“Ketika fajar
merambat membuka pagi.Subuh pun
berakhir seiring cahaya kemerahan itu
membuka hari. Ku biarkan dingin menelusuk sukma menutup segala luka lalu.
Kuberjalanmenikmati hamparan cinta
persembahan sang pagi. Membalas senyum-senyum mereka yang damai jiwanya karena
cinta. kutarik nafas sedalam-dalamnya hingga jauh didasar jiwa,perlahan ku bangun keyanikananku bahwa Arif
bukan lah pilihan ku sebenarnya, TITIK”.< ?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" />
“Ada apa nak? Sepertinya kamu menghindar bertemu dengannya”.
Urainya dengan cemas.
“Mmm... tidak ma, aku memang lagi males aja” kilahnya
menghindar.
“Perkenalan kalian cukup lama loh, kamu kan tahu keluarga
kita juga sudah semakin dekat.” Jawab mama seperti memberikan warning kepadaku.
“maksud mama...? Pertanyaan yang sebenarnya aku sendiri tahu
jawabannya. Hanya aku ingin mendengar langsung apa sebenarnya keinginan kedua
orang tuaku.
Matanya yang teduh memandangku lekat-lekat. “nak...mbok ya diselesaikan kalau ada masalah, ndak baik berlarut larut sepert itu”.
Mama pun berlalu dari samping setelah membelai lembut
rambutku.
“Mmm...” aku menarik nafas dalam-dalam. Membayangkan hal
terburuk, jika pilihan itu benar-benar menjadi keputusanku.
Aku sangat sayang mama. Tidak mungkin aku menyakitinya. Jauh
dari banyanganku membuatnya kecewa. “ahh...”
****
Dia adalah lelaki yang baik. Sifatnya yang dewasa meyakinkanku
dialah pilihan yang tepat. Benar apa yang dikatakan mama, hubunganku cukup lama
semenjak kuliah hingga kami bekerja saat ini. Selama itu aku merasa diriku
adalah wanita yang bahagia. Hanya menunggu waktu kapan ia datang kerumah untuk
melamar.
“ka Farah...” panggil mama.
“ya ma tunggu sebentar lagi...”. hal yang biasa kami lakukan
setiap lebaran. Berbalas kunjung ke rumah ka Arif. Terdengar papa sudah
menyalakan mesin mobil. Dan sepertinya papa pun ikut tidak sabar menungguku
keluar dari kamar.
“ ayo dong cepat, kalau kesorean jalannya tambah macet
loh...”.
“iya...iya... aku pakai bedaknya di mobil aja deh...”