Mohon tunggu...
Izzah Syafiyah Rahmah
Izzah Syafiyah Rahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Farmasi Universitas Airlangga

Mahasiswa yang tertarik dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN 12%: Suara Mahasiswa untuk Keadilan Pajak di 2025

6 Januari 2025   07:30 Diperbarui: 5 Januari 2025   20:39 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Mahasiswa dalam penolakan kenaikan PPN 12 persen di depan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (26/12/2024). (Sumber: detikNews/Ari Saputra)

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 telah memicu gelombang protes di berbagai wilayah, terutama dari kalangan mahasiswa. Kebijakan ini, yang menurut pemerintah merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara, justru mendapat kritik tajam dari generasi muda. Sebagai penerus bangsa, mahasiswa tidak hanya memandang dampak langsung dari kebijakan tersebut, tetapi juga konsekuensi jangka panjangnya terhadap masyarakat luas. Mereka sering dianggap sebagai cerminan kesadaran sosial, sehingga protes mereka terkait kenaikan PPN bukanlah aksi tanpa alasan, melainkan bentuk keprihatinan terhadap kebijakan yang dinilai kurang berpihak pada kelompok masyarakat kurang mampu. Sebagai pajak konsumsi, PPN dikenakan secara merata, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah merasakan dampaknya lebih berat dibandingkan kalangan menengah ke atas. Kenaikan ini juga berimbas pada lonjakan harga kebutuhan pokok dan layanan penting. Mahasiswa, yang sebagian besar masih bergantung pada dukungan finansial keluarga, turut merasakan beban ekonomi tersebut, sehingga aksi mereka mencerminkan solidaritas dan perjuangan untuk keadilan ekonomi.

Pemerintah berpendapat bahwa peningkatan PPN diperlukan untuk memperkuat pendapatan negara, terutama setelah perekonomian terpuruk akibat pandemi COVID-19. Pendapatan tambahan dari pajak ini diharapkan dapat digunakan untuk mendukung sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Namun, kritik muncul mengenai ketepatan sasaran kebijakan ini. Banyak pihak berpendapat bahwa pemerintah seharusnya lebih memaksimalkan potensi pajak dari korporasi besar atau meningkatkan kepatuhan wajib pajak kaya, daripada membebani masyarakat umum. Isu transparansi pengelolaan pajak juga menjadi sorotan mahasiswa, yang menuntut pemerintah agar lebih akuntabel dalam mengelola dana publik.

Selain menentang kebijakan, mahasiswa juga menawarkan solusi. Mereka mengusulkan perbaikan sistem pajak progresif dengan menetapkan tarif lebih tinggi untuk individu dan perusahaan berpendapatan besar, meningkatkan pengawasan untuk mengurangi penghindaran pajak oleh kelompok kaya dan korporasi, memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan pajak, serta menunda kenaikan PPN guna memberikan waktu adaptasi yang lebih panjang bagi masyarakat dan pelaku usaha.

Protes mahasiswa terhadap kenaikan PPN ini adalah seruan untuk dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat. Kebijakan pajak memang vital bagi pembangunan negara, tetapi penerapannya harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial. Suara mahasiswa mengingatkan bahwa kebijakan yang baik bukan hanya soal meningkatkan pendapatan negara, melainkan juga menjaga keseimbangan antara kebutuhan negara dan kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun