Suatu hal yang masih mengganjal dan menjadi pertanyaan sekaligus keresahan yang sangat membekas di hati meskipun hari ini saya masih menjadi mahasiswi perguruan tinggi, “ Kenapa sih peran mahasiswa tidak lagi seksi?”.
Sebelum menjabarkan jawabannya, sangat penting sekali bagi saya untuk menegaskan beberapa hal agar tidak ada kesalahpahaman diantara kita. eeaakkk,,,
Pertama, Karena saya disini sebagai salah satu mahasiswi yang saat ini masih menjalankan pendidikan, maka saya perlu mempertegas ini agar tidak terjadi kerancuan antar mahasiswa juga yang katanya konon punya “tri dharma dan tri fungsi” kok masih malas berperan tapi malah sering baperan eitzzz. Namun saya disini juga malu mungkin karena terlalu mengurusi intervensi dapur orang lain. Padahal dapur sendiri aja belum beres kok.
Kedua, maksud kata “peran” di sini adalah pemain atau perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Para intelektual kampus itu sungguh sangat menguasai materi-materi yang diberikan oleh dosen apalagi kalok hanya masalah penelitian. Oleh sebab itu, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam konteks ini maka setidaknya kita bisa merenungi posisi kita saat ini. ketiga, saya hari ini tidak berpotensi untuk menyinggung perasaan mahasiswa dan alumni-alumni. Sebab, dari mereka saya juga belajar darinya, sehingga saya sangat perlu untuk menghormati mereka. Tetapi saya disini juga berjanji untuk menjaga marwah mahasiswa dimata publik dan masyarakat dimanapun kita berada.
Justru bagi saya setelah melihat staffsus presiden yang katanya milenial dan berpotensi untuk menjaga nama negara justru malah terjadi konflik kepentingan di dalamnya. Begitu pun saya disini juga mengingatkan kepada kaum aktivis yang selalu menegakkan keadilan agar tidak mudah terpengaruh oleh godaan proyek-proyek pragmatisme. So, apalagi kalok kalian sebagai kaum milenial yang sudah lupa dan alergi untuk meninggalkan dunia literasi. Lalu siapa yang akan menjadi jurinya?
Sekarang kita akan kembali pada pertanyaan awal. “ kenapa sih peran mahasiswa tidak lagi seksi?”. Apakah betul mereka benar-benar tidak bisa berperan? Sepertinya hal ini akan menjadi kontroversi diantara kita. Etzz,,, tapi sepertinya tidak mungkin juga apabila dia tidak disebut berperan dalam masyarakat.
Salah satu mahasiswa muda alias maba pernah berdalih bahwa tidak semuanya dari mereka masih banyak juga yang turun ke jalan untuk melakukan unjuk rasa ketika ada masalah dengan urusan yang menyeleweng. Selain itu, ada juga mahasiswa yang masih apatis dengan masalah tersebut. Karena mereka sudah bosan dengan keadaan politik kita yang segalanya mengutamakan politik pencitraan tanpa membuktikan kualitas dirinya.
Kemudian tidak lama datanglah seorang sarjana tua atau biasanya yang kita sebut sebagai senior. Katanya, Sekarang mah jamannya duit juga bro. Bukan hanya ingin duduk di kursi dan menikmati kue kekuasaan saja. Tetapi mereka juga pengen di pandang sebagai seseorang yang berkontribusi dengan kedudukan yang mereka miliki. Behhh,,, apa mungkin hanya untuk eksistensi semata. Kalok hanya untuk eksistensi diri kenapa nggak jadi artis atau selebriti aja sekalian wkkwkwkwk. Bagi saya hal itu akan menjadi alat propaganda saja. Contohnya membuat kartu pra kerja di tengah pandemi covid-19, apakah etis hal itu? So, itu mahasiswa atau calon koruptor sih. Upss,,,
Bagi saya argumen itu sangat menyiasakan rasionalitas semata yang perlu adanya catatan hukum juga bagi kita semuanya. Memang benar dengan adanya contoh yang diberikan oleh senior kita terkait kartu pra kerja. Salah satunya yang tidak luput ialah mengenai adanya teknis pengelolaannya yang lebih banyak dilakukan oleh kementerian koordinator bidang perekonomian, padahal secara tugas dan kewenangannya kemenko ini hanya melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kementrian dibidangnya, salah satunya dengan kementrian tenaga kerja yang seharusnya lebih banyak andil dan menjadi core dalam teknis pelaksanaan program kartu pra kerja. Dalam hal ini, menurut saya pilihan untuk menjadi seorang mahasiswa yang intelektual saat ini sangat penting bagi negara agar bisa menjalankan nilai luhur dan citra mahasiswa dengan kualitas intelektualitasnya di depan publik. Jika seorang mahasiswa mampu berhasil melaksanakan tugasnya, maka dari situlah esensi seorang intelektual sejati akan menemukan relevansinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H