Mohon tunggu...
Izul Adib
Izul Adib Mohon Tunggu... -

Pembelajar yang masih belajar memahami semua yang wajar dianggap sebagai ajaran

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjadi Pawang Sendiri

13 Maret 2014   07:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:59 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Apa hal yang paling patut dipertanyakan atas manusia? Sedikit banyak jawaban yang keluar atas pertanyaan tentu berbeda-beda, tapi  yang pasti adalah suatu hal esensial yang  menjadi landasan dasar  manusia untuk menunjukkan bukti entitas sahnya sebagai manusia , mari kita sepakat bahwa hal  esensial itu adalah Moral. Seberapa besar keyakinan hidup manusia bergantung pada moral adalah seberapa besar  keyakinannya dianggap sebagai makhluk beradab. Moral adalah landasan untuk menempatkan perilaku-perilaku manusia menjadi terarah sebagai tindakan penyaluran tiap-tiap  kehendak manusia sebagai makhluk yang disebut berakal dan berfikir.

Setidaknya tentu kita menyadari  pada situasi dekadensi moral manusia yang  terjadi sekarang, dan mungkin juga pasti terjadi pada masa lalu. Dalam sejarah, rusak luluh lantahnya sebuah peradaban besar tak lepas dari rusaknya Moral para aktor-aktor peradaban itu sendiri. Hal ini seakan sudah menjadi pola-pola hukum sejarah dan semakin menegaskan  bahwa moral memiliki peran esensial. Tak ada aspek kehidupan manusia yang tak rusak dan bobrok karena hal fundamental ini. Perilaku-perilaku amoral bukan penyakit kelas, ia adalah sejenis virus-virus yang paling berbahaya dan mudah menular kepada siapa saja, dan bukan perkara mudah untuk menemukan penawarnya.

Berbagai intuisi etika moral yang diusung oleh  Agama, kepercayaan, ideologi , akar tradisi masyarakat  atau apa saja dalam  kenyataanya bukan menjadi faktor utama dalam membentuk manusia beradab . intuisi landasan moral tersebut  tak sepenuhnya berhasil menciptakan tatanan masyarakat manusia yang sebagaimana dikehendaki. Atau memang seharusnya kita sepakat dengan pernyataan Thomas Hobbes, filsuf Inggris yang menganalogikan sikap manusia seperti halnya binatang melalui pernyataannya “homo homoni lupus” (manusia adalah binatang buas bagi lainnya) . Setidaknya pernyataan itu sah bahwa ada bukti “kebinatangan” dalam diri manusia yang tidak mudah untuk dihilangkan.

Kemudian manusia berinisiatif menciptakan “pawang-pawang” untuk menjinakkan moral binatang itu,berbagai  institusi pendidikan dibuat oleh manusia untuk menjadi pembimbing  dan pemberi arah yang sejalan dengan kebenaran akan nilai-nilai etika dan moral. Namun nyatanya tak benar-benar pernah ada institusi pendidikan yang secara nyata berhasil menjalankan perannya. Pendidikan yang dicanangkan untuk memproduksi manusia-manusia beradab hanya menjadi institusi-institusi semu  perias kehidupan belaka. Manusia berada semakin jauh dari jangkauan keadaban. Jadi? Siapa yang harus jadi pawang sebenarnya?

Setidaknya kembali kita menilik kepada diri masing-masing, ada kesimpulan mendasar yang bisa kita temukan, mungkin ia tersembunyi dibilik-bilik terdalam bagian jiwa kita dan belum sempat kita menjumpainya.  bahwa  yang harus menjadi “pawang”  sesungguhnya itu adalah diri kita sendiri, karena bagaimanapun juga moral adalah suatau hal yang harus lahir dari kesadaran diri manusia yang paling dalam . Menjadi pawang yang handal adalah keahlian untuk menjinakkan binatang, berjuang melawan “kebinatangan” sendiri. Ya, sang pawang harus pandai melawan dirinya sendiri, melawan untuk mengalahkannnya. Sang Binatang yang buas tak akan pernah jinak jika tak dilakukan dengan penjinakan yang benar.  Ia harus dikalahkan terlebih dahulu. Setelah kemenangan telah dipihak sang pawang, ia menjadi tuan atas yang dikalahkannya. Inilah momentum bagi sang pawang untuk membimbing si “binatang” menjadi “manusia”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun