20:09 tiba kamu menelfon setelah sekian lama. Alibi menanyakan dosen pembimbing, sebenarny aku tau maksudmu bukan itu. Sebenarnya kau menelfon karena rindu mendengar suaraku bukan? Hahaha.
9 menit 14 detik rasanya monoton, hanya itu saja yg kamu bicaran sejak detik pertama. Dosen pembimbing, kisahku, sikapku, suaraku, dan berulang kali seperti itu.
Aku tak habis fikir, setelah semua yang aku lakukan kepadamu tetap saja sikapmu tidak berubah sedikitpun kepadaku. Sempat berfikir sebenarnya hatimu terbuat dari apa sihh? Laki macam apa kamu? Hingga kamu tak mempunyai sedikitpun rasa benci kepadaku. Aku pernah menyakitimu, bahkan menolak mentah perasaan yang kamu utarakan padaku. Meski ku tau sebenarnya kamu tulus namun sudah terlambat. Ragaku tidak mungkin lagi bisa kamu miliki, meski kamu berontak aku tidak akan pernah bisa menghianati lelaki yang telah aku pilih lebih dulu daripada kamu. Meski Aku tau, mungkin cintamu lebih.. lebih... besar dan dalam dibandingkan lelaki yang aku pilih, namun lagi kamu terlambat. Kamu terlambat dan kamu benar terlambat sehingga semakin kamu memperlihatkan perasaanmu itu maka akan sangat menyakiti perasaanmu sendiri, bahkan aku, aku sangat merasa bersalah, aku sangat sakit karena telah menyakiti kamu. Jika saja kamu tidak terlambat, mungkin ada kesempatan lain. Namun kesalahan yang kamu lakukan adalah tidak mau mengutarakannya sejak dulu, kamu baru mengatakannya saat aku sudah tidak lagi sendiri. Itu hal terbodoh yang kamu lakukan!
Cukup, sekarang kisah kita berbeda. Meski demikian, sikapmu tetap sama. Sama seperti awal kita jumpa. Kamu tetap menjadi pendengar yang baik saat aku berkeluh kesah, kamu tetap menjadi teman yang baik, tidak pernah menghakimi aku meski aku berbuat salah. Kau seperti kakak bagiku, kakak yang selalu ada disaat adiknya membutuhkannya. Rasa sayang yang bisa aku berikan hanya sebatas rasa sayang adik kepada kakaknya, tidak lebih. Bagaimanapun juga aku tidak pernah memberimu jarak.. aku tetaplah aku seperti yang dulu namun berbeda status. Selama kamu masih berada di fase yang semestinya dan tidak melanggar batas mestinya.
Sepertinya, Aku banyak belajar darimu. Cintamu mengajarkanku untuk menjaga cinta yang ku punya untuk orang yang aku cintai. Cintamu begitu tulus meski tak terbalas. Akupun akan tetap begitu mencintai orang yang sudah aku cintai dan aku pilih, itu yang disebut integritas.
Cukup untuk kisah malam ini, semoga tuhan membalas semua cinta yang selama ini kamu berikan kepadaku. Semoga kamu secepatnya dipertemukan dengan orang yang akan mencintaimu melebihi besarnya cintamu padaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H