Mohon tunggu...
Iz Mantouw
Iz Mantouw Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

SMA Pertiwi Manado

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Mentari Pasti Bersinar

10 April 2019   10:19 Diperbarui: 10 April 2019   10:36 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Teks Cerpen

MENTARI PASTI  BERSINAR[1]

 

(Izak Mantouw)[2]

 


 

Eugenia tiba di sekolah lebih awal dari hari biasanya.

 

 "Selamat pagi,Pak!" Eugenia menyapa guru piket yang sudah sejak pagi berdiri di depan gerbang sekolah menyalami setiap siswa.  Ia pun mengulurkan tangan dan menyalami  guru tersebut.

 

"Selamat Pagi Eugenia. Wah, semangat sekali kamu hari ini!" Eugenia tersenyum sambil berlalu meninggalkan Pak Rocky yang sibuk menyapa siswa lainnya. Eugenia bertemu Tirsa teman sekelasnya dan keduanya bergegas menuju ruangan kelas  bersama siswa lainnya.

 

Dengan hati-hati Eugenia melangkahkan kaki di tangga menuju lantai dua tempat kelasnya berada. Ia begitu bersemangat. Pekerjaan Rumah yang ditugaskan Pak Iz, guru bahasa Indonesia telah diselesaikannya semalam. "Selamat pagi teman-teman!" Ia menyapa beberapa temannya yang sudah ada di kelas. Setelah melepaskan tas dan buku yang dipegangnya ia pun memperhatikan ruangan kelas itu. Matanya tertuju pada kertas-kertas yang berserakan di lantai dan tanpa basa-basi ia pun mengambil sapu dan membersihkannya.

 

"Pagi!" Eugenia terkejut karena tiba-tiba Tirsa  telah berdiri di depan pintu. "Kaget ya? Sorry ." Tirsa berusaha menenangkan Eugenia. "Ah, kamu ... Kaget aku." Eugenia terus melanjutkan pekerjaannya. "Bersih benar kelas ini, sampah berserahkan di mana-mana."  Ujar Tirsa

 

 "Gabriel, Pingkan, dan Grace yang bertugas hari ini, Nia." Randy berusaha memberitahukan walaupun tidak ditanya. "Tadi Gabriel langsung ke kantin, sedangkan Pingkan dan Grace belum datang," lanjutnya.

 

"Tak apalah, biar aku saja yang membersihkannya, sebentar lagi kan bel akan berbunyi," jawab Eugenia.

 

"Wah...wah.....aku memang bangga sama kamu, Nia! Setiap pekerjaan tak pernah kau abaikan!" Rangga berusaha memuji Eugenia"

 

"Ehmmmm....ada yang kagum nih sama kamu, Nia, hati-hati loh jangan-jangan sudah mulai naksir nih!" Tirsa menyelah.

 

"Ah kamu, Tirsa. Jangan ngawurlah" kata Eugenia.

 

"Iya.... Tirsa asal ngomong kamu ah!" Randy menyela. Wajahnya memerah.

 

Tiba-tiba bel   berbunyi tanda pelajaran segera dimulai. Semua siswa berlarian menuju kelas mereka masing-masing. Demikian Eugenia dan teman-teman sekelasnya telah duduk di tempatnya.

 

Usai sekolah Eugenia bergegas pulang ke rumah. Jalan yang setiap hari dilaluinya itu seakan telah bersahabat dengannya. Setiap jengkal bagian jalan itu telah diingatnya. Gedung bertingkat, pertokoan, bahkan perkantoran seakan tak pernah luput dari pandangannya. Bahkan orang-orang yang sering melewati jalan itu pun selalu muncul dalam ingatannya.

 

Eugenia pun memasuki gang kecil yang letaknya di belakang gedung bertingkat dan terus menyusuri gang tersebut menuju tempat di mana ia bersama ibu dan kedua adiknya selama ini bernaung.

 

Keringat di wajahnya tak dihiraukannya walaupun terik matahari membakar kulitnya.

 

Sesampai di rumah ia menyapa ibunya

 

"Ibu...Nia pulang, Bu!"

 

"Dah pulang ya, Nak? Kata ibu sambil berusaha berdiri dengan menguatkan tangan sebagai tumpuan pada kursi.

 

"Duduk sajalah, Bu! Jangan memaksakan untuk berdiri. Eugenia menuntun ibunya untuk duduk kembali di kursi roda yang sudah  enam bulam ini digunakan ibunya.

 

"Di mana Risma dan Raka, Bu?" Tanya Nia sambil menggantung tas sekolahnya.

 

"Mungkin sedang bermain di belakang, soalnya tadi mereka berdua izin sama Ibu untuk bermain." Jawab Ibu Surti.

 

 "Risma...Raka...!" Eugenia memanggil kedua adiknya dari pintu belakang.

 

"Iya, Kak!" Sahut keduanya secara bersamaan.

 

"Kalian berdua sudah makan?" Tanya Eugenia

 

"Sudah, Kak. Aku  dan Raka sudah makan."Jawab Risma disambut anggukan kepala Raka.

 

"Makanan yang disiapkan Kakak pagi tadi, enak loh!" lanjut Risma.

 

"Iya, Kak. Makananku kuhabisin. Enak sih.! Sambung Rangga.

 

"Ah kalian bisa aja, pasti ada maunya. Iya kan, Bu?" Eugenia tersipu malu dipuji kedua adiknya.

 

Ibunya hanya tersenyum, matanya berkaca melihat keakraban ketiga anaknya dan perhatian Eugenia yang luar biasa kepada mereka.

  

"Ayo, sudah boleh kan bermainnya. Sekarang sana temani Ibu biar ibu tidak kesepian. Kakak makan dulu. Baru siapin gorengan kalian jual."

 

"Siap, Kak Nia!" Jawab keduanya serempak sambil berlari menuju Ibu mereka.

 

Senyum bahagia terpancar di wajah Eugenia.

  

Sejak ibunya mengalami peristiwa kecelakaan enam bulan yang lalu, maka segala pekerjaan yang biasanya dilakukan ibunya menjadi tanggung jawab Eugenia untuk mengerjakannya. Mulai dari membersihkan rumah, mengurus kedua adiknya  sampai bekerja di dapur dan merawat ibunya. Mereka hidup dari uang pensiun ayahnya  yang telah kembali ke sisi Tuhan Setahun yang lalu. 

Tentu saja uang pensiunan ayahnya sebagai seorang pegawai gol IIIa tidak cukup untuk mebiayai kebutuhan Eugenia, ibu, dan kedua adiknya. Apalagi harus membiayai sekolahnya. Oleh sebab itu Eugenia harus ekstra kerja keras setelah pulang dari sekolah untuk menyiapkan jajanan yang akan dijual oleh kedua adiknya keliling kampung.  

Eugenia tidak pernah putus asa, ia yakin bahwa mendung itu tak berarti hujan. Persoalan yang dihadapi bersama keluarga tidak selamanya akan terus begini. Suatu saat nanti akan ada mentari yang bersinar cerah.

 

 

 

 

 

                                                                         

 

 

 

 
  
 

[1] Cerpen Sebagai Tugas Diklat Genre Teks SMA PPPPTK Bahasa, LPMP Sulsel 2019

   

[2] Guru SMA Pertiwi Manado

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun