Di awal tahun ini, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengeluarkan kebijakan baru terkait pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM). Pembuatan SIM kini akan menerapkan teknologi digital face recognition atau scan wajah. Sebagai individu yang tertarik dengan perkembangan teknologi ini, saya telah dapat merasakan dampak positif dari kebijakan baru ini dalam pengalaman pribadi saya saat mengurus SIM. Pengenalan wajah ini merupakan perangkat lunak biometrik yang memetakan fitur wajah seseorang secara matematis dan menyimpan data tersebut sebagai sidik jari. Perangkat lunak ini menggunakan algoritma deep learning untuk membandingkan gambar langsung atau gambar digital dengan sidik jari yang tersimpan guna memverifikasi identitas seseorang. Sistem ini mengidentifikasi 80 titik nodal pada wajah manusia, yang digunakan untuk mengukur variabel wajah seperti panjang atau lebar hidung, kedalaman rongga mata, dan bentuk tulang pipi.
Tujuan utama Korlantas Polri memberlakukan kebijakan ini adalah untuk memberantas praktek calo SIM. Selama ini, banyak anggota di lapangan yang nakal, menawarkan pembuatan SIM dengan cepat dan mudah tanpa harus melaksanakan tes, namun dengan biaya yang lebih mahal. Dengan kebijakan baru ini, pemohon SIM harus melakukan scan wajah ketika pembuatan. Jika tidak, tes yang dilakukan dipastikan akan gagal. Kebijakan ini diharapkan akan segera diberlakukan, dan Polri telah diminta untuk mengembangkan teknologi tersebut.
Dengan kebijakan baru ini, diharapkan pembuatan SIM secara ilegal melalui perantara calo dapat dikurangi. Jika dulu bisa menggunakan joki, sekarang sudah memakai face recognition. Jadi, hanya pemohon yang mukanya terdaftar yang bisa mengikuti ujian. Semua sudah diatur oleh Korlantas, jika tidak mengikuti prosedur ujian praktek dan teori secara langsung akan terlihat oleh command center dan dipastikan tidak lulus. Penggunaan scan wajah juga dapat meningkatkan keamanan identitas, integrasi yang mudah, dan membantu mengotomatiskan autentikasi. Oleh sebab itu, bagi yang ingin mengurus SIM lebih baik melakukannya sendiri. Menggunakan calo biayanya jauh lebih mahal daripada tarif resmi pembuatan SIM dan meningkatkan praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).
Meskipun terdapat pro dan kontra, peningkatan aspek keamanan identitas melalui penggunaan scan wajah dipandang sebagai langkah positif dalam mencegah praktik calo agar SIM dikeluarkan sesuai dengan prosedur yang benar dan adil. Sebagai pemohon SIM, pengalaman mengikuti proses ujian dan pendaftaran dengan scan wajah membuktikan keefektifan sistem ini dalam menyediakan lapisan keamanan yang lebih solid dan mengurangi kemungkinan manipulasi data.
Namun, dibalik keberhasilan kebijakan scan wajah untuk peningkatan keamanan identitas, terdapat pula tantangan dan hambatan yang harus diatasi. Proses pengujian yang harus memenuhi standar keamanan dan validasi, serta penyesuaian baik dari sisi teknis maupun sosial dalam masyarakat, memerlukan dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga keberlanjutan kebijakan ini. Kebijakan baru ini juga menuntut warga negara untuk lebih bertanggung jawab dalam mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku, serta mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan tata kelola yang lebih aman dan efektif dalam pelayanan publik.
Dengan demikian, kebijakan baru ini sudah tepat dan selayaknya ditetapkan untuk memberantas calo. Selain itu, kebijakan ini dapat menjaga keamanan identitas sehingga privasi pemohon SIM lebih terjaga, serta integrasi yang mudah, dan dapat digunakan untuk membantu mengotomatiskan autentikasi. Memang, banyak cara yang harus dilalui untuk dapat membuat SIM, dan prosesnya terkesan lebih susah. Namun, itu adalah bagian dari uji kompetensi yang wajar. Dukungan dari pemerintah juga dibutuhkan untuk melaksanakan kebijakan baru ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI