Kepustakawanan, seperti keilmuan lainnya memiliki peran yang strategis dalam menjelaskan tumbuh dan berkembangnya suatu ilmu pengetahuan. Kepustakawanan bahkan dapat menjelaskan yang tidak saja terbatas pada keilmuan perpustakaan, kan tetapi juga ilmu-ilmu lainnya. Hal ini karena kepustakawanan dan ilmu pengetahuan merupakan dua sisi mata uang. Perpustakaan merupakan lembaga yang berfungsi menyimpan dan melestarikan beragam ilmu pengetahuan, serta mentransmisikan ilmu pengetahuan dari satu generasi ke generasi berikutnya
Sebagaimana diketahui bahwa perpustakaan tumbuh dan berkembang dari kebiasaan ilmiah yang berupa kebiasaan menulis (tulisan). Berbagai hasil intelektual manusia yang direkam dalam berbagai bentuk media penyimpan informasi ditransmisikan melalui lembaga-lembaga informasi, termasuk perpustakaan. Perpustakaan memiliki tugas utama untuk menyediakan berbagai literature ilmu pengetahuan sebagai sumber informasi yang ditujukan untuk kepentingan pembelajaran, untuk penelitian, dan bahkan untuk kepentingan praktis sehari-hari. Dengan fungsi-fungsi tersebut, ilmu-ilmu pengetahuan tidak saja dapat berkembang, akan tetapi juga diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Semakin lama ilmu pengetahuan tersimpan atau dilestarikan, semakin lama juga pewarisan ilmu pengetahuan itu dapat dilakukan. Selain itu, sebagai pusat ilmu pengetahuan, perpustakaan juga dapat menjadi ukuran bagi pencapaian dan kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai oleh suatu bangsa
Dalam sejarah Islam, umat islam terutama pada masa klasik pernah mencapai puncak kejayaan dalam kata lain disebut The Golden Age Of Islam. Puncak kejayaan ini ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat dan mengagumkan, terutama pada awal pemerintahan kekhalifahan Bani Abbas (Daulah Abbasiyah). Berbagai ahli atau ilmuwan dari berbagai kalangan, baik ilmuwan muslim maaupun ilmuwan barat mengakui pencapaian ilmu-ilmu yang dihasilkan oleh umat Islam yang membuat Dunia takjub dan terkagum-kagum. Di antara ilmuwan-ilmuwan tersebut adalah Ziauddin Sardar (1977), Qadir ( 1988), George Sarton (1972), Donald R. Hill (1993), George F Kneller (1978) dan masih banyak lainnya. Mereka mencatat bahwa pencapaian ilmu-ilmu umat Islam tidak hanya terbatas pada ilmu Agama, akan tetapi juga ilmu-ilmu (filsafat). Pencapaian ilmu-ilmu ini juga ditandai dengan lahirnya ilmuwan-ilmuwan Muslim terkemuka dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti Al Farabi, Ibnu Sina, Al Kindi, Al Khawarizmi, Al Biruni, Ibnu Haytam, dan masih banyak lagi. Nasim butt (1991) dalam bukunya science and muslim society mencatat lebih dari 100 ilmuwan terkemuka pada saat kejayaan Islam. Merek adalah ahli di bidang ilmu masing-masing
Kemajuan dalam hal ilmu pengetahuan ini tentu juga dibarengi dengan pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan pada masa itu. Mehdi Nakosteen (1996) menyebutkan bahwa perpustakaan-perpustakaan tumbuh dengan pesatnya ibarat jamur pada musim hujan. Di kota-kota besar maupun kecil tumbuh perpustakaan, dan bahkan menjadi kebanggaan dan kehormatan para penguasa, penguasa daerah maupun penguasa daerah pusat. Ia mencatat beberapa perpustakaan penting islam. Menurutnya, perpustakaan-perpustakaan di Timur, yaitu Baghdad sampai Nisabur pada masa kejayaannya sampai sebelum bangsa Mongol menghacurkannya terdapat tiga puluh enam perpustakaan. Penulis lainnya, J. Pederseen (1996) dalam bukunya yang terkenal yaitu The Arabic Book yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Fajar intelektualisme Islam mengemukakan bahwa perkembangan seni produksi buku yang tak ada duanya dalam islam disebabkan karena ketertarikan para hartawan yang penuh semangat terhadap buku. Dunia ilmu pengetahuan telh sedemikian besar mendpat perhatian masyarakat dari berbagai kalangan, sehingga bagi kalangan yag mampu kemudian mendirikan perpustakaan
John F. Draper dalam Intellectual Development Of Europe melukiskan dengan penuh kagum bagaimana orang-orang islam mendirikan perpustakaan-perpustakaan di kota-kota utamanya. Pada akhir abad ke-2 (hijriah) Islam telah mendirikan tidak kurang dari 70 Perpustakaan (Altwajri, 1997). A. Shalaby dalam bukunya yang berujudul History of Muslim Education: Dar Al Kashaf;Beirut; 1954, menjelaskan bahwa di Baghdad, misalnya sebelum penaklukan oleh bangsa Mongol, memiliki 36 perpustakaan umum dan lebih dari seratus toko buku yang beberapa di antaranya juga sekaligus sebagai penerbit dan mempekerjakan sejumlah penyalin buku/manuskrip (saat itu belum ditemukan mesin cetak untuk menggandakan buku-buku hingga tugas penggandaan dilakukan dengan menulis kembali oleh penyalin)
Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kita dapat membaca salah satu tulisan Sardar dan Davies (1990) sebagai berikut:
“Perpustakaan tidak bisa disingkirkan dari salah satu faktor yang mengontribusikan pencerahan kepada publik dan pembentukan formasi karakter nasional. Tidak ada kota-kota yang besar dan penting tanpa ada paling tidak satu perpustakaan utama di dalamnya. Rak-rak perpustakaan terbuka untuk semua pemakainya. Katalog memfasilitasi eksaminasi koleksi dan klasifikasi dari berbagai subjek. Banyak volume yang dihiasi dengan perhiasan yang menakjubkan dan sangat indah; dan yang paling berharga adalah volume dengan hiasan kulit dan aroma kayu yang menyegarkan; beberapa koleksi berharga lainya bahkan dilapisi dengan emas dan perak. Di sini (perpustakaan) dapat kita temukan apa saja yang telah dipelajari di masa lalu dan penelitian yang tengah dilakukan serta penemuan-penemuan terbaru saat itu. Filosofi Yunani, astronomi, Babilonia, Alexandria, serta hasil pengamatan panjang juga eksperimen dari atas menara observasi bintang dan laboratorium kota Cordoba serta Seville”
Kutipan tersebut setidaknya memberikan deskripsi tentang bagaimana kedekatan perpustakaan dengan ilmu pengetahuan serta penghargaan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan, buku dan perpustakaan
Meskipun demikian, kemajuan di bidang perpustakaan tidak banyak ditulis oleh para pakar. Kepustakawanan Islam ini, tidak banyak diungkap oleh para ilmuwan. Jika pun ada, maka itu hanya bagian kecil dari karya-karya mereka, terutama pada objek kajian sejarah Islam dan pendidikan Ilsam. Karya yang secra khusus menjelaskan tentang tradisi kepustakawanan Islam sangat langka, dan bahkan hampir tidak ada. Padahal, perpustakaan dan kepustakawanan Islam memiliki peran yang strategis dalam tumbuh dan berkembangnya tradisi dan kebiasaan ilmiah. Sebagai bagian dari itu semua, pustakawan mampu menjelaskan pencapaian intelektual umat Islam dan mampu menjelaskan dan menjawab tantangan akan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H