banyak buat sahabat saya yang cantik yang akan segera melepas masa lajangnya (sorry guys, she is taken and will get married soon) yang sering dipanggil Elly karena telah “meracuni” saya hijrah ke Kampung Inggris. . Makasih juga buat Ef Razy yang telah menjadi duta pare yang baik bagi kami, haha. Dan terima kasih juga buat orang pertama yang “memperkenalkan” IELTS dengan begitu indahnya kepada saya, he is my tutor, Yoga Nanda.

Namun karena suatu dan lain hal, eh gak deng, banyak hal sih, saya menjadi kurang fokus dengan IELTS. Apalagi ada beasiswa ke Australia, saya mulai melamar beasiswa ke Aussie berbekal nilai TOEFL ITP. Ini juga perjuangannya lumayan sedikit menguras tenaga, mungkin hanya teman saya yang bernama Rizki Anggun paling tau selain Allah dan makhluk-makhluk lain yang diizinkan-Nya untuk paling tau. Namun, sayangnya saya tidak lulus. Lalu, saya menyerah? Jawabannya kita cek di paragraf berikutnya.

Saya tidak menyerah, tapi tidak menyerah dalam artian masih sedikit berleyeh-leyeh menikmati nasib pengangguran. Niat saya bersahabat kembali dengan IELTS hanya tinggal niat setiap harinya, tak pernah benar2 serius. Namun saya sudah mulai berfikir dan wondering juga pada akhirnya tentang pemikiran orang-orang yang tahu tentang nilai kelulusan saya (yang bisa dikategorikan sangat bagus, Alhamdulillah) tanpa tahu cerita, cita2, dan perjuangan saya, bagaimana perasaan mamak saya dengan anaknya yang pengangguran dibanyak2in acaranya ini, dan bagaimana cara saya memenuhi keinginan beli ini itu, kan ga enak minta sama mamak kalo udah selesai kuliah, tabungan pun mulai nyengir-nyegir ngejek, ckckck. Miris !

Dan sodara-sodara, tes CPNS pun mulai dibuka, begitu banyak formasi yang dibuka untuk jurusan Akuntansi. Namun saya keukeuh ga mau ikutan meski saya harus mendengar cibiran, bahkan kadang saya dibilang sombong walaupun saya sudah mencoba memberi pengertian. Well, that’s life! (Tarik nafas dulu ya!). Dan akhirnya saya pun berakhir dengan menulis surat lamaran, banyak sekali surat lamaran, tapi bukan punya saya sih, cuma bantuin temen, katanya sih tulisan cakar bebek saya gak jelek :)

Setahun setelah wisuda pun tak terasa telah berlalu, rasanya sebentar sekali. Orang-orang sih melihat kehidupan saya dari berbagai sudut pandang yang berbeda (serasa artis); ada yang melihat saya pengangguran yang menyedihkan, ada yang melihat saya sarjana penuh keangkuhan, ada yang kepingin juga kayak saya yang asik jalan-jalan. Well, lagi-lagi itu hidup, saya sih kadang cuek, kadang mikir, kadang galau, kadang pasrah, jarang nangis kecuali di tikar mushollah..eaaaa (yang ini agak lebay).

Mau tidak mau, saya mulai terpengaruh. Anak mudi mulai galau. Mulai dari ikutan Job Fair di Jakarta yang gagal entah bagaimana memang sepertinya tak rejeki walhasil cuma temenin kawan aja, hingga coba-coba lamar MT Garuda Airlines, MT Pertamina, dan kisah kocak lamar ODP Mandiri bersama si adek leting. Hahaha. Ujung-ujungnya semuanya pehape, mulus di awal, kagak rejeki setelahnya. Memang nggak berjodoh dengan dunia kerja dan doa mamak saya tidak di sana, itu kesimpulan cepat dari saya, kalian mau simpulin apa sih ya terserah.

Sampai suatu hari di akhir Januari dua ribu empat belas, ada kabar gembira pemirsah! Kulit manggis ada ekstraknya (eh, salah waktu ya). Maksud saya kabar gembira itu adalah dibukanya aplikasi beasiswa LPSDM Pemerintah Daerah Aceh. Sebuah hawa segar bagi mahasiswa-mahasiswa kece eh kere yang mau lanjut kuliah ke dalam dan luar negeri. Saya sih tidak terlalu bersemangat lagi, malah udah semangat tes kerja, udah mulai pingin belanja ini itu yang butuh duit lebih, yah intinya udah mulai tak sanggup lagi menunggu ketidakjelasan waktu. Tapi, mulai dari mamak, abang, sodara2, hingga terimakasih juga buat seseorang yang sudah berbagi tempat kasur bersama saya selama kita berbagi cinta di sana sebut saja namanya Fitri yang telah memotivasi saya untuk mendaftar. E malah dia yang jadi gak jadi untuk daftar. Dan sekarang keadaan kami terbalik, dan ini juga biarlah saya dan Fitri yang berbagi hati. (Apasih, jangan negthink ya!) Oya saya juga bersyukur mendapat kesempatan berkenalan dengan Juju yang cukup membuat semangat saya termotivasi lagi, saya salut dengan semangat Juju.

Awal Februari pengumuman kelulusan administrasi online dan saya lulus! OMG! Kelulusan saya ini pertama kali saya share dengan Dhara, kenalan baru di Pare yang kemudian udah saya anggap saudara sendiri. Kenapa Dhara? Karena ngeceknya bareng Dhara di Bali House 2.

Saya malas pulang sebenarnya. Masih pingin nyari kerja di Jakarta, apalagi ada tawaran menggiurkan kerja di Kantor Akuntan Publik yang kala itu sedang butuh banyak karyawan. Dilema bingit deh. Tapi emak udah sedikit maksa sih, akhirnya saya mencari kamera buat lambai2 tangan tanda menyerah dan nyanyi pake instrumentnya So7 : “Aaakuuu pulang.... tanpa dendam, kuterima.. kekalahanku..” Namun tiba2 kamera off, mungkin suara saya kurang merdu.

Seperti sebuah takdir yang telah indah terukir, kepulangan saya ke Aceh hanya berjarak dua hari saja dari meletusnya Gunung Kelud, kebayang kan kalau saya ngotot nggak mau pulang cepat, saya jadi ga bisa pulang dalam waktu dekat dan sukses selfie bareng debu vulkanik namun gagal melengkapi berkas beasiswa. Oh Noooo!

Well, karena berkas saya memang sesuai dengan data asli yang saya lampirkan di online dan lengkap, alhamdulillaah saya lulus dan harus mengikuti lagi tes berikutnya. Tes yang bernama TPA sih aman, saya kanwaktu kecil pernah ngaji TPA juga (eh bukan TPA yang itu ya). Ya pokoknya alhamdulillah saya sudah melewati TPA itu. Namun ternyata sangat tidak menyenangkan dengan tes terakhir yang harus saya jalani. Saya udah bilang kan kalau saya ini jarang nangis, tapi untuk tes kali ini, saya bagaikan, ah tak perlulah saya ceritakan, yang jelas akan selalu saya ingat jika memang masih diizinkan Allah, dan faktanya adalah saya nangis setelah tes itu, nangis sebenar-benar nangis, nangis meusok-meusok kalo bahasa Aceh dan untuk hal ini saya berterimakasih kepada partner in crime saya kak Yuni yang sudah rela saya ganggu jam kerjanya dengan rengekan kagak jelas tiba-tiba gitu. Belum pernah saya nangis senangis itu, dan selama itu. Di motor, saat reka ulang kejadian, lagi2 isakan tangis muncul sampai akhirnya ketiduran karna menangis, eh ketidurannya udah naympe rumah dan di kasur loh ya, bukan di motor. Besoknya saat ingat hal itu setelah melihat beberapa files, air mata saya jatuh lagi. Pokoknya the worst thing ever lah. Sampai-sampai saya udah gak selera lagi dan sudah tidak antusias lagi dengan hasil tes beasiswa ini. (Lah bukannya dulu memang ga antusias ya? Hmm, kan udah sampe tahap ini bro, jadi mau ga mau jadi antusias sendiri :D)

Setelah beberapa kali penundaan, jreng jreng jreng akhirnya hasil akhir pun keluar. Dan sungguh hampir sesuai dugaan, saya semacam sedang berada di perahu kayu tanpa kendali di tengah laut diterpa badai, terombang ambing kagak jelas dengan status kelulusan dalam tanda kutip; lulus cadangan. Wow! Iki maksute opo... ora ngertos. Rasanya itu maju mundur cantik, maju mundur cantik, eh kok ketularan tante Syahrini ya. Udah pada liat belum videonya? Kalo belum sana gih googling dulu, beneran cantik kok, menara Eiffel nya! Nyiahahaha

Sejak saat itu saya semakin tak berselera, dan saya berencana untuk latihan IELTS secara mandiri, kemudian tes IELTS dan baru mendaftar universitas, setelah itu baru mencoba lamar beasiswa. Well, rencana lagi-lagi mulai tersesat dan tak tau arah jalan pulang yang berakhir dengan saya mencoba banyak hal sampai ikut tes pertukaran pemuda tapi apa daya memang ditakdirkan kelewatan, menyakitkan namun hikmahnya demikian membahagiakan. Hingga kegalauan hampir berakhir pada suatu hari saat sebuah whatsApp dari Ria, sahabat seperjuangan yang juga punya semangat baja mengabarkan bahwa tes ILETS akan diadakan di Aceh dan ini kesempatan langka, saya harus ikut!

Disitulah mulai rajin belajar IELTS, tapi tetep aja rajinnya setengah-setengah, cuma sering bahas soal listening and reading aja, writing dan speakingnya males kalau ga ada partner ( alasan!). Waktu semakin mepet dan saya harus menerima kenyataan bahwa saya harus terguling-guling di aspal bersama baju kesayangan saya, hingga untuk berjalan dan shalat pun saya susah. Seminggu keadaan saya begitu, alhamdulillah hanya seminggu karena memang banyak ujian yang harus saya selesaikan, mulai dari the real IELTS hingga tes masuk Unsyiah. Well, akhirnya saya tes magister Akuntansi Unsyiah setelah lelah bermain ulur waktu sama mamak, mamak sepertinya mulai lelah melihat anak gadisnya pengangguran hana jeulah meunan. Bahkan tes IAIN pun hampir saya ikuti, man beuo meunan bak peget proposal / makalah atau apalah itu karena saya memang selama ini mencari master tanpa tesis karena sudah lelah dengan skripsi, jadi gak jadi deh ikut tes itu.

Sebelum nilai IELTS keluar, saya sudah berniat dalam hati, ini adalah tes IELTS yang akan menentukan apakah saya masih bersikeras untuk kuliah overseas atau kuliah di Unsyiah saja. Tes ini mahal, tidak mungkin saya ngotot ikut lagi untuk kedua kalinya dengan membebankan mamak dan abang lagi secara saya belum punya gaji jika saya gagal dalam tes pertama. Target minimal 6.5, target harapan 7, target menghayal 8, target cet langet 9, dan target bangai 10.

Dengan persiapan pas-pasan saya tahu saya gak boleh terlalu berharap namun saya boleh terlalu banyak berdoa. Singkat cerita, nilai target minimal lah yang saya terima, betul2 pas-pasan karena nilai yang bagus itu di listening and reading (practice makes perfect terbukti), dan pas-pasan di writing dan speaking. Ef-wai-ai, syarat kampus yang ingin saya tuju adalah minimal 6.5 dengan tidak ada nilai di bawa 6 dan saya mendapatkan itu.

Mulailah saya sedikit mengulur waktu lagi mendaftar ulang Unsyiah, saya berharap sebuah miracle terjadi. Apalagi saat itu bulan Ramadhan saat saya memutuskan mendaftar di sebuah kampus setelah berulang kali buat akun di beberapa kampus di UK. Kenapa saya milih UK? Karena kebanyakan kampus di Uni Eropa lainnya mensyaratkan GMAT lagi selain IELTS untuk jurusan saya. Cuma di UK yang kebanyakan bebas GMAT. Kali ini saya realistis ya, secara GMAT itu juga mahal. Oya, kampus yang saya pilih pun seperti benar-benar dipilihkan Allah buat saya, mulai dari saya tidak bisa lagi mendaftar kampus lain karena deadline intake, hingga soal program belajar yang mereka tawarkan sangat cocok sesuai keinginan saya. Ah, Alhamdulillaah.

Saya mulai mempersiapkan segala dokumen yang harus diupload dalam diam, ya tak ada orang yang benar-benar tahu, bahkan saya tidak memberitahu mamak. Biarlah setelah saya diterima baru saya bercerita. Sudah terlalu banyak angan yang saya lukiskan kepada beliau tanpa hasil yang jelas, jadi kali ini biarlah cukup Allah yang Tau. Sampai suatu malam saat menyelesaikan Personal Statement , saya curhat disitu, intinya saya mohon kalau saya secepatnya dikabari tentang lulus atau tidaknya saya sebelum tenggat waktu pembayaran SPP dan registrasi ulang Unsyiah habis. Dan satu hal nekat yang saya lakukan saat itu adalah (I do NOT suggest u to do this) menekan tombol submit aplikasi padahal dokumen saya belum lengkap, yaitu dokumen referensi dari dosen. Semacam nekat orang pasrah karena memang saya sudah susah menghubungi dosen karena libur lebaran Idul Fitri sudah semakin dekat dan biasanya kampus di Aceh sudah mulai sepi dan akhirnya saya punya alasan ini untuk mengabarkan pihak kampus di sana melalui e-mail tentang ketidaklengkapan berkas saya. Semacam nekat berbalut malu meminta rekomendasi dosen karena saya mahasiswa yang lulus dengan IPK bagus tapi sudah hampir 2 tahun tak jelas juntrungannya ( Yes, you can judge me whatever you want! Udah biasa kok).

Sepertinya kepasrahan, rasa malu, dan tekad saya tak pernah sedikitpun diabaikan Allah. Apalagi memang saat itu bulan yang penuh perkah. Tepat saat azan Maghrib berkumandang menandakan yang puasa sudah boleh berbuka, di saat yang sama saya membuka handphone dan mendapat e-mail Conditional Offer dari kampus yang saya lamar, yang artinya saya keterima dengan syarat yang harus saya penuhi, syarat tentang kesanggupan biaya kuliah. Haru, speechless, hingga hilang selera makan padahal hari itu saya lebih lapar dari biasanya. Saya hanya meneguk air saja sambil berbagi kabar bahagia itu bersama keluarga kecil saya. Dan senangnya mamak setuju jika saya mempertanyakan lagi status cadangan saya kepada LPSDM. FYI, status cadangan berarti kalau ada yang lulus tanpa embel2 cadangan tidak jadi mengambil beasiswa ini, saya bisa menggantikannya. Takbir kemenangan mulai bergema di seluruh penjuru negeri, seakan ikut merayakan kemenangan kecil saya, yang telah saya nanti hingga hampir dua tahun berlalu. (mewek :’( )

Perjuangan belum berakhir sodara-sodara, tapi FTV yang menemani saya nulis malam ini udah selesai aja. Galau milih tidur apa lanjut. It’s 1:05. Tidur aja kali ya. Udah mulai gak fokus.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah mulai gak fokus malam itu dan disibukkan dengan berbagai persiapan keberangkatan, akhirnya saya kembali menulis malam ini (21 Oktober) dimana besok sorenya saya akan memulai journey extra miles saya.

Akhirnya setelah libur lebaran usai yang selama libur ini hati saya tak tenang meski kadang senang karena diselingi dengan beberapa kejadian yang terkenang. Setelah aktivitas kantor kembali normal, saya segera memacu motor beat putih saya ke LPSDM dan mempertanyakan nasib saya. Di situlah saya mulai berbicara serius dengan koordinator Eropa LPSDM yang bernama kak Laila. Langsung saja saya sampaikan tentang kondisi saya yang harus segera mendapat keputusan karena Unsyiah juga menunggu sebuah kejelasan. Saat itu, jawaban kak Laila sama seperti jawabannya di e-mail yang pernah saya kirimkan sebelumnya bahwa kak Laila tidak bisa mengambil keputusan serta merta begitu saja, harus berdiskusi dulu dengan Koordinator yang lebih tinggi, dalam hal ini adalah Ibu Suraiya. Alhamdulillah hari itu setelah kak Laila berdiskusi singkat dengan ibu, saya diterima. Katanya British Council juga akan bekerjasama dengan LPSDM dalam hal bantuan dana pendidikan, jadi jika ada yang status cadangan seperti saya yang sudah memiliki LoA, terima saja.

Sebuah perasaan lega dan bahagia mendengar kalimat sederhana namun penuh makna dari kak Laila. Hari itu juga saya minta dibuatkan Letter of Sponsorship dari LPSDM agar saya bisa segera juga memperoleh Unconditional Offer Letter dari kampus yang telah memberikan saya Conditional Offer.

Beberapa kali berbalas e-mail, singkat cerita meski sebenarnya panjang, saya memperoleh Unconditional Offer dan setelahnya saya juga memperoleh CAS yang akan dibutuhkan untuk pengurusan visa ke UK. Dalam proses ini pula saya yang tadinya hana meupeu malee sudah berani untuk meminta surat rekomendasi kepada dosen-dosen saya dulu. Hehehe

Baru kali ini saya mengurus visa sendiri, jadi ada hal-hal yang tidak familiar bagi saya yang mengharuskan saya melakukan blogwalking, mencari cara menghubungi orang terkait, hingga terus berdoa agar dimudahkan. Hingga setelah konfirmasi pembayaran selesai, saya berangkat ke Jakarta untuk submit dokumen dan wawancara.

Selama di Jakarta, saya tinggal di rumah Dhara, seorang kenalan saat belajar di Pare yang sudah saya anggap seperti saudara saya sendiri. Dhara pula yang menemani saya dan Khaira untuk pengurusan visa, mulai dari Medical Check Up TB yang harus kami jalani terlebih dahulu di RS Premier Bintaro hingga proses submit visa ke Kuningan City yang juga cukup meninggalkan cerita unik tersendiri bagi kami (diantaranya bisa berbagi kursi bersama banci hingga ngejar-ngejar bis sampe bolong kaos kaki) . Dhara benar-benar tourguide yang baik meski belum banyak tau arah, hehehe. Semoga kebaikan Dhara dibalas dengan yang lebih baik lagi oleh Allah.

Setelah semua pengurusan selesai, saya pun sempat bertemu dengan teman-teman yang sedang mengikuti pelatihan kerja di daerah Kemang (Eca, Heny, Yara), dan juga bertemu dengan teman-teman lain yang juga membuat saya cukup menikmati Jakarta kala itu, apalagi pas ketemu Owen, Reza dan kawannya plus Karin, Anggi, dan kakaknya di Lotte Avenue Mall, wiiih jadi suka selfie sendiri soalnya banyak artis koreanya termasuk Lee Min Ho, kapan lagi coba poto bareng artis (meski artisnya rata alias cuma pajangan doank, :P). Belum lagi nikmatin Ayam Tangkap khas Aceh Rayeuk bersama senior di kampus dulu (Bg Kiki, Ka Tania, n Bg Langgeng). Lengkap sudah semuanya meski ada secuil asa yang tak terlaksana :)

Minggu-minggu berikutnya adalah menunggu hasil visa. Alhamdulillah, tak sampai tiga minggu meski saya menggunakan jasa reguler, hasil visa saya sudah keluar dan kali ini pun saya harus berterimakasih kembali kepada Dhara yang telah sudi berlelah-lelah dari Tangerang ke Kuningan dengan kondisi Jakarta yang begitu macetnya untuk mengambil hasil visa dan mengirimkannya lagi ke saya. Alhamdulillah, visa saya diterima.

Setelah visa diterima, barulah lega kedua terasa, saya sudah mulai terbuka jika ada yang bertanya. Tapi tetap masih memilih bercerita kepada orang tertentu saja hingga saya berhasil memesan tiket. Setelah pembayaran tiket selesai melalui sebuah travel yang dihubungkan oleh skyscanner, saya mulai menyebarkan informasi ke orang-orang yang saya rasa perlu saya kabarkan. Ada juga orang-orang yang sebenarnya ingin saya kabarkan, namun saya memilih diam saja, atau memilih menunda hingga saya benar-benar di sana.

Proses tiket selesai. Namun ada satu masalah lagi yang harus kami selesaikan. Akomodasi. Ya, tentunya saya harus sudah jelas donk mau tinggal dimana begitu tiba disana, ga mungkin donk menggembel walaupun Cuma semalam, di sana kan nggak kayak di sini yang bisa cari mushalla buat numpang bentar. Dan pilihan kami berakhir di akomodasi kampus. Memesan akomodasi kampus secara online dengan pembayaran yang juga agak merepotkan membuat kami harus meminta tolong juga kepada beberapa kolega. Dalam hal ini saya juga bersyukur sekali bisa berkenalan dengan bg Rinal yang telah banyak membagi pengalamannya dan juga membantu kami dalam hal akomodasi ini, juga terimakasih kepada kak Devi yang udah bersedia kami repotkan untuk urusan pembayaran akomodasi, apalagi akomodasinya susah banget dihubungi, dan baru malam ini (di sana masih siang) kak Devi berhasil melakukan transaksi. Semoga Allah mengganti kebaikan mereka dengan yang lebih baik.

And here I am, yang tinggal beberapa jam lagi melangkahkan kaki menuju bandara International Sultan Iskandar Muda, sebuah langkah awal tahap dua untuk melakukan perjalanan es-dua. Saya harap cerita saya ini bisa menjadi rekam jejak tentang lika-liku perjuangan saya yang tidak mudah dan bisa menjadi motivasi juga buat yang membaca.

Dalam perjalanan hidup kali ini pun saya juga belajar bahwa dalam hidup ini akan selalu saja ada orang yang tidak suka, minimal nyeletuk yang bikin kuping panas, terhadap apa yang kita lakukan sekalipun hal itu baik. Saya anggap itu ujian yang mengingatkan saya tentang tujuan saya berbuat, mencari perhatian manusia atau mencari ridha Allah. Sedikit curhat, saya harus melewati banyak cibiran, direndahkan tanpa diberi kesempatan untuk membuat pembelaan hingga sampai beberapa waktu lalu saya masih juga mendengar perkataan yang tidak mengenakkan. Well, life goes on, perkataan-perkataan itu hanya akan menjadi kenangan.

Sekali lagi saya bersyukur atas segala bahagia dan duka yang saya terima, terima kasih buat tokoh yang terlibat di dalamnya karena dengan itu semua saya bisa mendapat ini semua dan mencoba lebih dewasa. Buat teman-teman dengan jasa luar biasa dalam cerita ini dan hidup saya namun mungkin karena satu dan lain hal tidak saya sebutkan namanya di sini, mohon maaf dan terimakasih banyak-banyak yaaaa...You rock, guys!

Saya juga sangat bersyukur sekali bahwa saya hanya mencoba dua kali meski harus menunggu dua tahun, banyak teman lain yang sudah sukses namun telah mencoba lebih dari saya, menunggu lebih lama dari saya, dan mungkin telah mengalami kejadian yang mungkin belum tentu mampu saya jalani. Saya tau, segala sesuatu telah diatur oleh Allah sesuai kadar kemampuan hamba-Nya. Dan satu poin paling penting dari perjalanan ini yang saya rasa sangat berpengaruh adalah doa seorang ibu. Doa mamak saya. Tanpa doa mamak, mungkin Allah tak kan membiarkan saya berjalan sejauh harapan yang pernah saya cita-citakan. I love you, mamak!

Terimakasih juga untuk teman dan saudara yang udah ngasi kado-kado spesial yang bikin bahagia sampai ngakak juga ada, buat teman dan saudara yang sudah menyempatkan waktu untuk bertemu sekedar menabung rindu, teman-teman dan saudara yang akan ikut mengantar ke bandara, hingga teman-teman yang ingin berjumpa namun tak sempat karena berbagai kendala. InsyaAllah, next time kita jumpa dalam keadaan yang lebih baik lagi!

Dan buat pembaca sekalian, saya mohon doanya ya! Mohon doa agar diberikan kelancaran dan kesehatan plus penjagaan selama di sana, aamiiiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun