Mohon tunggu...
Azmi Muhammad
Azmi Muhammad Mohon Tunggu... -

Penyuka Musik Trash, Death, Speed, Prog, Art, Blues, Heavy etc

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Nyonya Birokratin

2 Juli 2013   11:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:08 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kini makin deras saja wanita memasuki kerja perkantoran mulai dari tukang ketik hingga manger-wati; di institusi pemerintahan maupun di lembaga swasta. Dengan bekal pendidikan Diplomat (plus kursus), atau Sarjana, mereka menggerakan jari lentiknya yang berkuteks di atas ATK (alat tulis kantor).

Yang sekretaris lulusan diplomasi-sarjana berparas cantik biasanya menjadi pendamping boss kantor, kepala biro atau direktur, dekan, rektor dan lain-lain. Itulah Nyonya Birokratin, yakni wanita berprofesi kantoran atau biroan, baik seharian maupun setengah-tengah.

Tetapi bagi Nyonya Birokratin, barangkali kesibukan kantornya yang menyita tenaga, fikiran dan perasaan cukup banyak adalah sebuah soal. Bagaimana ia bisa mengurus bayi dan orok di rumah dan sekaligus kepala/boss di kantor dalam satu hari/malam yang sama?

Orok yang dua atau tiga dan suami ‘kan perlu perhatian si Nyonya Birokratin. Timang-timang anakku dan abangku sayang sama bergema di mulut, tak lagi muncul dari hati sanubarinya. Si Nyonya menjadi terasa dingin dan hampar di depan si jabang dan di muka si abangnya, karena kehangatan lahir batin sudah tercurah habis-habisaan di bironya.

Yah, bagaimana tak habis-habisan kalau si Nyonya ini ingin berprestasi tinggi sebagai birokrat, atau sebagai Nyonya Teknokratin. Sehingga ia bisa dipromosikan. Suatu saat menjadi direksiskah, redakturkah, menterikah atau anggota DPR/MPR. Atau menjadi Rektris?

Walhasil, si Nyonya memang menjadi birokrat yang top karena karirnya dibina sejak awal. Tetapi lalu yang dulunya si jabang ditimang kini menjadi anak dewasa dengan ibu pengantinya yakni ganja/narkoba, freesex/bir,wiski dan macam-macam itu angkat lainya yang bengis dan membahayakan masa depannya.

Lalu si abang disayang kini menjadi suami si Inem pelayannya nan seksi. Sementara si Nyonya tak peduli atas semua itu. Ia merasa telah mapan sebagai birokratin/teknokratin. Ia mengaku bahwa karirlah kini yang disayang dan ditimang.

Sejauh mana sih namanya fungsi ganda seorang wanita? Bidang atau sektor apa saja yang cocok sebagai karir wanita? Menjadi guru/dosen/ustadzah-kah; bidan, perawat, dokter gigi kah; disamping sebagai ibu rumah, istri dan anggota masyarakat? Inilah rasanya yang “pas” dengan kudratnya sebagai wanita.

Artikel ini diangkat pada tahun 1985 oleh Ir. A.M. Luthi di Majalah Risalah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun