Di sebuah sore yang tenang di Pondok Pesantren Modern Al Falah Jatirokeh, Zaqiyah Adiba duduk di bawah pohon jati yang rindang. Angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari kebun di sekitar. Hari itu adalah hari yang ditunggu-tunggu hari pemilihan ketua bahasa. Dalam hatinya, Zaqiyah berharap bisa terpilih untuk mengemban amanah tersebut.
Sejak beberapa minggu sebelumnya, Zaqiyah mempersiapkan diri dengan serius. Ia membaca buku-buku tentang bahasa dan metode pengajaran, serta berkonsultasi dengan ustadz ustadzahnya. Zaqiyah ingin menawarkan progam kerja yang baru bagi teman-temannya, sehingga mereka lebih tertarik untuk belajar bahasa. Ia yakin, dengan pendekatan yang tepat, minat santri terhadap bahasa bisa meningkat.
Ketika tiba giliran untuk memberikan pidato, Zaqiyah melangkah ke depan dengan percaya diri. Suaranya yang lembut namun tegas memancarkan semangat. "Bahasa adalah jendela dunia," ujarnya, "melalui bahasa, kita bisa menjalin hubungan, memahami budaya lain, dan mengekspresikan diri dengan lebih baik." Ia mengajak teman-temannya untuk bersama-sama belajar dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Setelah semua kandidat menyampaikan visi dan misi mereka, momen menegangkan pun tiba yaitu pengumuman hasil pemilihan. Zaqiyah menggenggam erat kertas suara di tangannya, dia cemas menanti hasil. Ketika panitia mengumumkan, "Ketua bahasa terpilih adalah Zaqiyah Adiba!" sorak sorai pun pecah. Zaqiyah hampir tidak percaya. Air mata bahagia menggenang di matanya saat teman-temannya memberikan ucapan selamat.
"Terima kasih, teman-teman! Saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk kita semua," ucapnya dengan penuh rasa syukur.
Setelah terpilih, Zaqiyah merasakan beban tanggung jawab yang baru. Ia mulai merancang program-program yang menarik, seperti kelas kreatif, club diskusi pidato, dan lomba membaca puisi. Zaqiyah mengundang teman-temannya untuk berbagi ide dan pendapat, menciptakan rasa kebersamaan yang kuat di antara mereka.
Setiap malam, Zaqiyah menghabiskan waktu untuk merencanakan kegiatan dan mempersiapkan materi ajar. Ia merasa senang melihat teman-temannya semakin aktif dan antusias. Kebersamaan dalam belajar bahasa membuat ikatan di antara mereka semakin kuat.
Seiring berjalannya waktu, Zaqiyah menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin tidak hanya tentang memberi arahan, tetapi juga tentang mendengarkan. Ia belajar untuk lebih peka terhadap kebutuhan dan harapan teman-temannya. Setiap tantangan yang dihadapi menjadikannya lebih matang dan bijaksana.
Di akhir masa jabatannya, Zaqiyah merasa bangga dengan pencapaian yang telah diraih. Melihat teman-temannya yang lebih percaya diri berbicara dalam bahasa yang mereka pelajari membuat hatinya bergetar. Ia tahu, semua usaha dan kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia.
Kisah Zaqiyah Adiba di Pondok Pesantren Modern Al Falah Jatirokeh menjadi inspirasi bagi banyak santri. Terpilih sebagai ketua bahasa bukan hanya sekadar gelar, tetapi sebuah perjalanan yang penuh makna dan pelajaran. Zaqiyah tersenyum, menyadari bahwa setiap langkah yang diambilnya adalah bagian dari proses tumbuh dan berkembang, baik untuk dirinya maupun untuk komunitas yang dicintainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H