Mohon tunggu...
R Izzadth
R Izzadth Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Prioritas dalam hidup sangat penting, harus ada yang selalu dikorbankan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Eksistensialisme dan Persoalan Pilihan Bebas

4 Januari 2014   02:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:11 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Eksistensialisme adalah suatu cabang filsafat yang terutama memusatkan pada deskripsi-deskripsi dan kemungkinan-kemungkinan konkret dari kehidupan manusia yang spontan, sepanjang deskripsi itu sesuai dengan syarat-syarat dari metode phenomenologi. Eksistensialisme, sebagai phenomenologi, menyatakan bahwa filsafat harus berdasarkan pada suatu metode desktipsi, yaitu deskripsi mengenai fenomena itu sendiri. Dengan demikan filsafat harus melepaskan rasionalisme apriori. Bahkan Eksistensialisme merupakan salah satu aliran dalam filsafat pendidikan.

Pada prinsipnya, Eksistensialisme adalah empirisis radikal, yang mengikuti ajaran bahwa keberadaan (eksistensi; pengalaman) mendahului dan menentukan intisari (esensi; pengetahuan makna atas kebenaran).

Seorang eksistensialis memiliki pendirian yang merupakan pendirian realisme klasik, yakni prinsip kemandirian. Namun, tidak seperti kaum realis klasik tradisional dari jenis Aristoteles, kaum eksistensialis tidak menerima gagasan bahwa dunia ini, yang mandiri untuk diketahui yakni apa yang disebut mengada adalah being sebagaimana yang dipertimbangkan dengan keberadaan/menjelma atau pengalaman mengada adalah nyata sekaligus bermakna. Anggapan bahwa dunia ini mandiri itu nyata sekaligus penuh makna, menurut mereka adalah gagasan yang tak masuk akal atau tak bisa dibayakngkan dan tidak bermakna. Justru pribadi individualah yang membawa makna ke dunia melalui proses kognitif yang terus-menerus yang berlangsung dalam rangkaian perilaku normal yang diniatkan beroreintasi pada hasil.

Pilihan semacam itu adalah bebas, karena diputuskan atau ditentukan secara personal. Individu memantulkan hasrat-hasratnya kepada dunia dan dengan sendirinya melemparkan dirinya sendiri ke dalam konflik dengan keadaan-keadaan yang harus diatasi jika ia ingin agar hasrat-hasratnya tadi dapat di ujudkan.Semua manusia bebas untuk memilih, untuk memahami dunia, sebagimana relevansi dunia bagi rangkaian nilai/sasaran/hasrat tertentu tiap manusia. Sesunggunya tiap manusia tidak bebas untuk menjadi tidak bebas.

Eksistensialisme mengambil sikap yang menyatakan bahwa adalah mungkin untuk membuat pilihan bebas untuk menolak sifat-sifat hakiki yang pasti bersifat subyektif dari setip makna dengan cara memilih untuk meyakini yang bukan itu. Misalnya, dengan cara mengikuti sistem keyakinan yang non-empiris yang didasarkan pada kepastian-kepastian metafisis yang diperoleh melalui pewahyuan, iman, ataupun intuisi mistis. Di mana itu terjadi, maka manusia adalah, pada dasarny membuat sebua pilihan eksistensial atau menolak eksistensialisme sebagai sebuah sistem keyakinan, dan memilih sudut pandang lain yang bukan atau tidak bersifat eksistensialis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun