26 Juni 2018 pukul 14.10 WIB, Allah memanggil nenek kami di usia 83 tahun. Kami kehilangan nenek Taing atau biasa kami panggil dengan sebutan nenek ibu. Sebenarnya, nenek Ibu sendiri bukan nenek kandung dari jalur orangtua ayah atau mama.Â
Nenek ibu adalah teman dekat nenek dari mama sejak mereka remaja. Kedekatan yang dijalain oleh nenek ibu dengan nenek dari mama sejak dahulu membuat nenek ibu sering berkunjung ke rumah keluarga besar kami, sehingga kami pun menganggap nenek ibu seperti nenek kandung sendiri. (Saya mohon jika membaca tulisan ini, berikanalah Al-Fatihah untuk beliau dan untuk saudara-saudara kita yang sudah mendahului kita).
Kepergian nenek ibu membuat saya menangis, menangis untuk beliau dan menangisi diri saya sendiri. Saya sedih dan menangis sebab tidak akan pernah lagi saya melihat sosok nenek ibu yang tegas dan baik. Namun saya yakin, kepergian nenek ibu adalah hal terbaik yang diberi Allah, setelah melihat nenek yang selama ini berjuang melawan penyakitnya. Saya juga yakin, In Sya Allah nenek ibu adalah orang yang baik dan shaleha. Semoga amal ibadah yang sudah diperbuat beliau selama di dunia menjadi ladang pahala di akhirat untuk menuju Surga Allah. Aammiinn.
Saya juga sedih melihat diri sendiri, tentang amalan yang sudah dilakukan, tentang ibadah yang sudah dikerjakan, perbuatan apa nanti yang akan di pertanggungjawabkan. Kepergian seseorang bisa menjadi bahan renungan yang sangat dalam pada diri sendiri tentang apa yang sudah dikerjakan selama ini.
Banyak berita dan cerita tentang saudara-saudara kita yang sudah pergi mendahului kita, Â kepergian mereka menjadi bukti bahwa suatu hari nanti kita pun akan menyusul mereka. Hanya perkara waktu saja yang memang kita tidak tahu. Tidak salah jika kita pun sering bertanya kapan giliranku? Dan bekal apa ang sudah aku persiapkan? Â
Saudaraku, Jadikanlah setiap kematian di sekitar kita menjadi pelajaran bahwa hidup ini hanya sementara. Tidak ada yang kekal di dunia ini. Dunia memang hanya tempat persinggahan sebelum kita semua kembali kepada pemilikNya (Allah), hanya perkara waktu, yang sayangnya waktu itu kapan pun kita tidak tahu.
Kematian memang selalu mengelilingi kita. Pagi siang sore malam, selalu ada kepergian seseorang di dunia ini di setiap waktu yang bisa kita jadikan pelajaran hidup. Hanya saja, mungkin kepergian tersebut sedang tidak terjadi di sekitar kita, karena sedang terjadi di belahan dunia lain. Tapi yakinlah, kematian selalu mengelilingi kita dan siap menjemput kita setiap saat. Pertanyaan nya kita ulang kembali, Bekal apa yang sudah ku persiapkan? Ibadah apa yang telah ku perbuat untuk meraih ridha Allah? Begitu banyak dosa yang selama ini kuperbuat? Serta kemana diri ini melangkah setelah pergi dari dunia ini?
Semoga Allah selalu melindungi kita untuk selalu istiqamah di JalanNya, dan semoga kita memiliki iman dan islam yang semakin kuat hingga tiba waktu kita untuk menghadapNya. Ammiinn Ya Rabbal Alammiinnn. In Sya Allah.
Â
Pematangsiantar, 26 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H