Mohon tunggu...
R Izzadth
R Izzadth Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Prioritas dalam hidup sangat penting, harus ada yang selalu dikorbankan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fundamentalisme Islam

7 Maret 2015   08:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:02 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Rohmatu Izad*

Bentuk perilaku keyakinan pemeluk agama tertentu, memiliki ciri khas yang cukup beragam, hal ini terjadi karena agama memang memiliki seribu tafsir atau bahkan lebih dalam memahami satu realitas kebenaran. Apapun jenis agamanya, ia selalu ditafsirkan dalam ranah yang seluas-luasnya dalam kapasitas manusia sebagai mahluk yang berkeyakinan. Ia mencoba melakukan internalisasi diri secara intens dengan naluri dan perasaan yang hampir sama dalam pengalaman spiritualitasnya. Namun kenyataannya, bentuk ekspresi dalam melakukan eksternalisasi diri memiliki karaktersistik yang sangat beragam. Ada kelompok yang dianggap menempuh jalur ekstrim kanan, ada pula yang menempuh jalur ekstrim kiri, yang menilaipun ada diantara keduannya.
Jika kenyataanya demikian, maka dibutuhkan pemahaman yang cukup dalam kapasitas yang seluas-luasnya dalam memahaminya. Dalam kesempatan ini, penulis mencoba menguraikan secara singkat tentang arus gerakan ekstrimis dalam wajah Islam Kontemporer yang disebut Fundamentalisme Islam. banyak yang beranggapan bahwa Fundamentalisme Islam adalah gerakan Islam garis keras, ekstrimis, dan keluar dari pakem pemahaman Islam secara mayoritas yang telah disepakati oleh semua umat muslim di Dunia.
Istilah fundamental memiliki arti ‘pokok’ atau ‘dasar’, dalam terminologi agama, istilah ini kerap kali dimaknai sebagai satu bentuk keyakinan yang ingin mengembalikan sesuatu kepada asalnya, yakni bagaimana menerapkan ajaran-ajaran asli yang juga dilakukan oleh para pendahulunya. Jika pemahaman akan arti kata fundamental mengacu pada definisi di atas, maka selayaknyalah para pejuang fundamentalis disebut sebagai suatu gerakan yang suci, murni, dan kembali kepada asal yang tidak tercampur dengan unsur-unsur kebaruan. Namun kenyataannya, istilah fundamentalisme justru terkesan sangat negatif, mengerikan, dan justru mengedepankan aksi kekerasan, bahkan pula ia disebut sebagai terorisme, sebuah pemahaman yang sangat jauh dari makna asalnya. Tetapi itulah yang sejauh ini dapat kita yakini sebagai kenyataan dari faham yang disebut fundamentalis. Tidak hanya sekedar bagaimana cara ia memahami agama, tetapi juga bagaimana ia melakukan eksternalisasi diri yang sangat jauh dari nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.
Menurut para pakar, gerakan fundamentalisme memiliki akar yang kuat diseluruh dunia, ia memiliki jaringan yang luas, sumber daya yang cukup dan semakin banyak merekrut keanggotaan. Ia bukan hanya faham ideologis yang dianut oleh minoritas umat Islam, tetapi ia telah membentuk jaringan organisasi Internasional yang anggotanya tersebar diseluruh penjuru dunia. Teologi politik yang dianut oleh kelompok ini telah mempersatukan mereka dalam keteguhan iman dan semangat Jihad yang membara. Ia tidak hanya haus akan kebenaran Ilahi, tetapi ia juga haus akan darah orang-orang kafir yang dianggap halal darahnya dan perlu ditumpas di muka bumi ini, atau paling tidak harus dikuasai oleh kelompok yang mengatasnamakan sebagai milisi tertentu.
Meski dalam sejarah Islam faham ini selalu muncul, tetapi ia benar-benar memiliki makna baru di era kontemporer ini. Perjuangannya dibawah kendali otoritas politik yang menjadi ideologinya dan Islam menjadi pondasi dasar yang tak tergoyahkan. Sekarang ini, seluruh dunia telah meratapi dan menyayangkan faham ini, kesadaran internasional tentang bahaya gerakan fundamentalis justru ketika ia telah menemukan tempat yang subut untuk menanam benih-benih ideologinya dan mencoba mempengaruhi stabilitas politik internasional guna menggoyahkan atau bahkan ingin menghancurkannya. Barat adalah salah satu realitas kebencian yang selalu menjadi musuh utama kaum Jihadis ini, juga tidak terkecuali umat Islam yang tak sepaham dengannya, ia melakukan gerakan tersembunyi, rahasia, dan terkadang justru melakukan aksi-aksi yang mencengangkan.
Karen Armstrong menyatakan, “sejauh ini, upaya untuk mengatasi fundamentalisme belum benar-benar berhasil; pelajaran apa yang dapat dipetik dari masa lampau sehingga akan membuat kita lebih kreatif di masa depan dalam mengatasi ketakutan yang ditanamkan oleh fundamentalisme?” ini menunjukan bahwa betapa sistem politik lempar batu sembunyi tangan ini telah banyak memperdaya ketahanan dan keamanan dunia internasional, tidak peduli seberapa demokratis dan amannya suatu negara, ia tetap belum bisa mengatasi secara keseluruhan untuk menghentikan aksi-aksi mereka.
Jika jarkon kita adalah bagaimana cara hidup lebih baik, para fundamentalis ekstrimis itu justru punya padangan yang berbeda, yakni bagaimana cara mati lebih baik. Ini merupakan kesema-menaan dalam menjastifikasi keyakinan tanpa ada rasionalisasi individual. Semua gagasan, ide, pemikiran yang berlian belum bisa menumpas kejahatan ini, kalau saja umat Islam mayoritas menolak aksi para fundamentalis yang sampai pada tataran tindak teroris ini, maka sebetulnya umat Islam juga harus menolak secara tegas bahwa ia adalah bukan bagian dari Islam.
Pembaharuan pemikiran dalam Islam harus selalu dilakukan di setiap zaman, Islam harus dipahami dalam konteks masanya, dalam ruang historis yang melingkupinya, agar Islam selalu aktual untuk memberi jawaban di setiap zaman. Islam memang tidak terikat oleh dimensi sejarah, tetapi manusia sebagai agen pemberi makna dan aktualnya maka Islam harus disesuaikan dengan rumusan-rumusan masa yang dibuatnya. Karena begitulah dialektika kehidupan yang dikehendaki Tuhan, yakni menjalin kreatifitas untuk menyempurnakan Imannya, memperluar Ilmu untuk mengetahui hikmah-hikmah di dalamnya, hingga Islam tampak begitu hanya.
Kita harus meyakini bahwa Islam mampu membawa perdamaian bagi dunia, bagi semua penduduk muka bumi. Islam adalah agama penuh kasih sayang, toleran, inklusif, dan merahmati seluruh alam. Jika dunia ini tampak tidak cukup bagi kita, maka keyakinan yang akan membawa kita pada dimensi kehidupan yang lebih abadi, damai, dan bahagia. Tanpa keyakinan, Kita tidak memiliki apa-apa.
(cukup sekian pengantar dari kami.., tulisan ini tidak mengandung kebenaran kecuali kejujuran dari penulis.....)
Yogyakarta, 06 Februari 2015. 01:16.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun